FaNa-Sepuluh

2.3K 229 54
                                    

°•° Yang jelas--Semuanya tidak baik-baik saja °•°

°•°

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Suara perempuan menjawab salam Faza dan Hana.

Maryam selaku orang tua Faza sedang duduk di ruang tamu berdiri menghampiri mereka. Maryam tersenyum lebar menyambut pasangan yang sangat ia tunggu dari kemaren.

Faza meraih tangan kanan Maryam mencium punggung tangan bundanya. Lalu merentangkan kedua tangan akan memeluk Maryam. Namun, Maryam malah beralih pada Hana, memeluk gadis tersebut. 

Faza terperangah dengan sikap bundanya. "Anaknya minta peluk. Enggak diberi." Faza mengambil alih plastik kue sertas tas berisi pakaian dari tangan Hana. Lalu melangkah lebih dalam masuk ke dalam rumah.

Maryam tertawa, walaupun begitu ia tetap fokus perhatiannya pada Hana. "Kamu kabarnya gimana?"

Hana menarik diri dari dekapan, "Alhamdulillah baik. Bunda bagimana?"

Maryam membawa Hana duduk di ruang tamu. "Alhamdulillah sampai sekarang dikasih kesehatan sama Allah."

"Semalam kenapa enggak jadi kerumah? Bunda hubungi kamu enggak aktif. Faza juga. Bisa di hubungi, tapi enggak diangkat." Maryam duduk di sofa panjang dengan Hana.

"Maaf bunda. Hana lupa beri tau enggak bisa kerumah karena udah janji sama teman buat tugas kuliah."

"Ya Allah ampunilah hamba." di balik Hana bicara begitu tenang pada Maryam, jantungnya berdekat cepat. Ia menyembunyikan kedua tangan yang dingin berkeringat di dalam hijab yang menjulur panjang. Reaksi tubuh Hana yang selalu datang kalau ia sedang gelisa, takut, bahkan berbohong.

Maryam mengangguk paham. "Enggak papa. Yang penting kamu ada disini sekarang." Maryam mengusap sayang kepala menantunya.

"Alasan bunda nyuruh kalian kesini,-" Maryam memutar kepala mencari Faza. "Kebiasaan itu anak, kalau ke rumah bukannya duduk dulu malah langsung ke kamar."

"Hana panggil Faza,-" 

Maryam menahan Hana akan berdiri. "Enggak usah. Biarin aja."

"Fani pulang ke Indonesia. Fani disini sampai anaknya lahir." kata Maryam selanjutnya.

Hana terkejut. "Kak Fani hamil?"

Maryam mengangguk dengan binar mata bahagia. "Karena itu, bunda nyuruh kalian ke sini kameren. Nyambut ke datangan Fani. Kata Faza, 'Iya bunda, Faza ke rumah.'" Maryam meniru cara bicara anaknya. "Nyatanya sampai malam nggak nyampe-nyampe. Bunda kira kalian kenapa-napa di jalan."

"Hana dan Faza minta maaf bunda." Hana tertunduk merasa bersalah.  

"Udah nggak papa. Yang penting kalian udah ada disini sekarang. Fani dari pagi tadi keluar sama Ihsan. Bentar lagi kayaknya pulang. Kamu istirahat aja dulu dikamar." Maryam beranjak menuju dapur. Bukannya meng-iyakan kata mertuanya, Hana mengikuti Maryam. 

Hana melihat bahan-bahan mentah makanan pokok serta Roti yang ia bawa tadi yang di letakkan Faza di meja makan "Hana bantu bunda masak." Hana mengeluar kotak roti dari dalam plastik. Meletakkan ke dalam tudung saji.

Maryam sedang mencuci tangan di wastafel cuci piring menoleh sekilas pada Hana, "Nggak usah. Istirahat aja di kamar. Bunda enggak masak banyak. Sambal semalam masih ada. Cuma mau masak picel ayam aja. Kalau enggak ada itu, suami kamu ngamuk."

"Hana nggak capek bunda." Hana mengeluarkan bahan-bahan pokok dari plastik.

Maryam mendekat. "Nggak usah Hana. Kamu,-"

FaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang