10. Serius?

351 22 4
                                    

'Chel, gue suka sama lo'

Sudah sejak tadi, Chelsea hanya membolak-balikkan tubuh tanpa bisa memejamkan mata.

"Oh ayolah!! Ini bukan gue! Seorang Agatha Chelsea mendadak jadi alay cuma gara-gara ada yang bilang suka? Chelsea! Sadar! Wake up, girl!" monolog Chelsea dengan dirinya sendiri sambil menepuk pelan wajahnya.

Mengambil ponsel, Chelsea mengetik sebuah pesan kepada seorang pria yang diberi nama 'es batu' tersebut.

Cukup lama dan belum ada balasan, Chelsea kembali uring-uringan sendiri dan akhirnya memilih membaca buku hingga terlelap dengan sendirinya.

Tapi, sayangnya. Hingga Chelsea tidur dan terbangun di pagi hari, masih tidak ada balasan dari 'es batu' dan sebenarnya, percakapan di dalamnya, hanya ada pesan Chelsea, hanya Chelsea. Bahkan ratusan panggilan masuk atau panggilan keluar.

_

"Woey!! Gas!! Gue punya info baru nih!" teriak Diffa di ambang pintu kelas membuat teman sekelasnya melotot sebal sedang Bagas hanya menelungkupkan wajah malu.

"Lo bisa gak sih, gak usah pake teriak!" gerutu Bagas ketika Diffa sampai di kursi mereka.

"Soalnya, kabar ini bombastis banget!! Ngelebihin idol hitam-merah jambu yang lagi hot!!" heboh Diffa

"Hitam-merah jambu?" bingung Diffa.

"Elah! Itu nama grup idol pacar gue, si Lisa Blackpink" jelas Diffa dan Bagas menjitak keras kepala Diffa.

"Yuks! Boy, dedek kasih informasi luhar biasahhh"

Dan ketika Diffa berekspresi semacam itu, Bagas bergegas pergi. Enggan berurusan dengan mahluk aneh yang ia sebut teman itu.

Diffa keluar kelas mengejar Bagas dengan gaya kemayu-nya membuat beberapa teman sekelasnya bergidik ngeri atau tertawa terpingkal.

Kadang Bagas malu sekali harus mengakui Diffa sebagai temannya. Seolah wajah rupawan Diffa hanya menjadi topeng kalau dibalik itu semua ada Diffa yang cerewet, rempong dan persis kaya anak gadis yang lagi datang bulan. Sayangnya, wajah 'terlalu imut' denhan lesung pipi pada pria itu membuat Diffa di kagumi para guru. Ya! Kalau Bagas memenangkan hampir separuh hati para siswi SMAN 3, maka Diffa berhasil memenangkan hati sebagian besar para guru termasuk kepala sekolah. Dan, Bagas memaklumi itu, karena Diffa memang cerdas. Oke, cerdas. Bukan pintar lagi. Bahkan cita-cita pria itu adalah menjadi seorang detektif dan tergabung dengan organisasi terbesar di Amerika, CIA.

Yah! Kadang oranglain menganggap mimpi Diffa sebagai siswa kelas sebelas SMA terlalu aneh dan berlebihan. Tapi, bagi Bagas yang sudah berteman dengan Diffa sejak pakai popok, Bagas tahu kalau sahabatnya akan berhasil mewujudkan impiannya suatu saat nanti.

Karena itu juga, Bagas selalu mengandalkan Diffa untuk mencari informasi apapun terkait korban-korban bully-annya.

Berhenti di parkiran terakhir, Bagas duduk di salah satu sepeda motor. Memilih tempat itu, karena letak parkiran tersebut berada di antara ruang praktik Menjahit dan Memasak. Sepi. Tidak akan ada siswa disana kecuali sedang menjalankan Ekstrakurikuler.

"Jadi apa, informasinya?" tanya Bagas dengan bersedekap.

"Lo nembak Chelsea empat hari lalu dan dia gak jawab apapun selain ngusir lo dari rumahnya. Terus, sampai hari ini lo gak berani ketemu Chelsea dan Chelsea juga gak pernah nampak dimanapun sudut sekolah ini. Am I right, Sir?" ucap Diffa santai membuat Bagas berdecak sebal.

Dia sudah berjalan sejauh ini dan hanya mendapat cibiran dari Diffa? Sangat tidak adil.

"Tapi ... Informasi utamanya bukan itu" senyum miring Diffa dan membuat Bagas menaikkan sebelah alis, penasaran.

"Gue pernah bilang sama lo, kalau kemungkinan Chelsea bisa lo dapetin sangat kecil karena dia udah suka sama Bodyguard-nya sendiri. Lo inget?" tanya Diffa dan Bagas kembali memutar informasi yang Diffa berikan waktu itu ( *baca di episode 5-Sisi Lain)

Mengangguk, Bagas membiarkan Diffa melanjutkan kalimatnya.

"Ternyata, orang yang Chelsea suka itu, sudah meninggal"

"Maksud lo?" kali ini Bagas memotong pernyataan Diffa dengan tidak sabar.

"Yap! Namanya Gabriel. Dia tiga dua tahun di atas kita dan artinya, kalau dia masih hidup ... Dia kuliah di semester dua sekarang, sama dengan Key, tunangan Chelsea" Diffa menerawang sebentar. "Gabriel adalah anak yatim-piatu. Ayah-ibunya meninggal ketika dia kelas tiga SMP, dan hari itu ayah Chelsea merekrutnya untuk tinggal dan bekerja untuknya."

"Tapi, ketika pria itu hendak datang ke Australia untuk menyusul liburan kelulusan Chelsea, pesawat yang di tumpanginya mengalami kecelakaan. Ingat, tahun lalu waktu kita liburan kenaikan kelas di rumah lo dan ada berita kecelakaan paling heboh di pendaratan Airpot Australia?"

Bagas mengingatnya. Tentu saja! Kecelakaan itu memakan banyak korban jiwa.

"Itu dia. Dan ... Chelsea, ... Mengalami Delusional akibat hal itu"

"Apa?!!" Bagas tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Maksud lo?" lanjut Bagas.

"Chelsea mengalami syok berat dan trauma akibat kecelakaan yang di alami Gabriel dan hal itu membuatnya mengalami halusinasi parah. Dia mengira bahwa Gabriel masih hidup dan selalu ada untuknya. Dan, tahu berita mengejutkan lainnya? Key-tunangan Chelsea- membatalkan kontrak bisnis dengan ACT Corp serta pertunangannya dengan Chelsea. ACT Corp sedang dalam kondisi chaos sekarang. Bahkan beberapa perusahaan di bawah pemegang saham Chelsea, ikut memutus kontrak takut terkena imbasnya." jelas Diffa panjang lebar.

"Dan ... Chelsea, tentu saja belum percaya bahwa dirinya mengalami Delusional. Dia masih bersekolah dan bersikap seperti biasa. Dia tidak percaya dengan berita yang sekarang sedang heboh di bicarakan. Dia masih percaya, kalau Gabriel masih hidup" tutup Diffa.

Bagas terdiam lama. Tidak ia duga bajwa Chelsea akan mengalami hal serumit ini.

"Gue cuma mau bilang, Gas. Kalau lo yakin sama perasaan lo buat dia, jangan lepasin. Dia butuh lo di saat seperti ini buat membangun kepercayaan dirinya lagi. Chelsea gak gila. Lo tahu itu. Jadi, sebelum lo semakin bikin dia sakit hati, yakinin perasaan lo, apakah lo beneran suka sama dia atau lo hanya terbiasa dengannya" ucap Diffa menepuk pelan bahu Bagas.

'Serius? Ini gue gak lagi main drama kan? Kenapa semuanya jadi rumit gini?'

_

Bagas mengintip kedalam kelas Chelsea dan melihat gadis itu tengah berkukat dengan tumpukan berkas serta ada Raffi dan Gilang di sampingnya. Bagas juga bisa melihat dengan jelas, beberapa siswi berkerumum dan berbisik-bisik serta melirik kearah Chelsea.

Menghela nafas panjang, Bagas berbalik, setidaknya dia tidak sendirian.

Bagas baru ingat, kalau dia pernah bertemu dengan Key sebelum di rumah Chelsea beberapa hari lalu. Itu adalah, ketika Chelsea membantunya membagikan brosur untuk mengembalikan modal perusahaa di dekat Ancol.

"Eh, katanya si Chelsea itu kena gangguan mental ya?"

Bagas tidak sengaja mendengar seorang siswi yang tengah mengobrol dengan beberapa temannya di depan kelas.

"Katanya sih gitu. Yah ... Siapa yang tahu. Cantik, kaya, cerdas, tapi gila" dan mereka tertawa kecil.

Bagas melangkah maju, dan duduk di antara mereka.

"Jadi, apa kalian yang miskin, gak cantik dan bego, lebih baik dari Chelsea?" ucap Bagas sarkas membuat para siswi itu beringsut mundur. Memalingkan wajah dan pergi dari hadapan Bagas.

Chel, serius. Lo baik-baik aja, sama semua ini?

_

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang