17. Irony

271 37 0
                                        

Senyuman manis terukir elok dari wajah cantik Kim Yoonbi. Manik matanya memancar indah saat melihat berbagai benda lucu anak-anak yang berjajar rapi di rak toko. Memlilih ini dan itu untuk mainan anaknya nanti.

"Noona aku yakin ia pasti menyukai Spiderman"

Jungkook merekomendasikan baju bayi dengan motif Spiderman.

Keduanya baru saja memeriksakan kandungan Yoonbi yang sekarang sudah menginjak sembilan bulan. Baru saja mereka mengetahui jika jenis kelamin anaknya adalah laki-laki. Jungkook mencak-mencak senang sekali setelah mengetahui jenis kelamin anaknya. Seperti ia merasa akan terlahir kembali ke dunia.

Kembali dari rumah sakit, keduanya mampir ke toko perlengkapan anak di pinggir jalan. Berniat membeli kebutuhan anaknya yang sebentar lagi akan lahir.

Adu mulut dari keduanya tidak bisa terkendali. Yang satu ingin spiderman dan yang satunya lebih suka tokoh Transformer. Penjaga toko sampai tertawa gemas melihat Jungkook dan Yoonbi.

Dan pada akhirnya Jeon Jungkook mengalah. Membiarkan Yoonbi memilih segala perlengakapan anaknya bertemakan Transformer.

Jungkook hanya diam saja, menuruti segala yang diinginkan wanitanya. Termasuk memilih mainan untuk anaknya. Yoonbi bilang jika Jungkook bisa membelikan apa saja ketika anaknya sudah besar nanti.

Berbagai perlengkapan dan kebutuhan bayinya sudah dibeli. Banyak sekali sampai Jungkook kewalahan membawanya.

Entah karena efek bayinya atau kenapa, Yoonbi tiba-tiba saja menjadi manja pada Jungkook. Bergelayut manja pada tubuh Jungkook saat mereka melewati kedai ice cream.

"Jung.. belikan aku ice cream"

Yoonbi memukul dada Jungkook berkali-kali karena Jungkook tidak mau menuruti keinginannya untuk makan ice cream.

"Tidak boleh noona. Nanti kau malah kesusahan mengeluarkan bayinya"

Jungkook mencoba memberi pengertian pada Yoonbi. Tidak boleh memakan ice cream. Karena ice cream bisa menambah bobot bayi. Jungkook tahu jika Yoonbi memakan satu sendok ice cream saja ia tidak akan bisa berhenti. Dan Jungkook khawatir nanti malah anaknya akan bertambah berat badannya.

"Jung ayolah aku ingin ice cream"

"Tidak boleh"

Dan Jungkook pada akhirnya memaksa Yoonbi masuk ke dalam mobil.

"Jung aku ingin..."

Belum Yoonbi selesai dengan kalimatnya Jungkook sudah menegakkan jari telunjuknya tepat di bibir wanita itu. Yoonbi tentu saja hanya mengendus kesal sedangkan Jungkook tersenyum penuh kemenangan.

Jeon Jungkook terus saja melajukan mobilnya menyusuri jalanan ibu kota. Yoonbi yang tadinya kesal dengan Jungkook pun kini sudah tertidur. Karena semenjak ia kesal pada Jungkook tadi ia memutuskan untuk tidak berbicara pada Jungkook.

Jungkook tersenyum saat melirik ibu dari calon anaknya yang sudah tertidur pulas. Ia menginjak pedal rem setelah sampai di tempat tujuan.

"Noona ayo bangunlah. Kita sudah sampai"

Jungkook berbisik di telinga Yoonbi. Yoonbi pun bangun karena terlalu merinding dengan bisikan Jungkook. Ia masih menyipitkan matanya dan melihat ke arah Jungkook.

"Kau membawa ku kemana?"

Tanya Yoonbi setelah sadar ia tidak berada di rumahnya. Dan pandangan yang berada di depannya sangat asing baginya.

Jungkook membawanya ke sebuah taman yang sepi di sudut kota. Taman bunga musim semi. Indah. Penuh bunga warna warni disana.

Yoonbi berlarian kesana kemari, memetik berbagai bunga dan menghirup aromanya. Menenangkan. Ia suka sekali.

"Jung. Kau ayah yang hebat" puji Yoonbi pada Jungkook.

"Hanya ayah? Bukan suami juga?"

Yoonbi hanya tersenyum. Tidak tahu harus menjawab apa. Pasalnya ia juga dibuat bingung dengan perasaannya pada Jungkook.

Berjam-jam mereka berdua menikmati taman bunga itu. Mengabadikan banyak foto untuk kenangan. Saling tersenyum lepas dan berakhir dengan duduk sambil merengkuh tubuh masing-masing. Saling menyenderkan kepala.

"Kau benar-benar tahu bagaimana cara meluluhkan wanita Jung"

Yoonbi tak lagi marah karena tidak diberikan ice cream oleh Jungkook. Marahnya sudah sirna setelah Jungkook membawanya kemari. Memberikan begitu banyak ketenangan untuk dirinya.

***

Senyum yang semula terlukis dari wajah Jungkook dan Yoonbi tiba-tiba mendadak menjadi hilang saat netra keduanya menangkap keberadaan ayah Jungkook yang duduk manis di sofa ruang tamu di kediaman Jungkook.

Perasaan senang yang semula menyelimuti keduanya mendadak menjadi suram.

Jungkook menyuruh Yoonbi untuk segera masuk ke kamar dan tidak boleh keluar selagi ia menemui sang ayah.

"Jungkook. Hentikan keinginanmu untuk menjadikan anakmu pewaris. Dia bisa saja menipu kita. Kau ingin jadi gelandangan huh?"

Tuan Jeon berbicara dengan menggebu-gebu. Ia baru saja mendapat kabar jika anak Jungkook adalah laki-laki. Kemungkinan besar Jungkook akan benar-benar menjadikannya pewaris.

"Aku sudah bulat dengan keputusanku. Berapa kali ku mengatakannya, berhenti menyebut noona sebagai penipu. Ia tidak seperti yang kau pikirkan" sarkas Jungkook.

"Jungkook. Jangan terlalu berambisi seperti itu. Kau hanya termakan rayuan jalangnya"

Jungkook menggertakkan giginya. Rahangnya mengeras dan tangannya sudah mengepal. Sekuat tenaga ia mengontrol emosinya agar kepalan tangannya tidak mendarat di wajah sang ayah.

Hatinya teriris pilu sangat mendengar ayahnya mengatakan perempuannya sebagai jalang. Meski memang begitu. Tapi itu hanyalah bagian masa lalu. Dan juga Yoonbi terpaksa melakukan pekerjaan bejat itu.

"Pergi ayah! Pergi!"

Emosi Jungkook memuncak. Ia mengusir sang ayah agar segera menyingkir dari hadapannya. Jungkook hanya tak ingin kepalan tangannya akan berakhir memakan korban. Apalagi ayahnya sendiri.

Tuan Jeon merapikan jasnya. Tersenyum remeh pada Jungkook "kau akan menyesal nantinya"

Dan Tuan Jeon berlalu meninggalkan rumah Jungkook. Jungkook memejamkan matanya. Berusaha menenangkan pikiran dan emosinya.

Dan dibalik itu semua Kim Yoonbi tengah mendengar pertengkaran ayah dan anaknya dari balik dinding yang memisahkan antara ruang tamu dan ruang tengah.

Ia menangis. Sekali lagi ia menyalahkan dirinya. Menyatakan dirinya sendiri jika dirinya-lah penyebab semua masalah ini terjadi.

***

SERENDIPITY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang