5. Sisi Lain

447 21 0
                                    

Chelsea baru tiba didalam kelas dan dikejutkan dengan kehadiran Bagas yang sudah duduk dengan bersilang kaki di kursinya. Mengerutkan kening heran, Chelsea mendekat dan meletakkan tas-nya.

Kelas masih sepi. Tentu saja. Walaupun bel masuk pukul tuju, di jam setengah tujuh seperti sekarang para siswa akan memilih berangkat 'sebentar lagi' dan pada akhirnya memenuhi gerbang masuk setelah bel berbunyi beberapa menit setelahnya. Dan Chelsea, tidak terbiasa jika harus berangkat dengan dikejar waktu semacam itu. Bagi seseorang yang memiliki banyak kesibukan, baginya ketepatan waktu adalah yang paling penting antara apapun.

Mengeluarkan earphone dan memasangnya pada telinga, tanpa memperhatikan Bagas yang sejak tadi memasang senyum terbaiknya, Chelsea berlalu begitu saja dari hadapan pria itu.

"Chelsea!!" teriak Bagas geram.

Chelsea menoleh dengan menaikkan sebelah alis bertanda 'apa?'. Berdehem kecil, Bagas menarik dan menghembuskan nafas sebelum kembali bersuara.

"Maaf. Maksudku, selamat pagi, Nona Agatha" sapa Bagas sedang Chelsea membeliak kaget.

"Maaf karena terlambat memperkenalkan diri. Saya Bagas Rahman dari kelas sebelas IPA-4, putra keluarga Saputra yang menangani perusahaan Travelling. BRD's Corp." ucap Bagas lagi.

Paham. Chelsea mengangguk dan membalas jabatan tangan Bagas.

"Saya Agatha Chelsea dari kelas sepuluh IPA-3. Putri keluarga Terriyanto pemilik ACT Corp" jawab Chelsea. "Jadi, ada kepentingan apa sampai bertemu dengan saya seperti ini? Sebelumnya, bisa kita bicara di tempat lain?" ucap Chelsea. Raut wajahnya jelas berubah dan Bagas bisa merasakan Aura gadis berumus 16 tahun tersebut.

Mengangguk. Bagas masuk kedalam sebuah mobil berwarna maroon dengan seorang siswa dibalik kemudi. Pria itu adalah siswa yang sama yang membantu Chelsea di Ruang Kesehatan beberapa hari lalu.

"Jadi, ada informasi apa?" tanya Chelsea. Bagas baru akan bersuara, namun tangan Chelsea sudah lebih dulu menghentikannya. "Saya bertanya pada Raffi" lanjut Chelsea dan Bagas kini tahu siapa nama pria itu.

"Ini, Nona" menerima berkas dari tangan Raffi, Chelsea membaca deretan kalimat di atas map tersebut dengan sesekali mengerutkan kening.

Bagas yang tidak penasaran, hanya mengalihkan perhatian keluar jendela. Tujuannya hanya mendapat tanda tangan Chelsea. Itu saja.

"Jadi, apa kamu mau saya menandatangani berkas itu dan membatalkan penjualan perusahaan ayahmu? Apa keuntungan yang bisa saya dapat kalau saya tidak menjualnya?" ucap Chelsea tanpa basa-basi membuat Bagas berdecak kagum karena gadis itu bisa menebak keinginannya.

"Baik. Mungkin awalnya tidak akan terlihat begitu menguntungkan. Namun, kalau perusahaan itu dijual, justru hanya akan menghasilkan sedikit laba. Sedang, kalau Nona tidak jadi menjualnya dan kita bisa menghasilkan penjualan lebih lagi, laba yang didapatkan justru lebih banyak, bukan begitu?" ucap Bagas

"Itu hanya pengandaian, bukan? Dalam bisnis, segalanya disusun sistematika. Jika hanya mengandaikan dan menerka, hasilnya juga jadi angan-angan saja. Oke, bagaimana kau, tidak, maksudku perusahaan dapat menaikkan nilai penjualan?" tanya Chelsea.

Bagas berfikir keras. Ia benar-benar tidak tahu menahu soal ini. Dengan asal, akhirnya dia menjawab.

"Kami akan melakukan pembaharuan dan promo lagi (?)"

Chelsea berfikir sejenak sebelum melanjutkan, "Baik. Dalam empat hari kedepan kalau perusahaan kalian bisa mengembalikan modal perusahaan, saya akan membatalkan menjualnya" ucap Chelsea "Tapi, saya belum akan menandatangani kontrak tersebut sebelum melihat hasilnya, mengerti?" lanjutnya.

Bagas menjulurkan tangan, "Deal!"

"Tunggu! Tapi, Chelsea. Tetap saja. Diluar bisnis orang tuaku ini, aku akan ... Tetap ... Mengganggumu" kerling Bagas dan Chelsea hanya memutar bola mata malas.

Mereka keluar dari mobil mewah tersebut dan belum satu menit, Bagas sudah mengulurkan kaki sengaja menjegal Chelsea yang dengan tangkas langsung Raffi tangkap tubuh ramping gadis itu. Chelsea menatap sengit,

"Sorry, sengaja" ringis Bagas.

Bagas berjalan lebih dulu meninggalkan Chelsea yang mendesah lelah.

"Apa Nona akan membiarkannya seperti itu terus?" tanya Raffi.

"Berhenti memanggilku Nona. Kau temanku. Dan ya, biarkan saja dia selama belum keterlaluan. Dia hanya butuh perhatian" balas Chelsea.

"Ah, dialog ini kaku sekali. Jadi, Raffi, gimana kalau kita jalan-jalan ke Mall sore ini" ucap Chelsea merangkul leher Raffi dengan memberikan senyum bunny-nya.

"Tapi ... "

"No no no, ini perintah" ucap Chelsea lagi mengacak puncak kepala Raffi dan berjalan mendahuluinya. "Sampai ketemu pulang sekolah kawan!!" teriak Chelsea membelakangi Raffi sembali melambaikan tangan.

Raffi memegang rambut dan tersenyum pelan. Menyembunyikan rona wajahnya.

_

Bagas hanya tersenyum sendiri selama kelas berlangsung. Menyisakan Diffa yang mengerut heran dibuatnya.

"Lo makan apa sih Gas, pagi ini?" tanya Diffa

"Kalau dengan perusahaan bokap gue bangkrut tapi gue bisa ngelihat sisi lain Chelsea. Gue gak papa kok Dif" jawab Bagas jauh dari pertanyaan Diffa

"Maksud lo apa deh? Please, jangan ngomong bahasa alien sama gue" jawab Diffa mulai jengah.

"Chelsea itu, kalau lagi serius cantik ya?" ucap Bagas dan Diffa menganga lebar mendengarnya.

"Gas. Lo gak lagi ngomong kalau lo suka sama Chelsea kan? Ini bukan drama, sinetron apalagi novel Romance Gas, please." khawatir Diffa

Bagas meregangkan tangan setelah guru keluar.

"Tenang Dif. Gue bakalan suka sama dia cuma kalau Chelsea udah berhasil nangis dan mohon-mohon sama gue buat gak ngebully dia lagi" terang Bagas membuat Diffa mengelus dada lega.

"Lagian, lo kenapa sih khawatir banget kalau gue suka sama dia" heran Bagas.

"Karena lo gak mungkin bisa ngeraih dia"

"Maksudnya?"

"Secara materi, apa iya papa-mamanya bakalan ngijinin putri satu-satunya pacaran sama anak pemilik perusahaan kecil?" ucap Diffa menaikkan alis membuat Bagas berdehem dan sadar kenyataan. "Terus ... Apa iya kalaupun lo bilang suka sama Chelsea, dia bakalan bales perasaan lo? Karena yang gue tahu Chelsea suka sama temen sekaligus bodyguard-nya" lanjut Diffa dan Bagas mendadak teringat Raffi.

"Dan, kemudian, premis terakhir, kalaupun lo suka sama dia apa iya kalian bakalan berakhir happy ending kaya' cerita yang baru aja gue baca sedang Chelsea bakalan dijodohin sama pewaris perusahaan yang asalnya dari Australia. Dari semua premis itu, ada gak kemungkinan lo sama Chelsea bakal bersatu?" tanya Diffa santai.

Bagas mendesah keras.

"Oh! Kenapa begini nasibku wahai dewa cinta? Tunjukkan aku kebaikanmu. Aku begitu mencintainya hingga bisa keriput wajahku kalau tak bersamanya" ucap Bagas sembari merentangkan tangan dan bertingkah teramat dramatis membuat Diffa bergidik ngeri sekali lagi dengan melambai pada teman-temannya seolah menegaskan 'Dia bukan temen gue'.

Iya. Begitu saja. Bagas tidak tahu pasti apa yang sedang dirasakannya. Dia hanya suka menggoda Chelsea dan mungkin penasaran dengan sisi lain Chelsea yang lebih banyak. Yang tidak semua orang tahu. Entah kenapa Bagas bangga dengan prestasinya satu itu.

_

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang