epilog

72 13 16
                                    

akhir dari semua keheningan, kesunyi senyapan

"Mimi... tidak suka sama Nana?"

Ucapan dengan nada sedih itu keluar begitu saja dari mulut lelaki jangkung itu. Barusan, Mila mendapat kejutan paling hebat sepanjang delapan belas tahun ia hidup.

Naje menyatakan perasaannya kepada gadis itu. Bahwa selama ini, ia menyukai Mila, dan tidak bisa berpaling kepada gadis lain, sekeras apapun ia mencoba.

Namra Somila tersenyum, berusaha tenang ketika jantungnya berdegup sangat kencang.

"Makasih Nana, sudah jadi lelaki hebat yang mau menyukai gadis ini selama bertahun-tahun. Nana keren banget. Nana, baik banget..."

Naje Bumintara menatap wajah dengan pipi berisi itu lekat-lekat. Ia memperhatikan setiap kedipan mata Mila, dan setiap bulir keringat yang keluar dari dahinya.

"Aku juga suka banget sama Nana. Bahkan, aku mulai menyukaimu ketika aku sedang hilang ingatan. Ketika aku pertama kali melihat Nana saat masa pengenalan di SMA. Sejak itu, aku selalu suka senyum Nana, selalu suka bulu mata Nana yang lentik, selalu suka Nana yang sedang mengambil foto, bermain biola, dan setiap detik di hidupku yang dihiasi oleh Nana."

Pipi Naje Bumintara berhasil dibuat bersemu oleh gadis itu. Lelaki itu mengelap keringat yang bercucuran di dahi Mila, dengan lembut.

Mila berdeham, pipinya semerah tomat.

"Tapi... aku tidak mau mengikat siapapun. Kalau nanti kau suka gadis lain bagaimana? Kalau nanti kau bosan padaku, bagaimana? Selama ini aku selalu tidak pernah berharap kau balas menyukaiku, karena kau selalu dikelilingi gadis-gadis cantik, bagaikan seekor lebah di antara hamparan bunga... makanya, lebih baik kita tidak terikat dalam sebuah hubungan."

Lelaki itu mendadak bagaikan pohon yang layu ketika Mila kata-kata itu keluar sangat lancar dari bibir Mila.

Padahal, Naje sudah menunggu momen ini bertahun-tahun lamanya. Padahal, Naje sangat ingin menjadikan gadis itu sebagai miliknya.

"Mimi tidak mau pacaran sama Nana, tidak masalah. Nana akan menunggu disini... lalu melamar Mimi. Nana akan buktikan kalau cinta pertama tidak pernah usai." ucap Naje lesu namun penuh tekad.

Hati Mila tersentuh. Baru pertama kali ia melihat Naje seputus asa ini. Lelaki itu bahkan terus menerus menunduk, memandang ujung sepatu mereka berdua yang saling berhadapan.

"Aku tidak yakin... memang bisa ya, mencintai selama itu? Aku tidak cantik, kata Echan aku gadis bergajul..."

Naje mengangkat pandangannya. Tenggorokannya tercekat. Lelaki itu bertanya-tanya harus bagaimana lagi untuk meyakinkan Mila bahwa ia benar-benar menginginkan Mila sebagai miliknya. Bertahun-tahun lamanya, Naje hidup seperti itu.

Gadis itu terkekeh karena melihat reaksi Naje yang menyerupai anak ayam ditinggal induknya. Sebenarnya, gadis itu hanya ingin menggodanya. Ia ketagihan melihat ekspresi merajuk milik lelaki jangkung itu.

Mila mengeluarkan secarik kertas dari kantung celana Adidas yang ia kenakan. Gadis itu menelusupkannya ke jaket hitam Adidas yang dikenakan Naje.

"Apa itu?"

Gadis itu terkekeh lagi, lalu tersenyum lebar. Senyum gadis itu sangat manis. Sangat. Hanya saja ia tidak menyadarinya. Senyumannya membuat Naje terpana.

sunyi; senyap.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang