FaNa-Dua Belas

2.1K 244 49
                                    

°•° Dia itu--Sebenarnya Orang Seperti Apa?°•°

°•°

Hana menggigit-gigit kuku jempol tangan kanannya. Berjalan ke kiri-kanan berulang kali. Dari semalam sampai pagi, ia terus memikirkan kalimat yang keluar dari mulut Faza.

Baiklah?

Apa benar itu terjadi? atau mungkin hanya permainan Faza agar terlihat meyakinkan di depan Maryam dan Beni. Bisa saja laki-laki itu menyuruhnya berdiam diri di apartemen selama satu bulan.

Melihat bagaimana sikap Faza selama ini. Tidak mungkin laki-laki itu mendadak baik kepadanya.

Pintu kamar mandi terbuka, membuat kaki Hana diam. Ia melirik Faza telah berpakaian dengan rapi.

"Lo belum siap?" tanya Faza heran melihat Hana belum menggunakan cadar. Karena mereka akan kembali ke apartemen.

"T-i-ng-gal m-ake cadar." Hana mengambil cadar hitam di atas tempat tidur, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Karena ingin mengikat tali cadar di dalam hijab. 

Informasi tambahan, Hana belum pernah membuka hijjab di depan Faza. Salahkan saja kenapa sikap Faza dingin padanya, membuat ia tetap menutup diri.

"Waktu gue di kamar mandi tu anak ngapain aja?" Faza mengambil kunci mobil di atas meja belajar. Lalu keluar dari kamar.

"Mau kemana?" tanya Fani yang baru juga keluar dari kamar.

"Pulang." Tanpa menoleh pada Fani, Faza menyusuri tangga turun dari lantai dua.

"Cepat amat. Masih pagi ini. Matahari baru nongol dua jam yang lalu." protes Fani menyusul Faza.

"Ngappain lama-lama, tujuan Faza ke sini udah selesai."

Fani menghela nafas lelah, "Ini rumah loh Za. Rumah kamu." Jelas Fani penuh penekanan.

"Masih pagi kak. Tenaga Faza belum ada buat berantem." Faza mengambil sepatunya di belakang pintu masuk.

Fani duduk di kursi tamu. "Kakak suruh kamu ke rumah, bukan buat itu."

Faza duduk di hadapan Fani sambil pasang sepatu. Mereka di pisahkan oleh meja kayu persegi panjang. "Tujuan Faza kesini juga bukan buat itu. Tapi kak Fani liat sendiri kan semalam? Lagi pula siapa yang mau hidup di sini dengan peraturan aneh itu."

Fani benar-benar sudah menyerah menghadapi adiknya ini. "Yasudah lah. Tunggu bunda dulu. Bunda lagi beli sarapan di depan. Bentar lagi juga pulang."

Faza menegakkan tubuhnya setelah memasang sepatu. "Faza udah bilang tadi." Matanya melirik ke arah tangga.

"Faza pergi." Ia mendekat pada kakaknya untuk salam. Lalu beranjak keluar dari rumah.

"Tapi Hana,-"

"Kak."

Fani memutar kepala. "Kakak kira Faza tinggalin kamu." Fani berdiri menerima tangan kanan Hana untum salam dengannya. Setalah itu, mereka keluar dari rumah.

"Nah kan apa di bilang. Bentar lagi bunda pulang." celetuk Fani melihat Maryam membuka pagar rumah lebih lebar.

Faza hanya diam. Bersandar di badan mobil menunggu Hana.

"Ini. Buat sarapan nanti di apartemen." Maryam memberi plastik berisi bubur sum-sum pada Hana.

"Terima kasih bunda." Hana memeluk mertuanya. Setelah pelukkan lepas, Maryam meraih sisi kepala Hana memberi kecupan pada pipi kiri-kanan yang di lapisi cadar.

FaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang