EIGHT

3.4K 187 6
                                    

Music: Bagaikan Langit


"Udah lima bulan juga masih mual ya?" Kata Novita yang menunggui Elfira di depan kamar mandi.

"Gak tahu, anakku kayaknya masih gak suka bau nasi."

"Ya Alloh, dek. Mamamu itu usahanya katering lo sekarang. Ya nasi juga yang diulek-ulek." Nasihat Novita untuk calon keponakannya, dirinya sengaja sedikit menunduk ke arah perut Elfira yang buncit.

"Iya Tante."

"Huh, pesanan lumayan banyak. Mana Bu Joko gak ada."

Bu Joko adalah tetangga Elfira, seorang pensiunan guru dan janda. Biasanya Bu Joko ikut membantu memasak dan memberikan komentar untuk masakan Elfira apakah sudah pas dengan lidah orang Tulungagung atau belum. Kalau weekend begini biasanya Bu Joko pergi ke rumah anaknya, menghabiskan waktu bersama cucunya.

"Kita pesan taksi online aja deh nanti. Gak bakal keburu kalau kita antar semua."

Hari ini ada 30 pesanan untuk kantor yang sedang rapat, 20 pesanan nasi kotak untuk anak ulang tahun, 3 pesanan tumpeng ukuran sedang, dan satu tumpeng untuk ukuran besar. Cukup melelahkan jika dikerjakan bersama Novita saja.

"Yuk kerjain lagi!" Novita mengajak Elfira menghias tumpeng terlebih dahulu, tumpeng butuh perhatian ekstra karena tumpeng banyak mendapatkan perhatian dari setiap orang yang datang ke sebuah acara. Tumpeng kreasi yang lain daripada yang lain, bukan hanya warna kuning tapi ada warna merah, dan hijau pula. Semua dimasak dengan bahan-bahan alami dan tidak mengubah cita rasanya.

"Alhamdulillah selesai tumpengnya tinggal nasi kotaknya." Kata Elfira bersyukur.

Tapi, Fira sedikit berlari ke kamar mandi. Mual lagi.

"Mmk Hoek." Elfira mengeluarkan semua isi perutnya lagi. Novita memilih tetap bertahan di tempat.

"Kamu istirahat aja, Fir. Aku yang lanjutin. Tinggal packing dan nata inilah. Anakmu butuh perhatian juga itu."

"Kamu gak apa-apa?"

"Udah. Tidur aja, mumpung anakku gak rewel ini." Novita memandang anaknya yang tengah tidur di karpet bulu. Batita itu tadinya sempat berlarian ketika Tante dan ibunya memasak. Tenaganya seolah tak habis dengan mengitari seisi rumah akhirnya letih juga. Tertidur dengan sendirinya dengan televisi yang masih menyala.

"Pinter anak kamu. Ngerti kalau kita lagi repot." Fira masuk ke kamarnya.

Sepintas Elfira melihat bayangannya di cermin besar kamarnya. Perutnya makin besar dari hari ke hari, setiap hari pula dirinya selalu mengukur diameter perutnya serta mencatatnya di buku kecil.

"Ya Alloh, udah sebesar ini kamu, Nak." Kata Elfira dengan mengelus perutnya.

Ibu hamil itu duduk di tepian ranjang dan berbaring. Memiringkan tubuhnya menghadap jendela kamar, banyak yang membuatnya melamun akhir-akhir ini. Elfira merindukan Rama. Apakah suaminya memang akan menceritakannya? Setitik air mata Elfira menetes, kedatangan anak mereka ternyata tidak membuat Rama bersamanya. Menjadi wanita cengeng dan banyak menyimpan rahasia, mengatur cerita kepada para tetangga kalau dirinya adalah wanita bersuami dengan pernikahan yang normal. Pandangan seorang janda dianggap negatif, dirinya tidak mau mendapatkan hal yang tidak diinginkannya. Anaknya harus tumbuh dengan kehidupan normal dan tidak adanya gunjingan.

"Mama sayang kamu, Nak." Elfira harus menyalurkan energi positif kepada anaknya, walaupun bayangan negatif terus menghantuinya. Ketakutan yang datang dan tak bisa dicegah, Rama datang menemuinya dengan surat cerai. Surat itu, surat untuk Rama, permintaannya untuk mengulur perceraian mereka.

ElfiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang