"Dia ... Terbakar ... Wajahnya ... "
"Apa kau ada disana?"
"Aku ... Tidak ... Aku ... Takut ... Dia ... Tidak akan meninggalkanku. Tidak boleh."
"Artinya, kau tidak datang ke pemakanannya? Benar, begitu? Tapi, kau tahu jelas kalau jenazah yang datang ke rumahmu adalah Gabriel?"
"I-iya"
"Kau bisa membuka mata setelah mendengar suara ini"
Chelsea membuka mata dan menangis kencang. Menutupi wajah dengan dua telapak tangannya.
Chelsea mengingat dengan jelas semuanya, sekarang. Hari dimana ia mendengar kabar kecelakaan Gabriel. Jenazah yang tiba di rumahnya. Peti mati, bunga bertaburan dan foto Gabriel terakhir kali. Chelsea mengingat semuanya.
Semakin terisak, kini Chelsea semakin sadar bahwa ia seringkali tertawa sendiri, bicara sendiri, membayangkan masih ada sosok Gabriel di sampingnya. Yang memberikan payung untuk Chelsea ketika hujan padahal Chelsea membawa payungnya sendiri. Yang mengambilkan buku pada rak paling atas padahal Chelsea mengambilnya sendiri. Chelsea ingat semuanya sekarang. Dengan jelas. Begitu jelas.
Gabriel ... Benar-benar sudah meninggalkannya. Dan Chelsea? Harus menyerah dengan perasaannya.
_
Bagas celingukan menatap kelas Chelsea yang sudah seminggu ini tidak memperlihatkan diri. Membuat Bagas khawatir sejak kejadian terakhir kali di pemakaman. Apa Bagas terlalu ikut campur? Keterlaluan? Bagas hanya tidak bisa menahan diri mendengar Chelsea terus-menerus menjadi perbincangan teman-temannya dan atau gadis itu terus seperti itu-membayangkan Gabriel tetap bersamanya- ketika kenyataan berkata lain.
Bagas melangkah ke ruang OSIS dan mencari Gilang, sumber informasinya.
"Lang, bisa kita bicara sebentar?" ucap Bagas membuat beberapa pasang mata penasaran dengan hubungan mereka berdua.
Gilang mengangguk dan keluar dari ruang OSIS kemudian mereka berhenti di belakang Aula yang cukup sepi karena jam istirahat para siswa jurusan Bahasa yang kelasnya terletak di belakang Aula akan memilih menghabiskan waktu di kantin.
"Apa ... Chelsea baik-baik saja?" tanya Bagas langsung.
Gilang menghela nafas panjang dan menjawab pertanyaan Bagas dengan kalem.
"Tentu dia tidak baik-baik saja. Hari itu, setelah Nona Agatha pulang bersama lo, dia mengurung diri di kamar satu hari penuh. Hingga hari kedua terdengar suara ribut dari kamarnya dan Nona Agatha, tanpa mengganti seragamnya terlihat begitu kacau. Sangat kacau. Lebih kacau dari ketika Nona mendengar kabar kematian Gabriel." Gilang kembali menghela nafas lagi. "Tapi, malamnya, Nona Agatha keluar dari kamar dengan berpakaian rapi walau raut wajahnya masih terlihat kacau. Dia mengatakan ingin pergi terapi yang tentu saja di setujui dengan senang hati oleh Tuan Terriyanto. Jadi, sejak dia menyadari semuanya. Kejadian sebenarnya. Dan kembali sadar dengan fakta yang di terimanya, Nona Agatha rutin melakukan terapi. Dia menghabiskan waktu sepanjang hari berada di tempat terapi, bahkan hingga hari ini." Gilang menatap Bagas sebentar dan menepuk bahu pria itu sebentar.
"Tapi, kami sangat berterimakasih sama lo, Gas. Karena keberanian dan ketulusan lo, membuat Nona Agatha kembali dan belajar menerima kenyataan" senyum Gilang "Tenang aja, dia pasti segera kembali. Dan sepertinya, orang pertama yang bakal Nona Agatha cari setelah menyelesaikan semua masalahnya, adalah, Lo. Bagas Rahman"
Bagas hanya memandang punggung Gilang yang sudah menghilang di balik belokan menuju ruang OSIS. Bagas lega, setidaknya Chelsea bisa mengontrol diri dan emosinya. Sebelumnya, Bagas begitu takut kalau gadis itu justru akan menjadi lebih depressi melihat kenyataan yang ada. Tapi, Bagas tidak meleset soal perkiraannya kalau gadis itu adalah kuat dan bisa menghadapi semua ini.
Diam-diam Bagas berdoa kepada Tuhan untuk pertamakalinya. Berharap kebahagiaan menyertai gadis itu. Sebab Bagas entah kenapa merasa rindu.
_
"Ups! Sorry, sengaja! Abis, lo ganggu banget sih. Mata gue mendadak kabur nih gara-gara ngelihat lo."
"Bagas!! Kamu ini apaan sih! Seragam aku jadi kotor dan ya ampun ... Kuah baksonya gak enak banget di badan!" jerit Angel.
"Ya, lo juga ngapain disitu. Tahu gue lagi makan, bikin gak mood aja. Dan ... Thanks ya! Udah lama juga gue gak ngebully orang. Eh! Daleman lo kelihatan tuh." ucap Bagas datar dan berhasil membuat wajah Angel merah padam kemudian menghentakkan kaki dan meninggalkan kantin dengan kesal.
"Ahhh ... Lumayan, pas banget si Evil kemari, jadi bisa 'dimainin' deh! Dif! Target selanjutnya, dong!"
"Yups! Namanya Novi, satu kelas sama Chelsea dan ratu gosip banget di kelasnya. Selalu ngebual sama temen-temennya kalau dia bisa dapetin lo dalam lima detik. Tergila-gila sama lipstik dan parfum" jelas Diffa singkat.
"Parfum sama lipstik ya ... " Bagas memegang dagu berfikir keras.
"Gue suka Lipstik keluaran ACT Corp yang ada di Mall lantai tiga. Terus, aku gak biasa pakai lipstik tapi beli pelembab bibir dan make kalau buat ketemu klien doang. Produk keluaran Korea yang di jual di pusat kosmetik ACT Corp juga"
Tidak hanya Bagas yang membeku di tempat. Diffa bahkan memntahkan kembali minumannya melihat siapa yang tengah merangkul pundak Bagas dengan santainya.
"Chelsea ... " gumam Bagas dan Chelsea hanya menunjukkan deretan gigi putihnya masih dengan tangan merangkul Bagas.
Butuh sepuluh detik untuk Bagas sadar kalau gadis di hadapannya benar-benar Agatha Chelsea yang selama 20 hari menghilang dari pandangannya.
"Hai, Gas" sapa Chelsea ramah membuat degup jantung Bagas tidak ramah.
"Eh? Chelsea?! Lo udah sembuh?? Eh, maksud gue, gimana kabar lo?" tanya Diffa.
"Bagus. Gue bagus banget. Bagas ngebully anak orang lagi, ya? Padahal udah gue bilang kalau mau ngebully orang, gue aja. Jangan yang lain. Mereka gak akan tahan" senyum Chelsea tulus. "Gue sebenarnya mau meluk lo, tapi karena ini di sekolah, gue takut kena poin" lagi-lagi senyum Chelsea tercetak di wajah manisnya membuat Bagas yang masih terpaku semakin tidak bisa berkata apapun.
"Si Bagas itu uring-uringan terus Chel kalau lagi kangen sama lo. Imbasnya? Ya, bocah-bocah polos, lugu dan gak berdosa itu." adu Diffa dan Bagas langsung melotot tajam kearah temannya tersebut.
Chelsea melempar senyum ke arah Bagas dan mendekatkan mulut pada telinga pria itu.
"Nanti sore, jalan yuk!" ajak Chelsea berbisik dan Bagas kembali terkejut.
"Mau gak?" tanya Chelsea lagi.
"Mau!!" jawab Bagas cepat.
"Yaudah! Sampai ketemu nanti pulang sekolah, Bagas-nya Chelsea!" teriak Chelsea dan meninggalkan kantin membuat Bagas hanya melongo heran sedang Diffa hanya terbengong-bengong sementara beberapa pasang mata lain di kantin nampak penasaran dengan hubungan Bagas dan Chelsea.
'Wah, Chel. Kau baru kembali dan sudah membuat jantungku seperti ini. Jahat sekali. Tapi, gue suka.'
_
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT
FanfictionSUDAH DI TERBITKAN "Tukang bully kaya lo ngarep happy ending? pacaran sama kuah bakso sana!!" -Chelsea "Mending kuah bakso, dibanding pacaran sama cewek lampir macam lo!!"-Bagas intinya, Bagas itu tukang bully yang punya cita-cita bisa ngebully Chel...