Minggu siang yang terik, dan Jiyeon dengan tenangnya tersenyum ceria seraya melahap satu persatu cokelatnya. Dua hari telah berlalu sejak hari ulang tahunnya, tapi kebahagiaan itu masih saja menghinggapi hatinya. Ia sangat senang dengan kejutan Sehun.
Namun, tak lama kemudian tiba-tiba ia teringat pada Chanyeol. Setelah hari itu, ia terus berusaha menghindari pertemuan atau sekedar saling melirik dengan seniornya itu. Ia masih belum siap memberikan jawabannya. Ia bimbang.
Jiyeon mengusap-ngusap wajahnya sebelum menghela nafas berat. Memutuskan hal seperti ini begitu sulit baginya. Pernah terbesit di pikirannya untuk menolak pria itu dengan wajah dinginnya. Tapi, sedetik setelahnya ia menggeleng karena merasa itu tidak sopan.
Lalu, harus bagaimana? Hatinya bilang ia tak boleh menerima pernyataan cinta Chanyeol. Itu memang keputusan yang tepat, tapi sayangnya bukan itu yang menjadi permasalahan. Ia bingung harus menjawabnya bagaimana. Ia tidak pandai berkata-kata, apalagi tentang cinta.
Memang ia sudah pernah mendapat pernyataan cinta seperti itu, tapi tak pernah di sertai dengan mendekatkan wajahnya juga, seperti pria itu. Dari semua pria yang pernah berlutut di hadapannya, hanya Chanyeol lah satu-satunya yang berani melakukan itu. Meskipun itu hampir terjadi, tapi tetap saja membuat Jiyeon takut. Ia tak sanggup membayangkannya.
Kini, ada satu keanehan yang Jiyeon pertanyakan. Ia sama sekali tak bisa bersikap dingin pada Chanyeol. Mendiaminya saja tak mampu, walaupun jawabannya terbilang sangat singkat. Berbeda dari pria itu, ia pasti akan langsung mengatakan "Tidak bisa." pada pria lain. Ia bahkan tak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan lawan bicaranya.
Ia malas, waktunya pasti akan terbuang sia-sia hanya untuk mendengarkan kalimat basi mereka.
Tiba-tiba mata Jiyeon mendapati sosok Sehun baru saja keluar dari dapur dan berjalan menuju pintu rumah. Tampak terburu-buru. Bahkan ia tak melirik sedikit pun ke arah Jiyeon yang ada di ruang keluarga. Jiyeon mengerutkan dahinya seraya memperhatikan baju santai yang Sehun pakai. Ia terlihat akan pergi dari rumah ini.
"Oh Sehun!"
Ketika Sehun hampir sampai di dekat pintu, ia langsung menghentikan langkahnya dan berbalik menoleh pada Jiyeon. Dia hanya diam menunggu kata-kata kasar yang akan keluar dari mulut gadis itu.
"Kau mau kemana?" Tanya Jiyeon sebelum meminum air putihnya.
"Hmm.. Ini kan jam istirahatku." Jawab Sehun seraya merapikan bajunya. Ya, Jiyeon tahu itu.
"Kau mau kemana?" ulang Jiyeon, tak menggubris jawaban melenceng dari Sehun. Pria itu menghembuskan nafasnya.
"Aku akan pergi ke luar sebentar."
Jiyeon memicingkan matanya, menatap tajam pada Sehun. "Kemana?"
"Keluar."
"Ya! Jangan bercanda!" kesal Jiyeon.
Sehun berusaha untuk tetap tenang, meskipun hatinya sedang resah. Jiyeon sama sekali tak bisa di bohongi. Akhirnya Sehun menjawab pasrah, "Taman hiburan."
Mata Jiyeon langsung berbinar ceria. Ia tersenyum lebar. Tapi, sedetik kemudian ia menatap tajam Sehun lagi. "Dengan siapa?"
Inilah yang menjadi ketakutan utama Sehun. Ia takut gadis itu akan melarangnya pergi jika mengetahui siapa orang yang akan pergi bersamanya.
"Siapa?" Jiyeon menaikkan satu oktaf suaranya.
"Lee Yara." jawab Sehun.
Tanpa berpikir panjang, Jiyeon langsung berdiri dari tempat duduknya dan meletakkan asal cokelatnya di meja. "Tunggu aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Prince ✔
Fanfic"Selamat pagi, Tuan Putri.." "Berhenti memanggilku seperti itu!" teriak Jiyeon sambil melemparkan sebuah bantal ke arah pelayannya. Jiyeon adalah majikannya yang dingin, tapi sebenarnya manja. Ia sangat senang mengusili Jiyeon, bahkan sejak merek...