*Part 3*

5K 272 11
                                    

Aku bagai di sambar petir di siang bolong. Tak tau harus bicara apa lagi dan kepada siapa aku berkeluh kesah.

#Flashback on

" Delya aku rasa hubungan kita cukup sampai disini. Bukannya aku gak sayang, tapi orang tuaku tak merestui hubungan kita" ucap Wira. Dengan lantang ia mengucapkan itu semua di hadapanku. "Dan kamu tau aku gak bisa menolak permintaan mereka"

" permintaan? Permintaan apa?" Aku berusaha tegar. Aku gak boleh menangis di depan Wira.

" aku terpaksa harus menikah Mitha. Aku harus bertanggung jawab atas kehamilannya"

" bertanggung jawab Wir? Hamil? Jadi selama ini kamu bermain di belakangku. Aku gak sangka kamu sejahat ini padaku Wira. Aku mempercayaimu tapi ternyata ini balasannya"

" maafkan aku Del. Aku khilaf. Ini juga sepenuhnya bukan salahku. Aku seperti ini karena kamu juga"

" karena aku? Salahku apa?"

"Kamu terlalu sibuk. Tak peduli padaku, hampir tiap weekend kamu gak punya waktu untukku"

" jadi karena itu? Wira setiap hari setiap saat aku selalu berusaha memaklumi kesibukanmu. Aku selalu setia menunggumu sampai punya waktu. Bertahun-tahun aku bertahan atas nama cinta dan Kamu tau, aku kerja untuk membiayai hidupku sendiri."

" maafkan aku Del. Kamu boleh membenciku"

" aku takkan pernah membencimu Wira. Bagaimanapun kita pernah bahagia bersama"

" jaga dirimu baik-baik Del."

#flashback off

Kenangan dan masa-masa indah bersama Wira selalu terkenang. Aku rindu, aku ingin mengulang kembali. Perasaan ini masih untuk Wira.

Salahkah jika aku mengharap keajaiban.
2 tahun cukup lama buatku. Tapi Wira terlihat baik-baik saja tanpaku. Sementara aku rapuh sendiri disini.
Bahkan secara terang-terangan dia sudah memasang foto bersama wanita itu di social media. Tak sedikit pun memikirkan perasaanku yang hancur.

Ttliiinngg
Sebuah pesan dari ibu Yulita. Pesan itu berisi ajakan untuk makan malam di rumahnya besok malam.

Aku sempat untuk menolak dengan alasan tak enak badan. Tapi setelah kupikir-pikir daripada aku di rumah sendiri, aku semakin teringat Wira.

Aku pun mengetikkan balasan untuk ibu Yulita. Aku mengiyakan untuk datang. Tak lama berselang ibu Yulita mengirim alamat rumahnya.

---

Aku menatap rumah yang ada di hadapanku dan mencocokkannya dengan alamat yang di kirim ibu Yulita. Benar, cocok. Seorang pria paruh baya yang bertubuh cungkring membuka pintu gerbang untukku.

Aku menelan liurku dan berdecak kagum. Rumahnya begitu besar dan bertingkat 2 dengan halaman yang begitu luas.

Seorang wanita muda membuka pintu untukku dan mempersilahkan ku masuk.

" mbak Delya yah? Ibu udah cerita. Kenalkan, namaku Siti mbak. Aku asisten rumah tangga disini. Ayo duduk dulu mbak ta panggilkan nyonya dulu yah" ucap siti tanpa titik koma.

Aku mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Kalau ku taksir, ukuran ruang tamu ini sama dengan ukuran keseluruhan rumahku. Sangat besar, barangkali bisa main bola atau main kasti disini.

Ada beberapa foto yang terpajang. Mataku tertuju pada bingkai foto yang paling besar. Sepertinya itu foto keluarga ibu Yulita. Ada ibu Yulita dengan suami dan ke-lima anaknya. Mereka kompak mengenakan pakaian serba putih. Di kedua sisi foto itu ada bingkai yang lebih kecil. Foto itu berisi anak-anak ibu Yulita dengan keluarga masing-masing kecuali anak yang nomor 4 & 5.

LOVE IS LORENG ( LIL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang