Chelsea masuk kedalam kelas sambil bersenandung kecil dan mengerut heran mendapati bangkunya kosong. Menatap sekitar, jelas sekali teman-teman satu kelasnya entah sedang berpura-pura tidak melihat atau memilih keluar kelas enggan terlibat.
Menghela nafas, Chelsea dengan santai berjalan menuju kantor bidang akademik dan bertanya dengan sopan dimana ia bisa mendapatkan bangku karena bangku di kelasnya mendadak hilang.
Sempat terjadi perdebatan kecil, Chelsea masih dengan wajah santainya malah mengajak kepala bagian akademik untuk mengecek sendiri namun segera ditolak dan memilih menunjukkan dimana Chelsea bisa mendapatkan bangku.
Tahu kalau dia butuh bantuan, Chelsea mengetik pesan melalui ponsel dan justru mendapat gambar kalau mejanya sudah ada di kelas. Menggedikkan bahu tak peduli, dengan santai Chelsea kembali kedalam kelas.
Dari jaraknya sekarang, Chelsea bisa melihat Bagas sedang bersidekap tengah berdiri di depan pintu.
Cuek. Chelsea baru akan melewati Bagas dan segera ditahan oleh pria itu.
"Kalau punya bangku itu dijaga, properti milik sekolah loh" ucap Bagas
Chelsea hanya mengangkat dua alis dan melongokan kepala kedalam kelas. Bangkunya sudah kembali. Kini giliran Chelsea yang bersidekap.
"Lo sendiri, kenapa gak jagain otak lo yang cuma kepake secuil itu biar berguna dikit? Tanpa gue jaga bangku gue, sekolah akan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan siswanya. Lo, gak tahu hak itu ya? Pantes sih, isi kepala lo kan cuma gimana cara nyari perhatian doang" balas Chelsea dengan kalimat pedas yang membuat Bagas menggeram marah.
Pria itu menarik kerah Chelsea, "Eh! Lo jadi cewek gak usah belagu ya. Sepinter apa sampai lo berani ngehina gue?!" teriak Bagas marah membuat beberapa siswa mengalihkan perhatian kearah mereka dengan bergidik ngeri.
"Lo juga jadi cowok gak usah banci lah! Main kasar sama cewek. Ayo, di arena kalau mau tanding. Jangan disini" balas Chelsea masih dengan tenang.
Melepas kerah seragam Chelsea dengan kasar, Bagas menggertakkan giginya.
"Lihat aja! Seberapa lama lo bisa bertahan" desis Bagas dan diangguki dengan santai oleh Chelsea.
Sebetulnya Chelsea tidak mau berurusan dengan hal-hal tidak penting semacam itu. Terlibat dengan pria dan berkelahi di sekolah? Jelas bukan kelas seorang Chelsea. Keluarga bangsawannya tidak mengajarkan hal semacam itu.
Namun, berinteraksi langsung dengan orang-orang dari berbagai level dan kelas jelas membuat Chelsea harus menahan diri mati-matian.
Sedang Chelsea yang sudah melenggang masuk kedalam kelas dengan santai, Bagas tengah uring-uringan dan berakhir dengan memarahi seorang adik kelas yang memberinya kue cokelat.
"Lo pikir, gue ini cuma seharga kue seratus ribu?! Gak tahu diri banget lo ngasih gue ginian!" teriak Bagas membuat si pemberi beringsut mundur.
"Buang!!" teriak Bagas lagi dan si gadis pembawa kue cokelat hanya menangis sembari meninggalkan kelas Bagas.
"Kenapa sih Gas? Pagi-pagi udah naik darah. Cepet keriput, sukurin lo" ucap Diffa
"Si Chelsea, Chelsea itu sumpah nyebelin banget. Kenapa sih dia selalu bawa-bawa otak kalau nyerang gue? Mentang-mentang dia lebih pinter dari gue?! Pengen gue pukul tapi dia cewek! Ah Shitt!!" gemas Bagas.
"Gas, lo sadar gak? Ini kali pertama lo peduli sama sesuatu" ungkap Diffa
"Maksud lo?" heran Bagas.
"Iya. Dulu, kalau lo mau bully orang terus dia kelihatan susah dan tipikal siswa yang gak mau tahu, lo bakalan mundur dan nyari korban lain. Tapi, sama Chelsea lo semangat banget dan justru makin terpancing untuk terus ngerjain dia. Apa lo tertarik sama Chelsea?" ucap Diffa.
"Gue? Tertarik sama Chelsea? Yang ada dia yang suka gue." sangkal Bagas namun perasaannya mendadak gelisah karena pernyataan Diffa.
Diffa hanya menaikkan sebelah alis dan mengajak Bagas berganti pakaian olahraga karena bel masuk sekolah sudah berbunyi dan pelajaran pertama mereka hari ini adalah olahraga.
Masuk ke lapangan, guru olahraga segera memberi intruksi agar semua siswa belajar mendriblle dan memasukkan bola dalam ring. Bagi para siswa apalagi yang tergabung dalam tim basket, hal itu mudah dilakukan, namun bagi mereka yang bahkan menyentuh bola basket hanya saat olahraga, jelas hal itu adalah sebuah tekanan.
Selesai melakukan yang diminta guru, waktu yang masih tersisa setengah jam digunakan anak lelaki untuk bermain basket sedang para perempuan memilih kembali ke kelas untuk mengganti baju dan memoles make up di wajah agar tidak terlihat kusut.
Bagas sedang mengatur nafas di pinggir lapangan ketika sebuah teriakan menggema pada indera pendengarannya.
Menoleh, Bagas menemukan tumbukan kardus hendak mengenainya, namun secepat kilat seseorang lebih dulu melindunginya dan berhasil menjadikan punggungnya menajadi tameng hingga Bagas tidak jadi terkena kardus yang berisi peralatan laboratorium.
Mereka yang menonton kejadian itu berjerit ngeri takut salah satu benda bisa saja melukai punggung orang tersebut. Setelah beberapa menit menegangkan, Bagas baru bisa melihat dengan jelas kalau yang menolongnya adalah Chelsea.
Sedang Bagas cukup terkejut, Chelsea segera bangkit setelah memastikan Bagas selamat. Bagas juga bisa melihat punggung hingga siku tangan Chelsea tergores dan mengeluarkan darah.
Namun belum sempat Bagas bersuara, Chelsea justru sibuk membantu bapak tukang membereskan beberapa benda yang pecah karena terjatuh dan juga menepuk pelan bahu kedua siswa yang menyesal karena sudah menyebabkan keributan.
Selesai, Chelsea bangkit dan berjalan melewati orang-orang untuk menuju ruang kesehatan.
Bagas yang masih cukup terkejut bahkan mengabaikan teriakan panik Diffa.
"Gue gak papa Dif" jawab Bagas akhirnya dan segera bangkit menyusul Chelsea.
Mencari di ruang kesehatan, Bagas menemukan ruangan kosong. Meneliti satu persatu kamar yang ada, Bagas menemukan Chelsea dan seorang pria yang sedang mengobati luka gadis itu.
Bagas diam di tempatnya, sampai ia tidak sengaja mendengar percakapan keduanya.
"Nona harus berhenti terlibat dengan hal-hal seperti ini. Apalagi Bagas. Dia itu mengganggu dan meladeninya hanya akan membuat nona terluka"
"Aku minta maaf kalau sudah membuatmu khawatir, tapi aku juga tidak bisa untuk tidak terlibat karena siswa itu tidak mau berhenti. Lagipula, kalau aku melihatnya, sebenarnya dia hanya butuh sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya. Walaupun hal itu justru menjadi sebuah kebiasaan buruk." desah Chelsea.
"Karena itu, nona. Cukup. Dan berhenti. Apa nona mau pindah saja dan melanjutkan study di Australia bersama Tuan muda Troy?"
"Tidak. Tidak. Aku ingin disini saja. Jangan khawatir dan jangan katakan apapun pada mama. Aku tidak ingin berakhir di Paris" ucap Chelsea lagi.
Bagas yang mendengar itu hanya mengerutkan kening heran, bertanya-tanya tentang siapa Agatha Chelsea hingga dipanggil nona oleh siswa lain. Dan kenapa mereka bicara luar negeri seolah biaya dan jarak kesana seperti Jakarta-Bogor.
"Ada apa?" tanya Chelsea membuat Bagas terkejut bukan main melihat Chelsea sudah berdiri di sampingnya.
Mati gue! Ketahuan nguping!
_

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT
Fiksi PenggemarSUDAH DI TERBITKAN "Tukang bully kaya lo ngarep happy ending? pacaran sama kuah bakso sana!!" -Chelsea "Mending kuah bakso, dibanding pacaran sama cewek lampir macam lo!!"-Bagas intinya, Bagas itu tukang bully yang punya cita-cita bisa ngebully Chel...