*Part 6*

5.2K 293 37
                                    

Kadang hidup tak berjalan sesuai keinginan hati. Apa yang di dambakan tak selamanya akan selalu terwujud. Kadang aku ingin mengutuk diriku sendiri dan menyalahkan takdir. Namun aku kembali ingat, tak ada gunanya jika aku selalu seperti. Hanya akan menyiksa batinku. Tak ada gunanya menyesal. Jalan satu-satunya yang harus ku tempuh yaitu menerimanya dengan ikhlas. Hanya dengan cara itu, hati bisa tentram dan damai.

Aku memang belum mendapat cinta dari suamiku, namun aku mendapat cinta yang begitu banyak dari kedua mertua dan ipar-iparku. Kadang aku berpikir, mengapa mereka begitu baik dan menyayangiku. Mengingat mereka membuatku merasa bersyukur dengan pernikahanku ini.

Tok tok tok
Suara ketukan dari pintu luar membuyarkan lamunanku. Siapa gerangan yang bertamu pagi-pagi seperti ini, mana hujan lagi.

" kak Delya" Fiona menghambur ke pelukanku. Baju dan seluruh badannya basah akibat hujan. Aku celingukan mencari Fandy suaminya, tapi bapak polisi itu tak terlihat. Fiona datang sendiri menggunakan sepeda motor.

Aku menyuruh Fiona berganti pakaian terlebih dahulu agar ia tak masuk angin.

Fiona keluar kamar dengan kondisi yang sama ketika ia baru tiba tadi. Ia masih terus saja menangis sesegukkan. Ia memelukku erat,  tak pernah aku melihat ia seperti ini.

" kamu kenapa? Fandy menyakiti kamu?" Fiona menggeleng.

"Lalu kenapa kamu menangis?"

Tak ada jawaban dari Fiona. Aku membiarkan ia mengeluarkan semua tangisannya dulu. Aku mengelus pucuk kepalanya.

" kak. Aku butuh uang 150 juta"

aku terkesiap kaget mendengar ucapan Fiona. Belum lagi rasa kagetku berkurang, Fiona melanjutkan penuturannya.

" ibu mertuaku menuduhku menghilangkan perhiasannya dan harga perhiasaan itu seharga 150 juta kak. Aku gak tau mau dapat uang segitu banyak darimana"

"  Fandy tau soal ini?" Tanyaku dan Fiona mengangguk.

"Fandy gak bisa berbuat apa-apa kak. Dia juga takut pada ibunya dan aku sendiri yang harus menggantinya"

Aku kembali memeluk Fiona. Apa yang harus ku lakukan. Aku pun tak punya uang sebanyak itu. Apa aku harus meminta tolong pada kak Ray? Tapi sepertinya tidak mungkin. Melihat sikapnya selama ini padaku, aku sudah cukup menjadi pengganggu dalam hidupnya. Aku tak mau melibatkan ia ke dalam masalah ini.

Aku dan Fiona tak punya barang berharga yang bisa di jual. Kami berdua cuma punya rumah peninggalan bapak dan ibu. Aku tak mungkin menjual rumah itu. Rumah itu adalah kenangan kami. Perhiasan yang aku punya hanya ada cincin kawin yang melekat di jariku.

Aku menyuruh Fiona untuk pulang, takut Fandy mencarinya karena ia tak mengatakan soal kepergiaannya kepada suaminya. Aku tak mau ia mendapat masalah baru lagi.

Aku mengecek saldo rekeningku, hanya ada sekitar 10 juta. Selain itu, aku tak punya tabungan lagi. Sementara gajiku di proyek belum cair. Uang yang di pegang Fiona sekitar 5 juta. Hanya ada 15 juta jika uang kami di gabung. 1/4 harga perhiasan itu pun belum sampai.

Aku mendengar suara langkah kaki kak Ray masuk rumah. Tumben dia pulang secepat ini.

"Kak. Aku minta izin mau ke...."

" pergi saja. Tapi ingat kan jam berapa kamu harus ada disini"

Aku mengangguk dan berpamitan pada kak Ray.

Aku melajukan motorku meninggalkan asrama. Ada perasaan takut kehilangan yang terus menghantuiku.
Semoga keputusanku ini yang terbaik dan bisa meringankan beban Fiona. Aku tak sanggup melihat adikku terus menangis dan sedih.

LOVE IS LORENG ( LIL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang