35 (END)

6K 262 16
                                    

Rintik hujan membasahi bumi. Langit pun seakan ikut menitikkan airmatanya.

Keluarga Jeon sedang berduka. Berdiri didepan sebuah pusara. Lagi-lagi mereka mengunjungi tempat itu. Kali ini pun mereka harus menitikkan airmata melepas kepergian orang tercinta yang telah terbujur kaku di dalam peti yang telah dikuburkan didalam gundukan tanah.

Miris memang. Setelah semua yang terjadi. Setelah banyak airmata yang mengalir. Setelah lelah dengan keadaan yang ada. Dan setelah mengetahui betapa menderitanya mereka selama ini, tetap tak ada kata bahagia dalam hidup mereka.

Kedatangan, kepergian. Perjumpaan, perpisahan. Kebahagiaan, kesedihan. Kelahiran, kematian. Semua memang bertolak belakang dan pasti terjadi dalam hidup.

Namun siapa sangka, orang yang mereka cintai memilih untuk pergi. Dia telah menyerah menghadapi hidup yang tak pernah membuatnya bahagia, bahkan hingga disisa hidupnya.

Bukan hanya 1, tapi 2 pemakaman sekaligus. Takdir macam apa ini? Mereka harus kehilangan emas permata mereka bersamaan.

Airmata tak dapat ditahan. Mereka semua menangis tersedu-sedu.

"Kenapa? Kenapa harus dia? Aku belum sempat membahagiakannya," tanya Ji Woo menangis didepan pusara orang yang disayanginya itu.

"Eomma, jangan menangis! Relakan saja! Dia tak akan pernah tenang disana jika eomma seperti ini," kata Jungkook memeluk Ji Woo.

"Aku bersalah padanya. Tak pernah aku membuatnya bahagia. Aku menyayanginya. Aku menyesal," kata Ji Woo kembali menangis. "Kenapa dia harus pergi di saat keluarga kita kembali bersatu? Kenapa Tuhan begitu tak adil padaku? Kenapa harus Jinieku yang diambil? Kenapa bukan aku saja?"

"Kenapa harus seperti ini, hyung? Kenapa harus begini? Kenapa secepat ini meninggalkan kami, hyung?" tanya Hoseok pun ikut menangis tersedu-sedu.

"Tak adakah kesempatan untuk kami menebus semuanya, hyung? Menebus semua kesalahan yang kami perbuat padamu? Inikah hukuman yang kau berikan pada kami? Benar begitu, Jinie hyung? Kenapa kau sekejam ini, hyung? Kenapa?" tanya Namjoon pun tak dapat menahan genangan airmatanya.

"Apa ini hukuman yang kamu berikan kepada kami, hyung? Kamu lebih memilih meninggalkan kami? Benar begitu, hyung? Apa kamu benar-benar sudah menyerah?" tanya Jimin ikut berlutut di depan gundukan tanah basah di hadapannya itu.

"Aku tahu kamu sama sekali tak pernah bahagia. Lalu apa kamu sudah bahagia disana? Berbahagialah di sana! Setidaknya kamu tak akan merasa kesakitan lagi, hyung" kata Jungkook menatap pusara dan mengelus batu nisan berbentuk salip di depannya itu.

Hyunbin pun menatap kosong pusara yang ada di depannya dan berlutut.

"Mianhae! Mianhae! Aku bersalah padamu. Tak pernah terbersit dalam benakku kau akan pergi secepat ini. Begitu banyak dosa yang aku perbuat padamu. Dan bahkan aku belum sempat menebusnya. Bahkan kau dengan mudahnya memaafkan aku. Memaafkan orang yang penuh dosa ini," kata Hyunbin memukul kepalanya sendiri.

"Hukum aku! Hukum aku! Jangan memaafkan aku! Tapi aku mohon, jangan hukum aku seperti ini! Jangan tinggalkan aku seperti ini! Jangan pergi sebelum aku menebus semua kesalahan dan dosa yang kuperbuat!" pinta Hyunbin.

Jihyun yang melihat itu langsung memeluk Hyunbin. "Ini bukan salahmu. Semua sudah takdirnya. Biarkan dia tenang disana! Relakan dia! Apa kamu tega membiarkan dia tak tenang disana?"

"Tapi, Jihyun-ah. Aku telah membunuhnya. Dengan tanganku sendiri aku telah membunuhnya. Dia meninggalkan aku. Dia meninggalkanmu. Dia meninggalkan kita karena aku, ayahnya yang kejam," kata Hyunbin histeris. "Aku membenci diriku sendiri. Sangat membenci diriku sendiri."

DECISION ✔ - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang