FaNa-Dua

3K 287 40
                                    

•°•Kalau benar bukan Aku. Kenapa Tidak di Akhiri saja? •°•

•°•

Faza berjalan lurus keluar dari kantin. Mata yang memiliki bola mata hitam, selalu menatap dengan datar---namun terkesan dingin. Tapi siapa sangka, ciri khas tatapan Faza memiliki maksud tersirat yang dituju pada seseorang perempuan.

Tidak ada yang tau apa maksud dari tatapan tersirat itu. Kecuali Allah, Faza dan perempuan yang berdiri di depan Freezer.

"Seram yah, kaya mau makan orang." Bisik Rike dibalik punggung Hana. Memperhatikan Faza terus menatap ke arah mereka.

Hana mengangguk singkat. Mengalihkan perhatian dari laki-laki yang hampir sampai di dekatnya dengan beranjak dari tempat mencari meja makan.

"Eh Hana." Rike menyusul Hana. "Kayaknya Faza masih marah sama gue. Soalnya tatapan tajam dia barusan, tertuju ke gue." Celoteh Rike. "Setelah ujian tadi, gue cari perkara sama dia. Ya--habisnya dia pelit. Pinjam kamera aja enggak boleh. Makanya gue esmosi, kecoplosan manggil dia anj*ing."

Hana menatap Rike. Agak terkejut mendengar apa yang di katakan temannya. "Enggak boleh kayak gitu Ke. Kamu harus menghargai keputusan orang. Ya-walaupaun enggak terima, tetap aja jangan menyikapinya dengan berkata kasar. Enggak baik."

Rike terkekeh. "Iya gue tau. Sorry."

Hana menggeleng kepala. "Bukan ke aku minta maafnya. Ke teman kamu."

"Iya--iya. Nanti deh, minta maafnya via chat." Rike tersenyum lebar. "Jadi, kita tetap makan? Atau mendadak buka ceramah singkat di kantin?"

"Tentunya tetap makan." Hana mengalihkan pandangam dari temannya. "Cuma, enggak ada meja yang kosong. Kalau kita makan diluar aja, gimana?" saran Hana

"Akhir bulan, kantong menipis. Diluar jajanan mahal-mahal, nasi goreng delapan ribu, disini tujuh ribu. Walaupun beda seribu, itu duit seribu bisa beli shampo yang enceran."

"Masalahnya enggak ada tempat yang kosong." Mata Hana menjelajahi sudut demi sudut ruang kantin.

Rike ikut mencari tempat. Sampai akhirnya ia melihat seorang laki-laki sedang makan sendiri di satu meja . "Ada Na." Rike manarik lengan Hana menuju meja dipojok kantin.

"Lo korupsi Dam. Makan sendiri, satu meja lo borong" Rike langsung menduduki kursi kosong yang berada di samping Adam.

Adam mendengus. Ia menoleh pada Hana yang masih berdiri.

"Assalamualikum Hana temannya Rike." Suara ketus Adam berubah menjadi manis, membuat mulut Rike bergerak seperti orang muntah. "Ellleehhh. Penyakit buaya lo enggak bisa di musnahkan?"

Adam melirik Rike sinis "Diem!" Ia kembalo menatap Hana. Kedua sudut bibirnya ditarik ke atas, memberi senyum pada Hana.

Kepala Hana sedikit menunduk. Tapi tetap berinteraksi ramah. Karena kenal dengan lelaki yang tersenyum itu.  "Waalaikumussalam."

"Duduk aja. Enggak bayar."

Hana menarik kursi disamping Rike. "Terima kasih Dam."

Adam mengangguk. Kemudian melanjutkan menyantap nasi padang.

"Dam." Panggil Rike

"Apa? Mau nasi Padang?" Adam mengarahkan tangan kanan berisi nasi ke hadapan Rike. "No minta-minta. Pesan sendiri." Ia mambawa tangan kanan ke mulut.

Satu sisi sudut mulut Rike terangkat. "Siapa juga yang mau minta. Kami juga mau pesan keleesss."

"Tapi sebelum pesan makan. Gue mau tanya. Si apa namanya teman lo tadi??---Oh iya Faza. Engak ada niat nyusul dia? Biasanya kalian lengket. Kemana-mana berdua."

FaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang