12. Dia (tidak) Pergi

311 20 2
                                    

Sepulang dari Panti Asuhan, Bagas tidak mengatakan apapun bahkan penjelasan kenapa dia membawa Chelsea ke tempat itu. Sementara Chelsea, juga sungkan untuk bertanya dan memilih mengubur rasa perasaannya.

Setelah Bagas meninggalkan kediaman Chelsea, gadis itu masuk dan mendengar keributan dari ruang tengah rumahnya. Dia bisa melihat Key tengah beradu argumen dengan ayahnya.

"Saya tidak mau tahu, Om. Kabar kegilaan Chelsea sudah menyebar di Australia dan membuat perusahaan saya terkena imbasnya. Saya harap Om mau menandatangani kontrak pencabutan saham secepatnya." ucap Key.

"Kau tidak profesional, Key" ucap Chelsea melepas tas sekolahnya. Sedang Key mengalihkan pandang antara enggan dan jijik.
"Kinerja pegawai kami bagus dan berhasil meningkatkan penjualan. Jadi, hanya karena berita yang belum terbukti anda mau membatalkan kontrak kerja? Bukan kami, tapi justru perusahaanmu yang akan terkena dampak buruknya" jelas Chelsea tenang.

"Belum terbukti kebenarannya?! Are you serious, Agatha?! Aren't you see?! Yourself! You save Contact Name Gabriel with 'es batu' and send him lot of masagge. But, you know what the fact?! He never answer your masagge!!" teriak Key. "You crazyAgatha. You sick!! You ... You Skizofrenia patient!"

"Cukup!!" kali ini Terriyanto memukul meja cukup keras. "Saya akan menandatangani kontrak pemutusan hubungan kerja. Jadi, jangan menghina putri saya lagi. Terimakasih, dan silahkan keluar dari rumah saya" ucap Terriyanto dalam dan setelah menyambar berkas di atas meja, Key beserta dua pria lain bergegas meninggalkan kediaman Terriyanto.

Chelsea duduk dan mendesah pelan.

"Pa, kalau papa memutus hubungan kerja dengan perusahaan Key, kita harus bisa menaikkan penjualan setidaknya hingga 20% untuk menutup kerugian, tapi ... Dengan keadaan sekarang, apa itu mungkin?" khawatir Chelsea.

"Nothing is Imposible, Am I right, princess?" senyum Terriyanto menenangkan.

"Artinya, Gabriel akan kembali bersama Troy?" tanya Chelsea dengan menarik dua sudut bibir yang justru membuat Terriyanto menrik senyumnya.

"Chel? Boleh papa lihat ponsel kamu?" tanya Terriyanto serius.

"Kenapa, Pa?" heran Chelsea.

"Papa hanya ingin mengirim nomor mama kamu ke ponsel papa dan mengabari beberapa hal. Karena ponsel papa baru, jadi semua nomor tidak sempat papa ganti" ucap Terriyanto berusaha tenang dan tanpa curiga, Chelsea memberikan ponselnya.

Terriyanto mencari kontak Gabriel dan melihat nama 'es batu' yang menjadi nomor urut pertama dalam perpesanan. Foto yang digunakan Gabriel juga masih sama sebelum pria itu meninggal. Foto Gabriel yang tersenyum simpul dengan memeluk erat Chelsea.

Dengan sedikit gemetar, Terriyanto membuka pesan tersebut dan terkejut mendapat fakta disana. Banyak pesan dari Chelsea. Dan hanya Chelsea. Tidak ada balasan dari Gabriel ataupun pesan yang terbaca. Panggilan masuk dan atau panggilan keluar hingga video call memang hanya berakhir dengan panggilan tak terjawab.

Dengan gemetar, Terriyanto mengembalikan ponsel kepada putrinya.

"Chel, biasanya jam berapa Gabriel menghubungimu?" tanya Terriyanto.

"Tidak pasti. Kadang akhir pekan sekali, setiap malam minggu atau sore seperti ini" jawab Chelsea santai.

"Oh iya Pa. Kemarin aku sempat bicara dengan Gabriel dan katanya libur kenaikan kelas ini ada festival di Australia. Jadi, gimana kalau selepas Ujian Akhir, kita ke Australia sekalian ketemu mama dan Troy. Soalnya ada pameran dan konser dari salahsatu artis kesukaan aku juga, Pa!" antusias Chelsea dan Terriyanto justru semakin terkejut karena festival tersebut terjadi satu tahun lalu tepat ketika Chelsea ada di Australia bertepatan dengan kecelakaan yang merenggut nyawa Gabriel.

Mendesah lelah, Terriyanto mengangguk dan untuk sementara dia akan berbicara sedikit demi sedikit kepada Chelsea. Bertemu dengan mamanya, Terriyanto berharap Chelsea bisa menerima kenyataan nantinya.

"Oke. Selepas kamu Ujian kenaikan kelas, kita akan menemui mama dan adikmu" senyum Terriyanto.

Chelsea balas tersenyum sumringah dan setelah berbincang sedikit, gadis itu pamit untuk kembali ke kamar dan istirahat.

_

"Chel!" Chelsea menoleh cepat begitupun dengan Raffi ketika sebuah panggilan menghentikan langkahnya. Chelsea bisa melihat Bagas berlari ke arahnya dan mendadak dua sudut bibir gadis itu terangkat membuat Raffi melengos kesal.

"Ikut gue, yuk. Raf, Chelsea sama gue nanti gue antar pulang sampai rumah dijamin selamat, oke?" ajak Bagas dan tanpa menunggu persetujuan Raffi ataupun Chelsea pria itu menarik lengan Chelsea kemudian memakaikan helm pada kepala gadis itu.

"Kita mau kemana?" tanya Chelsea. Bagas terdiam sebentar dan tersenyum kemudian memegang dua tangan Chelsea.

"Gue tahu lo lebih kuat dari dugaan lo. Dan gue percaya, lo ... Bisa ... " ucap Bagas yang membuat Chelsea mengerutkan kening heran. Tidak paham dengan kalimat Bagas.

Setelah hampir 20 menit menaiki kendaraan, Chelsea semakin dibuat bingung ketika mereka berhenti di pemakaman.

"Gas, ngapain kita kesini?" tanya Chelsea dan Bagas hanya menggenggam tangan Chelsea tanpa menjawab.

"Gue mau kenalin lo sama seseorang." ucap Bagas dan berhenti di depan gundukan tanah berumput. Chelsea memiringkan kepala dan terkejut bukan main membaca nama di atas nisan tersebut.

"Lo apa-apaan sih, Gas!!" teriak Chelsea dengan melepas paksa genggaman tangannya.

"Chel ... Lo ingat yang terjadi satu tahun lalu?" Bagas berusaha meraih kembali tangan Chelsea tapi ditolak oleh sang empunya.

"Apa sih, Gas! Maksdu lo apa?! Kenapa lo bawa gue kesini dan ... Ini apaan?!! Kenapa nama Gabriel ada disana?!" jerit Chelsea gundah.

"Chel ... Kecelakaan besar di Airpot Internasional Australia pada 10 Juni. Hari dimana Festival terbesar di adakan di sana dan kamu sedang merayakan hari kelulusan bersama adik serta mamamu. Hari itu, Gabriel ada didalam pesawat dan menjadi salah satu korban yang tidak bisa di selamatkan" jelas Bagas.

Chelsea menutup kedua telinganya dengan memejamkan mata.

"Gak! Lo bohong, Gas!! Gabriel udah di Australia dan dia gak kecelakaan!! Lo gak tahu apa-apa!! Dia ... Gabriel ... Tidak mati dengan cara seperti itu." Chelsea berucap hingga terduduk di tanah. Pandangan matanya tidak fokus dan Bagas ikut terduduk dengan memegang kedua bahu Chelsea.

"Chel? Lo bisa lihat pesan yang lo kirim ke Gabriel sekali lagi? Gak ada balasan pesan dari dia" ucap Bagas lembut.

Dengan gemetar, Chelsea merogoh ponsel di saku rok seragamnya kemudian membuka pesan yang ia kirimkan pada Gabriel. Benar! Semakin Chelsea membaca pesan tersebut, semuanya hanya berisi pesan miliknya tanpa dibaca ataupun mendapat balasan. Tidak satupun. Menjatuhkan ponselnya, Chelsea menunduk lemah,

"Gak. Gabriel gak pergi ... Dia ... Gak akan ninggalin gue kayak gitu ... Gak! Gak!!" teriak Chelsea dan segera Bagas memeluk erat gadis itu. Sangat erat walaupun Bagas harus menahan pukulan Chelsea di punggungnya. Bagas tidak masalah.

"Dia ... Gak pergi, Gas ... Dia ... Dia ... " Chelsea terisak membuat bahu Bagas basah oleh air mata.

Bagas hanya mengelus punggung Chelsea tanpa mengucapkan apapun. Dia bukan tidak memikirkan perasaan Chelsea, namun semakin lama Chelsea tahu kebenarannya, akan semakin menyakitkan untuk gadis itu. Dan Bagas tidak ingin Chelsea tersakiti.

Bagas hanya ... Terlalu mencintai, gadis itu.

_

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang