Chelsea jelas bisa mendengar dengan baik kalau teman-teman sekelasnya sedang berbisik tentang berita bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Tentu saja Chelsea peduli. Dia tidak gila. Dan Chelsea benar-benar tahu kalau dia tidak berhalusinasi. Chelsea betul-betul percaya kalau Gabriel masih hidup dan ada di sisinya.
Banyak yang terjadi hanya dengan empat hari. Sejak Bagas menyatakan perasaannya hari itu, Key justru datang ke rumah dan mengatakan ingin memutus hubungan kerjasama serta pertunangan mereka.
Chelsea memang senang karena tidak jadi menikah dengan pria itu, tapi jika imbasnya untuk perusahaan menjadi separah ini, Chelsea harus berfikir dua kali.
Menghela nafas panjang, Chelsea menatap Raffi dan Gilang yang setia menemaninya sejak berita itu beredar. Tersenyum, Chelsea menutup berkas di tangan dan menopang dagu.
"Gimana kalau sore ini kita main ke Mall?" tawar Chelsea membuat keduanya salah tingkah.
"Oh ayolah! Kita ini sudah lama kenal, jangan memanggilku 'Nona' kalau tidak sedang bekerja. Telingaku rasanya mau meledak" gerutu Chelsea
"Jadi, gimana?" tanya Chelsea dengan senyum merekah.
"Tentu, Nona. Kami akan menemani anda" jawab Raffi dengan senyum di wajah.
"Sip!" balas Chelsea dengan menunjuk dua jempolnya.
Selepas pulang sekolah, sesuai ucapannya, Chelsea pergi menuju Mall dengan tangan menggandeng Raffi serta Gilang possesif membuat beberapa pasang mata berdecih iri. Sedang Raffi yang begitu kaku dan tegang, Gilang mengimbanginya dengan senyum lembut dan manis di wajah.
"Gimana sama ini?" Chelsea menunjuk sebuah dress floral di atas lutut dengan hiasan pita kecil di kerahnya.
"Cantik" jawab Gilang jujur.
Hal yang jarang Chelsea lakukan. Belanja. Chelsea lebih memilih menghabiskan waktu di toko buku atau perpustakaan dibanding belanja pakaian atau aksesoris seperti sekarang.
Setelah lelah belanja, Chelsea mengajak Raffi dan Gilang makan di salah satu kafe yang letaknya tidak jauh dari Mall tersebut. Bahkan masih menjadi bagian dari Mall milik ACT Corp.
"Raf, Lang. Kalian ... Percaya kalau aku gila?" tanya Chelsea menghentikan aktifitas makannya begitu juga dengan Gilang dan Raffi yang saling pandang sejenak.
"Non ... Gabriel ... Pasti paham dengan keadaan ini" ucap Gilang meremas punggung tangan Chelsea. "Tapi ... Gabriel juga akan lebih bahagaia, kalau Nona mau menjalani hidup tanpa melibatkannya lagi" lanjut Gilang masih dengan nada setenang mungkin.
"Maksud kamu?" heran Chelsea melepas tangan dari genggaman Gilang. "Kamu juga percaya kalau Gabriel sudah meninggal dan selama ini aku hanya berhalusinasi? Sungguh?? Dia tidak meninggal! Dia sedang di Australia sekarang. Apa kalian lupa?!" jerit Chelsea tidak percaya.
"Nona ... " panggil Gilang lembut, namun gadis itu segera bangkit dari tempat duduknya.
"Sebagai seorang teman yang sudah bekerja sama selama empat tahun, kalian tidak pantas menyebut diri kalian teman!" desis Chelsea dan bergegas meninggalkan kafe menghiraukan panggilan Raffi.
Chelsea menghapus kasar air mata. Heran kenapa semua orang menganggap Gabriel sudah tiada. Ia tidak rela! Sungguh. Gabriel rela melakukan apapun untuk melindunginya juga teman-temannya. Dia akan menjadi orang pertama yang rela memasang badan demi keselamatan teman-temannya. Tapi, kenapa semua orang justru mengatakan kalau dia sudah tiada.
Tanpa memperhatikan jalan, Chelsea berteriak ketika lengannya ditahan. Mengira bahwa itu adalah Raffi atau Gilang.
"Lepas!!" namun, bukannya dilepas, orang tersebut justru menarik tubuh Chelsea hingga mendekat dan memeluknya erat. Cukup terkejut, Chelsea mendapati aroma yang cukup familiar. Hingga ia tahu kalau Bagas yang melakukan hal tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT
FanfictionSUDAH DI TERBITKAN "Tukang bully kaya lo ngarep happy ending? pacaran sama kuah bakso sana!!" -Chelsea "Mending kuah bakso, dibanding pacaran sama cewek lampir macam lo!!"-Bagas intinya, Bagas itu tukang bully yang punya cita-cita bisa ngebully Chel...