FOUR

1.2K 99 10
                                    

Music: If I Let You Go




Rumah di kawasan elit Surabaya cukup sepi saat ini, masih jam kerja kebanyakan pemilik rumah sedang mengurus bisnis, pergi keluar kota, atau mengantar anak mereka sekolah.  Elfira mengamati rumah megah di depannya. Jam masih menunjukkan pukul sebelas, Eva belum pulang. Dia ingin menemui adiknya terlebih dahulu atau pamit dengan budhenya sebelum pergi dari penglihatan Rama. Dia tidak membenci Rama, Elfira hanya kecewa. Elfira masih mencintai Rama tentu saja. Sedikit menenangkan diri sepertinya perlu, membiarikannya berpikir sejenak untuk dibawa kemana pernikahan penuh misteri ini.

Elfira sudah beberapa kali menelpon rumah budhe atau menghubungi budhenya melalui nomor pribadi tidak ada jawaban.

"Hallo mbak!"

'Iya Fir. Ada apa?'

"Rumah kok sepi?"

'Oh, aku sama ibu keluar kota, Fir. Eva sendiri di rumah tapi kayaknya belum pulang ya?'

"Oh ya udah aku tunggu Eva aja mbak. Bentar lagi juga balik. Salam buat budhe."

'Oke aku sampaikan nanti buat Bu Ratri.' Kunthi menutup telepon dari Elfira.

Fira memilih pindah duduk di bangku belakang, sedikit lebih luas daripada bagian kursi kemudi. Netra Fira tak sengaja melirik tas yang sudah berada di dalam mobilnya. Tas pemberian ibu mertuanya, ah bukan Ibu Ema mungkin akan menjadi mantan mertua. Tas berwarna hitam yang dibelikan ibu Rama beberapa hari lalu, haruskah Fira mengembalikan semua yang berhubungan dengan Rama? Rasanya menyesak di dada.

Posisi duduknya dirubah kembali, menghadap arah depan. Pandangan Fira terpaku pada sebuah foto yang berada di depan kursi kemudi. Foto pernikahannya dengan Rama. Berbaju putih bersih yang melambangkan kesucian, kesucian yang sudah dijatuhkan tinta di atas kertas. Kesucian yang dirusak oleh Rama.

"Sulit banget ya buat cinta sama aku, Ram?" Tanyanya entah pada siapa. Air matanya mengalir. Segera dihapusnya setelah ada pengemudi sepeda motor mendekati rumah budhenya. Eva terbiasa ke sekolah naik ojol sekarang, jarak sekolah ke rumah budhe cukup jauh. Ibu Ratri tak mungkin membiarkan keponakannya naik motor sebelum benar-benar memiliki izin tertulis dari pemerintah.

"Loh, Mbak Fira?. Udah lama?"

"Lumayan, kok sudah pulang?"

"Gimana sih mbak? Inikan Sabtu, Eva cuma kegiatan ekstra kalau Sabtu."

Elfira tersenyum, masalah dengan Rama membuatnya melupakan segalanya.

"Aku bukain gerbang, mobilnya dimasukin aja mbak. Budhe juga masih lama di Singapur nya."

"Loh, kata mbak Kunthi ke luar kota."

"Ya rahasia sih, budhe kan sering check up kesehatan kesana. Kalau keluar kota aja Eva juga ikut, izin sama sekolah. Lagian kalau budhe gak kambuh kenapa juga kesana."

Benar juga, budhenya tidak mungkin meninggalkan Eva sendiri jika tidak ada acara yang penting.

"Mbak udah makan? Kita masak sop aja ya mbak."

"Ih kamu udah bisa masak sekarang?"

"Kan aku sering masak bantuin mbak Kunthi kalau lagi gak sekolah. Ini ada wortel sama bakso di kulkas." Kata Eva sambil mengeluarkan wortel dan bakso.

"Ih ada apel juga. Mbak mau dong, dek."

Eva membawakan apel ke hadapan kakaknya. "Aku aja deh yang masak. Mbak duduk aja dan coba masakan aku. Lauknya keripik tempe di toples itu aja ya."

"Iya, syantik. Ih lama-lama mirip budhe yang suka keripik tempe."

"Mbak nanti tidur sini?"

"Iya kayaknya."

ElfiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang