FaNa-Dua Puluh Satu

2.7K 250 101
                                    

°•° Membutuhkan-Nya. °•°

°•°

"Faza."

"Hmm."

Hana berdiri di ambang pintu, menunggu orang yang bergumam menyahuti panggilan keluar dari kamar. Dengan keadaan pintu kamar Faza setengah terbuka, dari luar Hana bisa melihat sebagian badan tempat tidur serta lemari yang berisi kamera berbagai tipe. Mulut Hana sedikit terbuka. Kembali takjub melihat isi lemari lensa itu. Rasanya ia ingin masuk ke dalam kamar Faza.

Masuk untuk melihat benda lensa itu lebih dekat, bahkan ingin mencobanya. Rasa penasaran langsung bersarang pada diri Hana. Penasaran seperti apa hasil foto yang di ambil dari berbagai tipe lensa kamera yang dimiliki Faza. Kemaren Hana juga melihat isi lemari itu, hanya sekilas. Karena lebih fokus pada keadaan ia terjebak di kamar Faza karena Riska datang.

"Tahan Hana. Jaga sikap kamu. Baru juga baikan, ya kali langsung nyentuh kamera dia. Mahal itu harganya." kata Hana membatin. Kalau masalah dunia lensa, ia pasti kegirangan sampai lupa waktu. Tapi, tidak mungkin di depan Faza juga seperti itu.

Anggap saja mereka pengantin baru. Hana harus pelan-pelan mendekati Faza. Sehingga hasil akhirnya, mereka saling give and take dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Awal pendekatan di coba dengan hal sederhana. Seperti saat ini, Hana mau mengajak Faza makan pagi bersama. Tawarkan saja dulu. Mau apa tidaknya, kita lihat setelah pintu di depannya ini terbuka lebar. Sayangnya--semenit sudah waktu berlalu. Faza belum keluar kamar, padahal menjawab panggilan Hana.

Kembali lagi, Hana membangung rasa berani menghadapi pemilik kamar di depannya. Ia mendorong pintu kamar dengan sangat pelan. Mata mengarah pada tempat tidur yang awalnya ia lihat setengah, menjadi sepenuhnya setelah pintu terbuka lebar.

Kosong.

Faza tidak ada di sana. Melainkan duduk di kursi berhadapan denian meja menatap laptop.

Faza menyadari kedatangan Hana. Matanya beralih dari laptop ke perempuan berdiri di ambang pintu. "Ada apa?"

"Itu,-apa namanya,-mau,-"

"Bicara jangan jauh-jauh. Masuk." perintah Faza.

Hana masuk lebih dalam ke ruangan beraroma pappermint ini. Sama hal pengharum ruangan kamar Faza di rumah orang tuanya. Aroma daun mint terkenal akan sifat dingin namun menyegarkan.

Sifat daun mint secara tidak langsung menggambarkan sifat sang pemilik kamar. Fisik nan sehat bugar dengan tampang wajah yang begitu baik di ciptakan oleh Allah, sehingga kaum hawa yang menatap Faza pasti melantunkan, arti surah ar-rahman ayat 13. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan." Pujian akan elok nya wajah laki-laki itu.

Hanya wajah, tapi tidak dengan sifat dingin yang begitu sulit di cairkan.

Pilihannya hanya ada dua, Tetap maju mengahadap si es batu ini--atau mundur. Itu tergantung bagaimana ketahanan batin orang yang menghadapi sikap laki-laki itu.

Sampai di hadapan Faza, Hana diam sejenak dengan kedua tangan saling bertaut. "Mau--sarapan pagi?"

"Tunggu sebentar." Faza kembali menatap layar laptop melakukan pengeditan foto pre-wedding kliennya.

"Tunggu sebentar? Berarti mau?" kata Hana membatin. Yasudahlah anggap saja begitu. Kalimat selanjutnya yang ia utarakan. "Lauknya cuma--rendang. Enggak papa kan? Rencananya tadi mau masak--tapi aku belum belanja."

"Enggak papa."

Jawaban Faza membuat Hana tersenyum. "Aku siapin,-"

Gerakan tubuh Hana mau beranjak dari kamar terhenti, kerena tidak sengaja melihat botol berisi bintang-bintang dari kertas berbagai warna di atas meja.

FaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang