*Part 7*

3.3K 204 13
                                    

Author pov

Banyak yang berkata, cinta akan tumbuh sendiri jika sering bersama. Namun itu sepertinya tak berlaku pada Ray. Tentara berpangkat Kapten itu masih tetap saja dingin pada istrinya padahal usia pernikahan mereka telah berjalan 2 bulan. Bahkan sampai saat ini mereka masih tidur di ranjang yang berbeda.

Tak ada yang berbeda dengan sikap Ray di rumah maupun di luar rumah. Ia tetap saja dingin pada Delya, namun tak ada yang menyadari itu. Kecuali ibu Yudi. Sejak tadi ia memperhatikan gerak-gerik Delya dan Ray yang tak nampak harmonis seperti pasangan lainnya. Mata bulatnya tak bergeming menatap Delya dan ia memang selalu seperti itu di tiap kesempatan.

Ray yang selalu sibuk bercengkrama dengan rekannya tak pernah menegur Delya. Hal itu tentu saja membuat ibu Yudi bersorak. Baginya itu adalah berita hot dan heboh sejagad asrama raya ini.

Di sudut lain, sepasang mata juga memperhatikan setiap gerak-gerik Delya. Namun berbeda dengan ibu Yudi, dia memperhatikan setiap inci dan detail wajah Delya. Senyum Delya yang masih sama seperti dulu, selalu menenangkan hatinya.
Dialah Danang wira kusuma, pria yang pernah mengisi hari-hari Delya selama 2 tahun lebih.

Muncul sebuah penyesalan di hatinya, mengapa dulu ia menyia-nyiakan gadis sebaik Delya. Andai saja waktu dapat di putar.

Wira seperti masih tak percaya jika yang di lihatnya benar-benar Delya, ia beberapa kali harus berdebat dengan hati dan pikirannya. Kenapa secepat itu Delya menikah? segala pertanyaan muncul di benaknya.

Andai saja Delya belum menjadi istri orang, istri Dankinya sendiri, mungkin Wira sudah berlari memeluknya. Rasa rindunya pada Delya teramat dalam. Ia tak dapat memungkiri bahwa Delya satu-satunya wanita yang sabar menghadapi dirinya. Delya dapat bertahan menunggunya saat ia harus di kirim penugasan selama 9 bulan lebih. Delya pula yang tetap setia menemaninya di masa-masa sulitnya.

Wira terus mengamati Delya, semoga tak ada rekannya yang menyadari tingkah Wira itu. Akan ada kasus baru jika ia ketahuan curi-curi pandang kepada istri Danki.

Rangkaian acara telah selesai dan sepertinya Delya pamit pulang di temani oleh sang suami. Imajinasi Wira mulai bermain, ia berpikir seandainya ia yang berdiri di samping Delya. Mata Wira tetap memperhatikan Delya sampai hilang di pandangan matanya.

"Hee... Lu gila apa lihat ibu Danki sampai segitunya?" hati Wira dagdigdug, ia ketahuan. " Apa juga gue bilang, lu bakalan nyesel nantinya," seketika Wira bernafas legah. Ternyata yang menangkap basah aksinya itu adalah Ridwan. Ridwan tau soal biduk asmara Wira dan Delya, karena Ridwan yang terlibat langsung menjodohkan mereka berdua dulunya.

"Benar kata lu, Wan. Gue benar-benar nyesel sekarang. Gue harus gimana?"

"Pake nanya lagi. Lu harus lupain dia dan move on!"

"Harus yah?"

"Kalau lu gak mau sakit hati berkepanjangan, yah harus lah." Ucap Ridwan snewen "Jangan bilang lu pengen jadi pebinor?"

"Pebinor?"

"Iya perebut bini orang. Ingat itu istri Danki, jangan coba-coba lu Wir!"

Wira mendadak terdiam. Ridwan yang bingung dengan tingkah lettingnya itu beranjak pergi. Dia gak mau ikutan jadi stress kayak Wira karena sepertinya Wira sudah menunjukkan gejala stress.

---

Delya pov

Huuffhhtt... Ternyata duduk itu juga melelahkan. Buktinya seharian ini aku cuma duduk santai, setiba di rumah badanku terasa pegal. Minum sesuatu yang segar sepertinya enak. Tapi apa? Stok minuman di kulkas sudah habis, mau jajan di luar yang jualan jauh. Apa aku minta tolong kak Ray saja, tapi sepertinya gak mungkin. Dia pasti akan menolak. Atau aku buat story di whatsapp  aja, kali aja kak Ray lihat dan dia peka.

Jariku mulai menari di layar ponsel mengetikkan kata-kata sebaik mungkin agar kak Ray tidak protes dan menyebutku anak alay yang selalu update status. Nasib punya suami batu yah gini rasanya.

"Semoga kak Ray peka ya Allah." Batinku.

5 menit berlalu

Belum ada notif bahwa kak Ray melihat dan membaca storyku itu.

10 menit berlalu

Arrgghh sudahlah  kak Ray memang batu, gak peka, manusia robot. Dia gak tau apa kalau aku benar-benar pengen minum yang segar-segar. Es kelapa misalnya atau es dawet, yang jelas ada es-esnya gitu (ala-ala iklan air mineral). qiqiqi.

Tok tok tok
Aduh siapa pula yang bertamu di saat seperti ini, aku sedang gak mod menerima tamu.

Ku lihat sekilas dari jendela, tamuku ini om tentara.

" yah ada apa om..... " lidahku langsung keluh begitu melihat siapa yang berdiri di hadapanku. Wira berdiri tepat di depanku sambil menenteg sebuah kantong kresek kecil.

" ini bu, aku mau nganterin es dawet buat ibu " Wira menyodorkan kantong yang berisi 2 bungkus es dawet. Aku mengernyitkan dahi, kok dia tau kalau aku sedang ngiler dengan es ini. " tadi aku lihat story whatsappnya ibu" jelasnya. Aku baru ingat jika aku masih menyimpan kontak Wira. Lagipula tak ada alasan untuk menghapusnya. Setidaknya kami masih bisa berteman dengan baik. Ets, teman baik?

" ini harganya berapa om?"

"Gak usah bu. Aku ikhlas kok"

"Ehmm. Kalau gitu makasih om " aku meraih daun pintu hendak menutupnya

" Delya tunggu. " aku tak jadi menutup pintu, menunggu apa yang hendak di katakan Wira. " walaupun kamu sudah bersama orang lain, tapi kamu harus tau Del. Aku akan tetap selalu ada untukmu " Wira balik badan dan beranjak pergi tanpa menoleh ke arahku lagi. Badanku serasa keluh dan aku berdiri mematung menatap kepergian Wira. Aku tak habis pikir dengan ucapannya barusan, apa dia sadar dengan ucapannya itu.

Hatiku bergetar saat Wira mengatakan itu tadi. Tak bisa ku pungkiri jika di hatiku masih ada nama Wira walaupun sedikit. Meskipun aku tak mendapat cinta suamiku, tapi aku tak ingin menghianatinya.

"Bundaaa" sepertinya itu teriakan Daffa, aku sangat mengenali suaranya. Benar tak lama kemudian ia masuk bersama ayahnya. 

"Daffa datang bersama siapa kak?" Aku celingukan tapi tak mendapati siapa pun kecuali mereka berdua.

" Daffa di antar supir, katanya dia nangis minta di antar kesini" jelas kak Ray.

"Ia bunda, tadi aku nangis. Aku kangen bunda" Daffa menggelayut mesra padaku. Uhmmn manisnya anak ini, sangat berbeda dengan ayahnya.

" beli es dawet dimana?" Telisik kak Ray.  Duuhh bagaimana ini, aku harus jujur atau berbohong? Bagaimana jika kak Ray curiga.

"Tadi di belikan sama o..." aku terbata tak tau harus berkata jujur atau tidak.

"Bunda, Daffa mau makan nasi goreng buatan bunda, pakai sossis dan udang."
Daffa menarik tanganku menuju dapur. Huuuffhh, aku bisa sedikit bernapas lega saat ini karena Daffa, dia menyelamatkanku. Tapi tetap saja, aku merasa terbebani jika tak mengatakan sesungguhnya pada kak Ray.

---

--Bersambung

Maaf baru up sekarang, hp yg saya pakai kemarin2 buat buka wattpad bermasalah.

nb: yang mau cerpen online "Senyum yang tak retak" masih dengan tema militer
Only 23k
bisa hubungi saya di WA 085299470661 😊

LOVE IS LORENG ( LIL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang