2

105 30 23
                                    

ya, begitulah.

"Hai Sunhee!"

"Sunhee, drop skincare-mu, dong!"

"Sunhee hari ini pulang bareng aku ya!"

"Sunhee, jadilah pacarku, ya?"

Sunhee, Sunhee, Sunhee. Mila sudah terbiasa menjadi nyamuk saat sedang berjalan berdua dengan sahabatnya itu.

Kim Sunhee. Sahabat baik Mila yang merupakan keturunan asli Korea Selatan. Ia berparas sangat cantik dengan wajah kecil dan tubuh semampai. Jangan lupakan rambut hitamnya yang tebal dan terurai hingga pinggangnya.

Gadis itu layaknya seorang putri sekolah. Kalau Mila terlahir sebagai lelaki, pasti ia akan mengencani Sunhee. Siapa juga yang akan menolak? Perempuan cantik dan pintar. Yang menolak Sunhee pasti buta atau gila.

Mila dan Sunhee bersahabat sejak sekolah menengah pertama. Sunhee sangat bergantung pada Minso. Kemana-mana minta diantar, apa-apa minta pendapat Mila, dan Mila senang karena dirinya merasa dibutuhkan oleh orang lain. Mila dan Sunhee, seperti simbiosis mutualisme.

Tentu saja Mila tidak menumpang tenar karena mempunyai sahabat seperti Sunhee yang dikenal semua orang. Tenang, Mila tidak haus akan pengakuan dan ketenaran.

Namun, meski mereka sedekat nadi, Mila memiliki rahasia yang tidak Sunhee ketahui.

Setengah jalan lagi untuk menuju kantin. Jam istirahat kelas 12C diundur karena dipakai pelajaran bahasa Inggris, sehingga kini lorong sekolah sepi karena kelas lain sudah memulai pelajaran selanjutnya.

Saat melewati kelas 12A yang ternyata juga sedang jam kosong, Mila melihat Naje keluar kelas lewat ekor matanya. Lelaki itu berjalan menuju rak sepatu.

Terserah, anggap saja lelaki itu tidak ada. Mila tidak peduli.

"Sunhee... kau harus belikan aku susu moka! Hanya itu bayaran yang setimpal karena kemarin kau membiarkan aku kesepian," rayu Mila. Hanya bercanda sebenarnya. Tapi siapa tahu Sunhee betulan membelikannya susu moka.

"Iya, aku belikan."

"EH, SERIUS?! TERIMA KASIH SUNHEE, TUHAN PASTI SAYANG PADAMU," sorak Mila girang.

"Sst! Pelankan suaramu! Iya, aku serius. Empat ribu kan harganya?"

Mila mengangguk antusias sampai lehernya sakit dan rambut kucir kudanya melambai kesana kemari.

Tetapi kemudian gadis itu diam saat melihat pantulan bayangan Naje dari mading kaca di belokan ke kantin sekolah. Lelaki itu sedang berjalan sendirian di belakang mereka. Cukup dekat.

sunyi senyap—

Kantin sekolah elit SMA Agape dianugerahi pemandangan indah berupa danau biru yang membentang luas sejauh mata memandang. Antara kantin dan danau, hanya dibatasi oleh bentangan pagar kokoh setinggi 1,3 meter. Walaupun hanya sebuah kantin, bagian ini cukup menjadi daya tarik para remaja untuk melanjutkan sekolah di SMA ini.

"Ini uangnya. Aku mau ke gerai mi instan." Sunhee menyodorkan uang pecahan lima ribu rupiah sebelum berbelok ke gerai mi.

Mila menerima uang itu di kepalan tangannya. Ia memerhatikan Sunhee berjalan ke gerai mi. Batang hidung Ikhsan terlihat disana.

"Cih," gumam Mila sambil menuju gerai minuman. Gadis itu masih dongkol pada tetangga depan rumahnya itu.

Gerai minuman kosong melompong. Hanya ada sepasang suami istri yang memang menjaga gerai tersebut.

sunyi; senyap.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang