Part - 4

1.5K 96 3
                                    

Anna Brown POV

"Mengapa kau mengundang mereka?" Tanyaku setelah di dalam mobil lagi.

"Aku hanya mengikuti sandiwaramu." Dia memencet tombol di mobilnya, membuat pandanganku teralihkan. Partisi itu bergerak naik untuk menghalangi pembicaraan kami agar tidak terdengar oleh mereka. Aku menunggu sampai partisi itu benar-benar berhenti lalu aku melanjutkan.

"Dan bagaimana namaku sudah tercetak di undangan itu? Kau sudah merencanakan ini semua bukan? Katakan apa yang kau rencanakan dengan Emma?" Ernest hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh.

"Dengar, ini pernikahan bukan permainan. Kau tidak bisa memaksaku untuk menikahimu begitu saja. Kau sama sekali tidak peduli dengan perasaanku. Aku ke Milan untuk bekerja. Kau cari wanita lain saja untuk kau nikahi. A....." Ernest mengangkatku ke pangkuannya. Jarak diantara kami hanya beberapa inci, membuatku harus menahan nafasku agar dadaku tidak bergerak seirama dengan dadanya.

"Aku tidak ingin wanita lain. Aku hanya ingin dirimu...." Dia memandangku lekat, wajahnya terlalu dekat denganku. Dia memandang bibirku, aku baru akan memprotesnya, dan dia sudah mengulum bibirku, dengan lembut dia menyapu bibirku, aku merasakan sensasi lain yang berbeda dari ciumannya tadi pagi, bahkan sangat berbeda saat aku menciumnya di kamarnya pertama kali.

Salah satu tangannya terangkat untuk membuka kancing kemeja yang kukenakan, aku merasakan hawa dingin pada dadaku yang hanya tertutup bra. Dengan lihai dia menggodaku dengan lidahnya, menelusuri sisi diriku yang lain, yang ingin di ketahui olehnya, yang hanya bisa di rasakan oleh lidahnya.

Tiba-tiba dia menghentikan ciumannya, disaat aku mulai menikmati permainan lidahnya yang erotis. Jemarinya menyentuh kulitku, dia membelai dadaku, aku bisa merasakan putingku yang berwarna pink mengeras di balik bra ku, sekeras ereksi dirinya yang kurasakan di bawah pahaku.

"Aku tidak pernah melupakan ini sejak pertama kali aku melihatnya. Dan aku menginginkan ini menjadi milikku." Dia mengulum jarinya lalu memasukkan jemarinya di sela buah dadaku. Sambil menatap mataku, jemarinya bergerak naik turun seirama dengan nafasku yang semakin memburu menikmati sentuhannya.

Yang dia lakukan terasa asing tapi disaat bersamaan sangat mengasyikkan, aku tidak pernah merasakan sensasi seperti ini saat aku bersama dengan Sandy. Sandy. Seakan aku terbangun dari mimpiku, nama Sandy muncul di ingatanku. Aku bangkit dari pangkuannya lalu merapikan kembali kemejaku.

"Pernikahan itu sakral, bukan sesuatu yang bisa di pindah tangankan." Kataku. Ernest menungguku selesai memgkancingkan baju sebelum akhirnya membuka pintu.

"Aku sedang tidak ingin berdebat, dan waktu yang kita miliki sangat singkat." Ernest keluar mobil, dia mengulurkan tangannya untuk membantuku, tapi aku mengacuhkannya. Dia merapikan jas nya lalu meletakan tangannya di pinggangku, dia menuntunku masuk ke toko bridal.

Ernest kembali berbicara bahasa Italia dengan manager toko, beberapa saat, aku sudah di giring masuk ke ruang ganti, disana sudah tersedia beberapa model gaun pengantin yang siap ku coba. Aku menelusuri gaun pengantin itu, dari yang simple sampai elegan. Mulai dari broken white sampai yang bright white.

Sesuatu terlintas lagi di kepalaku. Aku berbicara pelan dengan manager toko, lalu dia keluar untuk mencari gaun yang aku inginkan. Aku tersenyum-senyum sendiri saat aku mencoba gaun itu. Ini akan menjadi pertunjukan menarik. Kau ingin pernikahan, akan kutunjukan pernikahan itu seperti apa.

"Honey... Maaf aku tidak bisa menunjukan dress ini, aku ingin membuat kejutan untukmu sayang.." kataku berpura-pura manis di depan manager toko. Aku berdiri di belakang gorden ruang ganti, menonjolkan kepalaku saja.

Called Off My Friend's Wed #wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang