Chapter IX

2.2K 145 6
                                    

Pagi datang, membangunkan sosok Yuri terlebih dahulu.

Matanya bengkak, benar-benar bengkak, membuatnya terlihat kacau. Kyuhyun terbangun tepat setelah Yuri duduk di atas tempat tidur. Ia menghampiri wanita yang tertidur di kamar tidurnya itu, setelah semalaman mengalah dengan tidur di sofa ruang tamu.

"Minumlah terlebih dahulu." ucap Kyuhyun cepat sembari menyodorkan segelas air mineral yang berada di atas meja kepada Yuri. Wanita itu meneguknya sedikit dan juga perlahan sebelum kembali menyerahkannya kepada Kyuhyun yang duduk di tepi kasur empuk itu. Senyum Kyuhyun terlihat sedikit di wajahnya.

"Eomma sudah menebar abunya di laut pukul lima pagi tadi. Ini saatnya kita bersatu, lebih kuat lagi, mengikhlaskan kepergian Minyoung."

Ucapan Kyuhyun itu membuat mata Yuri kembali tergenang oleh air mata. "Kemarilah." pinta Kyuhyun. Yuri langsung memeluk pria itu erat dan menangis di sana. Senyum manis yang biasanya tergambar di wajah cantiknya itu kini pudar. "Aku belum sempat mendengarnya memanggilku eomma, Kyuhyun. Kenapa?" tanyanya di sela-sela tangisannya.

Tangan kanan Kyuhyun mengusap punggung wanita itu lembut, sesekali menepuknya, agar dapat menenangkan kesedihan hatinya. "Semua itu karena aku tidak mempercayaimu, sehingga kau tidak dapat melihat putrimu sendiri selama ini. Maafkan aku, Yuri." bisik Kyuhyun penuh dosa.

Yuri tak bergeming setelah itu. Ia tak bergerak atau menangis sama sekali. Kyuhyun menolehkn kepalanya, berusaha melihat Yuri yang kini matanya terpejam lagi. Maka dengan hati-hati, Kyuhyun membaringkan Yuri lagi ke atas kasur, menyelimutinya.

###

"Bagaimana kondisinya?" tanya Leeteuk melalui sambungan video call.

Kyuhyun tersenyum tipis. "Abunya sudah ditebar di laut oleh ibuku. Aku sudah mengikhlaskan kepergian Minyoung. Hanya saja.."

"Kau mengkhawatirkan Yuri, bukan? Beri tahu kami apa yang terjadi dengannya?" tanya Leeteuk. Kyuhyun menghela napasnya, berusaha mencari kata-kata yang pas untuk mendeskripsikan keadaan Yuri saat ini. "Dia cukup kacau dan tertekan mendengarnya. Aku yakin Yuri sudah mengikhlaskannya, namun ia butuh banyak dorongan untuk mengembalikan semangat hidupnya yang hilang." jawab Kyuhyun.

"Kondisinya memprihatinkan." sambung pria itu.

Miseul dan Yoonjin mengangguk paham mendengar jawaban Kyuhyun. "Sedang apa Yuri sekarang? Apakah dia sudah kembali ke apartemennya?" tanya Donghae. Kyuhyun menggelengkan kepalanya. "Ibuku memintanya untuk tinggal disini selama satu bulan lamanya, mempermudah jika dia membutuhkan bantuan. Dia sedang tidur." jawab Kyuhyun.

Suara pintu kamar ditutup terdengar, membuat Kyuhyun yang duduk di meja makan menoleh ke belakang. Baik kamera laptop maupun Kyuhyun sendiri menangkap sosok Yuri yang pucat itu keluar dari kamarnya.

"Yuri, kau sudah bangun?" tanya Kyuhyun. "Sebentar." bisik pria itu ke laptopnya sebelum berlari kecil menghampiri mantan istrinya yang meneguk segelas air di dapur. Semua tertangkap jelas di kamera laptop, sehingga seluruh kru menonton kejadian selanjutnya.

"Kalau kau butuh minum, kau harusnya memanggilku. Aku akan membawakannya ke kamar untukmu." kata Kyuhyun. Yuri yang lesu itu menggelengkan kepalanya. "Aku bisa melakukannya sendiri. Aku tidak mau merepotkanmu, Kyuhyun." jawab Yuri pelan. Pria itu menggelengkan kepalanya dan mengambil gelas di tangan Yuri, mengisinya penuh.

Ia lalu menoleh ke arah Yuri yang bersandar pada tembok, memperhatikan Kyuhyun menuangkan air ke gelas itu. "Wajahmu pucat, kau baik-baik saja?" tanya Kyuhyun mulai khawatir. Yuri menggelengkan kepalanya. "Aku.. merasakan mual yang sangat dan.."

"Dan apa?"

"Pusing.."

Setelah mengatakan pusing, Yuri jatuh ke arah Kyuhyun, yang langsung meletakkan gelas itu dan menahan tubuhnya dengan memegang kedua pundak wanita itu.

"Kyuhyun, apa yang terjadi dengannya?" tanya Miseul dengan suaranya yang cukup keras dari laptop yang belum dimatikan. Pria itu menoleh ke arah laptopnya dan menggelengkan kepalanya, tidak tahu. "Coba kau periksa suhu tubuhnya!" ucap Leeteuk.

Kyuhyun menempelkan punggung tangannya di dahi dan leher Yuri sebelum kembali menatap layar laptopnya cemas. "Dia demam tinggi. Namun kedua tangannya begitu dingin, seperti baru saja direndam di air es." kata Kyuhyun. "Baringkan Yuri di atas kasur dan uruslah dia, Kyuhyun. Kita akan mematikan sambungan telepon ini."

Hanya begitu saja, sambungan lalu terputus. Kyuhyun membawa Yuri kembali ke kamar dan membaringkannya di kasur. Matanya terbuka perlahan, namun suaranya bergetar dan sangat kecil.

"Kyuhyun.."

"Diamlah dan istirahatlah. Aku akan mengganti pakaianmu yang tipis ini. Kau demam." ucap Kyuhyun cepat sambil membuka kancing pakaian Yuri satu persatu dan membukanya, memakaikan piyama yang tebal dan panjang. Bahkan Kyuhyun memakaikan kaus kaki di kedua kaki Yuri dan menyelimutinya.

Handuk kecil yang sudah direndam di air itu kini mengompres wanita itu. "Kau harus ingat, Minyoung tidak akan suka melihatmu seperti ini terus jadi semangatlah dan tersenyumlah." Kyuhyun mengecup kening wanita itu lembut. Yuri mengangguk pelan.

Dengan penuh perhatian terhadap mantan istrinya, Kyuhyun memijat tangan dan kaki Yuri yang dingin, namun bagian tubuh lainnya terasa begitu panas. "Kita diperintahkan untuk libur selama kurang lebih sebulan oleh Hitomi. Katanya sebagai wujud duka dari maskapai. Eomma melarangku membiarkanmu pulang." kata Kyuhyun.

"Kenapa?"

"Karena kalau demam seperti ini saja kau sudah tidak bisa berdiri, bagaimana kau mau hidup sendiri?" tanya Kyuhyun, membuat Yuri terdiam. Yuri tersenyum canggung lalu segera memejamkan matanya ketika Kyuhyun menyelimuti tubuhnya. "Aku akan membeli obat demam setelah ini, jadi istirahatlah terus. Kau akan membutuhkannya." ujar Kyuhyun.

  Pria itu segera berdiri, ingin pergi membelikan obat namun tangan mungil Yuri langsung memegang tangannya erat, tak membiarkan pria itu melangkah lebih jauh menuju pintu. Ia hanya bisa diam, berdiri di tempat yang sama, menoleh ke arah sang mantan istri.

  "Kau ingin sesuatu?" tanya Kyuhyun lembut.

  Kepala Yuri mengangguk. Kyuhyun kembali duduk disamping tempat tidur itu dan bertanya, "Apa yang kau inginkan, Yuri?". Senyum mengembang terlihat jelas di wajahnya.

  "Kau. Menemaniku."

  Senyuman Kyuhyun semakin mengembang mendengarnya. Ia mengangguk kecil lalu menggenggam tangan kanan Yuri hingga wanita itu tertidur pulas. Begitu dingin kedua tangannya, namun sejujurnya wanita itu demam dengan suhu di dahi dan lehernya yang panas.

  Setelah Yuri tertidur pulas, Kyuhyun meninggalkan kamar tersebut dan meraih ponsel pintarnya, menghubungi krunya.

  "Jadi, bagaimana?" tanya Leeteuk dalam sambungan video call itu. Tak lama, semua kru kembali menunjukkan wajah mereka di layar ponsel tersebut, penasaran.

  "Yuri baru saja tertidur. Aku mengukur suhu tubuhnya... 39 derajat. Sangat tinggi." jawab Kyuhyun. "Tidakkah kau membawanya ke rumah sakit?" tanya Miseul. Kyuhyun menggelengkan kepalanya.

  "Dulu, saat aku dan dia masih menikah, hal seperti ini kerap terjadi saat pikirannya terguncang. Dia akan pulih dalam waktu singkat." Kyuhyun menjelaskan.

  Seluruh kru mengangguk mendengarnya.

  "Kau benar-benar akan cuti sebulan?"

to be continued.

NothingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang