Waktu yang Tak Terasa

623 77 6
                                    

Pengamatan oleh Jackson dan Mark berlanjut dengan Jinyoung yang dengan naturalnya masuk di antara Jaebum dan Youngjae. Keduanya kini mengerjap memperhatikan bagaimana Jinyoung seolah sudah bisa membaca gerakan dan perkataan Jaebum sebelum lelaki itu mengucapkannya. "Kau merasakannya?" Tanya Mark pada akhirnya ketika melihat Jinyoung menyerahkan sesuatu pada Jaebum yang tadinya Jaebum cari. Entah mengapa Jinyoung bisa tahu dan mengerti apa yang dibutuhkan Jaebum. Jackson mengangguk.

"Jinyoung belum lama masuk dalam lingkaran pertemanan kita lho." Mark mengangguk setuju. "Namun entah mengapa dia sangat cocok dengan Jaebum, melebihi Youngjae." Mark mengangguk sekali lagi. "Kita saja jarang bukan, begitu dengan Jaebum atau Youngjae?" Mark mengangguk lagi ketika Jackson mengatakannya dengan kedua tangan terangkat dan seolah gemas akan sesuatu.

"Ada kecocokan yang aneh antara Jinyoung dan Jaebum." Kini Jackson yang mengangguk-angguk. Jackson pun menoleh pada Mark.

"Bila begini, sebaiknya kita memperhatikan keduanya lebih seksama lagi." Mark mengangguk setuju.

"Sebelum waktunya Jinyoung pergi." Jackson menatap Mark yang menatap Jinyoung dengan tatapan lembut, sebelum akhirnya mendesah pelan.

"Kau benar."

Ada saatnya Jinyoung harus pergi dari sisi Jaebum.

Pengamatan itu berakhir dengan Jinyoung yang membeli beberapa CD rekomendasi Jaebum dan Youngjae, dimana keduanya sangat antusias memperkenalkannya pada Jinyoung. Walau di mata Mark mungkin Jinyoung terpaksa membelinya, ada sedikit perasaan bahwa Jinyoung senang keduanya memperkenalkan apa yang jadi kesukaan mereka bersama. Di balik ekspresi iri Jinyoung terhadap hubungan akrab Jaebum dan Youngjae, lelaki itu cukup senang ketika keduanya seolah menyilakan Jinyoung untuk masuk ke dunia mereka.

"Jaebum-hyung, apa kau tak memaksakan Jinyoung-hyung untuk membelinya?"

"Eh? Bukankah kau yang ikutan merekomendasikannya?"

"Kau benar sih..."

"Hahaha, sudah, sudah. Tidak apa-apa kok." Ucap Jinyoung ketika melihat Jaebum dan Youngjae membicarakan hal itu tepat di depannya.

"Tapi..." Jinyoung mengelus kepala Youngjae.

"Aku nggak terlalu paham soal musik, namun bila lagu-lagu yang kalian rekomendasikan bagus dan menarik, aku akan senang bisa mendengarnya." Mendengar ucapan Jinyoung, air muka Youngjae langsung ceria.

"Jinyoung-hyung! Kau memang baik hati!" Tambahnya sembari memeluk erat sang hyung. Jinyoung tertawa kecil.

"Padahal kita seumuran lho..." Walau begitu, gumaman Jinyoung tak digubris oleh Youngjae yang masih merasa senang ketika Jinyoung ingin mencoba masuk ke dunia musik. Jaebum yang memandangi keduanya hanya bisa mendesah pelan dan tersenyum kecil.

"Ngomong-ngomong kenapa kalian berdua jauh begitu?" Jaebum menoleh pada Mark dan Jackson yang berjalan berdampingan dengan mata mengamati ketiganya. "Kalian marah atau bagaimana?"

"Tidak, bukan apa-apa." Ucap Mark dengan tegas.

"Lanjutkan saja. Ini hanya urusan kita." Mark mengangguk mendengar ucapan Jackson.

Jaebum menaikkan alisnya heran. "Maaf ya Mark-hyung, Jackson, bila tadi aku membuat kalian berdua khawatir."

"Beneran tuh Jinyoung-ah! Kupikir aku akan ditimpuk oleh Mark bila terjadi apa-apa terhadapmu!"

"Tentu saja bukan! Siapa yang mulai dan mengajak Jinyoung ke dalam rencanamu?" ucap Mark sembari memukul ringan bahu Jackson.

"Aduh! Maaf deh, Mark." Jackson mengusap-usap tangannya yang perih akibat serangan Mark.

Jaebum mengerjap. "Rencana?"

"Rencananya tadi aku mau ikut dengan Jaebum-hyung dan Youngjae ke toko musik. Sayangnya tertinggal dan akhirnya Mark-hyung dan Jackson mengantarkanku, eh, tak sengaja melihat kalian yang tak jauh hendak ke toko musik yang sama." Jaebum menatap Jinyoung yang mengatakan seolah itu hal yang sebenarnya. Sebelum akhirnya mendesah pelan dan menerima alasan Jinyoung.

"Begitu."

Jackson memberikan tatapan penuh terima kasih dan kagum pada Jinyoung yang berhasil memberi alasan pada Jaebum yang kelihatan curiga. Jinyoung-ah! Kau the best! Jinyoung hanya tersenyum pada Jackson yang hampir menangis karena terharu.

Sebagai permintaan maaf, Jackson memberi rekomendasi pada mereka untuk makan malam bersama di sebuah restoran sebelum pulang. Jinyoung yang seolah pertama kalinya mencoba makanan enak selain makanan rumahan memperlihatkan ekspresi bahagia dan mata berbinar ketika mencicipi makanan di hadapannya. Jaebum hanya bisa tersenyum melihat bagaimana tingkah sang adik angkat terhadap sesuatu yang sebenarnya normal namun tidak biasa baginya. Youngjae dan Jackson sibuk berebut makanan, dimana Mark membantu Jaebum memilihkan makanan yang sesuai untuknya dan untuk Jinyoung. Mark dan Jaebum patungan untuk membayar makanannya ketika Jackson hendak membelikan Jinyoung makanan penutup sebagai permintaan maaf lainnya.

"Sudah ah, kau terlalu memanjakanku." Jinyoung merasa tidak enak akan sikap Jackson yang terlihat dibuat-buat itu.

"Berisik! Sudah makan saja!" Jackson memberikan sebuah es krim pada Jinyoung, saat Mark memberikan es krim waffle pada Youngjae. Anak polo situ bahagia menerimanya dan membaginya dengan Jaebum dan Mark sendiri. Jinyoung yang melihat hal itu menoleh pada Jackson.

"Kau juga mau?"

"Eeehh?? Jinyoung mau menyuapiku?" Jinyoung mengeryit kesal mendengar nada bicara Jackson.

"Aku Cuma menawarkan. Kalau tidak mau ya tidak usah."

"Jinyoung-aahhh!!!"

Mark menoleh pada Jinyoung yang memasang ekspresi kesal dan Jackson yang kembali menangis. Dirinya tersenyum lembut melihat keduanya. Jaebum yang melihat hal itu ikut menoleh pada apa yang dilihat Mark, sebelum akhirnya ikut tersenyum. Syukurlah, kelihatannya kau juga senang, Jinyoungie.

Ketika pulang, Jinyoung masuk ke kamarnya dengan wajah bahagia. Setelah diberi penyetel DVD oleh sang kakak, Jinyoung menggunakannya untuk langsung mendengarkan lagu-lagu yang dibelinya di toko musik rekomendasi Jaebum dan Youngjae. Sembari mengalunkan nada pelan, dirinya tidak menyadari kehadiran ayah Jaebum yang keheranan di pintu masuk kamarnya. "Kau kelihatan sangat senang, Jinyoung."

"Eh? Ah!" Jinyoung pun bangkit setelah memasukkan satu CD ke penyetel musiknya. "Hari ini saya ke toko musik bersama Jaebum-hyung dan yang lainnya."

"Hee, kau sudah berteman dengan temannya Jaebum juga ya." Jinyoung mengangguk dengan rona merah menghiasi pipinya. "Baguslah." Jeda membuat Jinyoung merasa gugup hanya berduaan dengan ayah Jaebum. Seolah dirinya hendak diinterogasi. Namun suara musik mengalun pelan membuat keduanya menoleh bersamaan. "Lagu apa yang kau beli?"

"Ah, ini rekomendasi Jaebum-hyung dan Youngjae." Jinyoung meraih tempat CD itu berada. "Saya tidak tahu apakah enak didengar atau tidak."

Sang ayah tertawa. "Kau benar. Siapa tahu selera kalian berbeda." Jinyoung hanya bisa tersenyum menanggapinya. "Kau sendiri tidak punya selera dalam musik?" Jinyoung mengusap tengkuk lehernya.

"Sudah seperti yang saya katakan, saya hanya mendengar musik ketika kakak perempuan saya menyetelnya... selain itu, saya tak pernah." Sang ayah mengangguk setuju ketika Jinyoung merasa ragu-ragu menjelaskannya.

"Jadi, bagaimana?" Jinyoung mendongak mendengar pertanyaan itu.

"Eh?" Ayah Jaebum tersenyum.

"Apakah kau berniat tinggal terus bersama kami?"

Jinyoung tidak pernah menyangka ucapan seperti itu akan keluar dari mulut seseorang. Seperti bagaimana Jaebum mengharapkan agar Jinyoung bernyanyi bersamanya dalam sebuah lagu. Selain kakak perempuannya, tidak ada yang mengharapkannya untuk tetap tinggal dan menetap di suatu tempat. Trauma membuatnya kehilangan rumah dan arah. Jinyoung membelalak lebar ketika mendengar sebuah pertanyaan yang seperti harapan dan kehangatan itu.

"...EH?" 

Between Us - You and Me // JJProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang