*Part 14*

562 29 5
                                    

Sebelas bulan sembilan hari sudah kita ada dalam ikatan pernikahan. Mungkin kau pikir aku tidak mengingatnya, tapi nyatanya aku selalu menghitung dan mengingatnya. Bahkan aku ingat, beberapa tahun silam kita pernah bertemu di atas sebuah kapal. Kala itu aku sedang menemani Mira untuk menjalani pengobatannya dan tanpa sengaja kita bertemu. Kamu gadis yang ceria dan sangat periang, tapi aku tak menaruh hati padamu waktu itu. Perbincangan kita kala itu hanya sekadar basa-basi. Kamu kemudian berlalu dan tanpa kamu sadari, kamu menjatuhkan id-card .

Sampai pada waktu itu, mendiang Mira dalam masa kritis. Entah kenapa, dia menyebut namamu. Dia menyuruhku untuk segera menemuimu. Aku pikir itu sebuah permintaan konyol, di samping itu aku tak tahu menahu soal kamu. Lagi pula untuk apa?

Satu penyesalanku waktu itu, aku tak menuruti permintaannya.

Namun sepertinya garis takdir mempertemukan kita, mamaku justru menemukan dan menjodohkamu denganku. Aku pikir, ini bukan kebetulan.

Tepat tiga hari yang lalu, aku tak sengaja menemukan berkas pengobatan Mira. Aku iseng untuk membukanya dan aku menemukan berkas data pendonor darah untuk Mira. Aku melihat namamu tertulis disana sebagai pendonor tetap untuk Mira. Aku tak tahu untuk apa Mira menyimpan ini semua?

Aku berpikir, apakah pertemuan kita adalah campur tangan Mira dari atas sana?

Di hari itu aku tersadar, ternyata inilah alasan Mira memintaku untuk mencarimu pada waktu itu.

Dua puluh satu hari lagi adalah anniversary pernikahan kita dan sampai detik ini aku belum tahu keberadaanmu dimana. Sudah sebulan lamanya kamu menghilang dari hidupku, Delya.

Aku sudah melapor ke pihak yang berwajib tapi sampai hari ini hasilnya nihil. Aku dan anggotaku pun sudah menyisir beberapa daerah untuk mencarimu tapi hasilnya sama saja. Di tambah dengan mama dan Daffa yang tak ingin menemuiku lagi semenjak kamu menghilang.

Delya, andai kamu tahu. Beberapa bulan lagi aku akan di kirim ke perbatasan untuk satgas. Aku tak berharap banyak, aku hanya ingin kamu pulang dan menemuiku.

Beberapa teman-temanku berkata mungkin kau telah di bunuh oleh orang-orang yang menjemputmu itu. Tapi aku tidak percaya. Aku masih berharap kamu pulang sebagai istriku, sebagai nyonya Araya.

Aku tahu kamu wanita yang kuat, kamu bisa bertahan.

Namun terkadang omongan temanku menghantui pikiranku, bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi. Aku tidak mau kehilangan yang kedua kalinya, Del.

Tok tok tok

"Masuk saja, Wir!" Aku langsung menyuruhnya masuk karena aku tau kalau yang datang itu adalah Wira.

"Izin. Perintah komandan!"

"Kamu duduk dulu."

"Izin, siap Komandan."

"Aku memanggil kamu kesini bukan sebagai bawahan ku, tapi sebagai orang yang pernah ada di hidup istriku."

Wira terhentak kaget, sesaat dia menatapku lalu mengalihkan pandangannya.

"Iya. Kamu tau, kan kalau Delya menghilang? Apa kamu dia ada dimana?"

"Izin. Saya tidak menyembunyikan Ibu, komandan."

"Saya tidak menuduhmu, Wir. Hanya saja, barangkali Delya menghubungi kamu."

"Izin. Tapi sudah sejak lama saya dan Del, eh- maksud saya Ibu, komandan. Kami sudah tidak pernah berkomunikasi lagi Komandan."

"Menurutmu, apakah Delya msih hidup, Wir?"

Wira diam tak menjawab pertanyaanku.

Suasana hening selama beberapa menit.

"Menurut hati kecilmu, apa Delya masih hidup, Wir?"

Wira mengangguk kecil.

"Terima kasih, Wir. Kamu orang pertama yang mengatakan padaku kalau Delya masih hidup. Aku akan lebih bersemangat lagi untuk mencarinya."

"Delya bukan perempuan yang lemah, Komandan. Dulu dia pernah di hadang oleh 4 begal, tapi dia berhasil lolos dari kawanan itu. Saya tidak tau, dia memakai jurus apa."

Aku tertawa kecil.

"Ternyata dia tidak selemah yang aku pikirkan."

Hatiku sedikit lega setelah berbincang-bincang dengan Wira.
Waktu hampir tak terasa dan Wira pamit karena adzan Maghrib akan segera berkumandang.

******

Keesokan harinya

Pikiranku masih tak tentu, aku belum bisa membagi fokusku.
Hari demi hari ku lalui dan semakin dekat pula dengan jadwal keberangkatanku menuju tempat Satgas.

Pikiranku semakin kacau ketika pagi tadi seorang tetangga Delya menelfonku dan memberi tau kalau rumah Delya sudah kosong tak bersisa. Tempat tidur, lemari dan kursi yang telah reot berada di luar rumah.
Tak ada yang tau siapa pelakunya, tapi tetangganya yakin kalau gerombolan pria besar itulah pelakunya.
Sayangnya tidak ada satu orang pun tetangga yang melihat pada saat kejadian pengosongan rumah itu.

Tapi untuk apa? Ada apa dengan Delya, apa dia punya musuh?





***Bersambung

LOVE IS LORENG ( LIL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang