Sudah banyak usaha yang Papa lakukan, untuk mencari keberadaan Diandra, dengan berbagai cara Papa berusaha mencarinya, dimulai dengan Papa berusaha mencari keberadaan Diandra dengan mencari sendiri, melalui orang-orang kepercayaannya, juga bantuan detektif swasta, dan iklan di media masa nasional, baik televisi maupun surat kabar, Papa sungguh sangat berharap, ada seseorang yang mengetahui dan memberikan kabar baik kepadanya tentang keberadaan Diandra secepatnya.
Tapi sampai saat ini Diandra masih belum terlacak jejaknya, Daisy yang baru bangkit dari koma-nya berusaha memberikan ketenangan untuk Mama, yang sampai saat ini masih terus menangisi kepergian Diandra yang seperti sengaja jejaknya tidak terbaca, Mama merasa sangat bersalah dan menyesali apa yang telah ia lakukan kepada Diandra.
Begitu juga dengan Papa.
Ketenangan di keluarga itu hanya milik Daniel, karena tanpa keluarganya tahu, Daniel sampai saat ini masih berhubungan dengan Diandra melalui nomor telepon milik anaknya Mbok Sumi. Bunda Mala.
****
"Saya mengkhawatirkan Andra Mbok," curhat Mama kepada Mbok Sumi sore itu.
"Mbok yakin diluar sana Neng Andra baik-baik saja Bu..."
Terdengar isak tangis Mama memotong kalimat yang ingin diucapkan oleh Mbok Sumi.
"Saya merasa sangat bersalah kepada Andra Mbok, jangankan memberikan cinta kasih sayang saya untuknya, hobby Andra hungga jenis makanan kesukaan Andra saja saya tidak tahu Mbok.." isak Mama. "Padahal saya ingin memasakan makanan kesukaannya Andra tiap hari, siapa tahu Andra akan pulang hari ini," lanjutnya lagi-lagi dengan derai air mata.
Mbok Sumi tersenyum menenangkan Mama, ia mengusap bahu Mama lembut, sebelum berkata. "Bu, Neng Andra paling suka dengan ayam kecap yang selalu Ibu masak, kalau Ibu sudah masak ayam kecap, Neng Andra makannya selalu lahap Bu, Neng Andra bisa nambah 2 kali, walaupun tentu saja Neng Andra hanya bisa makan bumbunya..." kalimat Mbok Sumi terpotong, karena jerit tangis Mama.
"Saya tahu Mbok, saya tahu apa yang terjadi selanjutnya.." isak Mama, tangisan penyesalan yang selama ini ia tahan, akhirnya jebol juga, "dan itu membuat rasa bersalah saya kepadanya semakin banyak Mbok.." Mama menghambur memeluk Mbok Sumi. Membuat Mbok Sumi sesaat terperangah tidak menyangka.
Dan yang dilakukan Mbok Sumi hanya menepuk bahu Mama lembut, "Neng Andra tidak pernah menuntut Mbok menyiapkan makanan apapun, semua yang Mbok siapkan untuknya selalu dihabiskan tanpa banyak bertanya..."
"Karena Andra tahu, permintaan apapun darinya tidak akan saya kabulkan Mbok.." isak Mama, airmatanya menyusuri pipinya. "Karena saya akan melarangnya dengan keras," sambung Mama yang kembali menangisi semua hal yang pernah ia lakukan kepada Diandra.
Yang bisa dilakukan oleh Mbok Sumi hanya menganggukan kepalanya.
****
Dan sejak hari itu, sejak Mama mengetahui bahwa ayam kecap yang ia masak adalah makanan kesukaan Diandra, menu itu wajib hadir setiap hari di meja makan keluarga Winters, mau ada yang makan atau tidak, tapi ayam kecap itu selalu ada di meja makan keluarga mereka.
Dan setiap kali di tanya, kenapa Mama selalu menyiapkan menu itu di meja makan? Mama selalu menjawab dengan tetesan air mata, dan pancaran sinar matanya yang penuh kesedihan, "Mama berharap suatu hari Andra pulang ke rumah, dan menemukan ayam kecap yang Mama masak di meja makan, ia dapat makan dengan lahap, bukan hanya makan nasi dengan bumbu ayamnya saja seperti yang selama ini bisa ia makan, tapi kali ini Mama ingin memastikan Diandra makan ayam kecap buatan Mama," isak Mama.
Membuat semua penghuni di meja makan terdiam.
****
Saat Mama tengah menahan rindu untuk segera menemukan Diandra, memeluknya erat dan mencurahkan kasih sayang untuk Diandra.
Di tempat lain.
Di Batu Malang tepatnya.
Mbak Mala, anaknya Mbok Sumi berusia pertengahan 30 tahun, merupakan wanita yang sangat mengharapkan kehadiran anak di tengah-tengah keluarga kecilnya, dan kehadiran Diandra di rumahnya seperti menjawab kerinduan itu. Dengan Malu-malu, Mbak Mala meminta Diandra untuk tidak memanggil dirinya dengan sebutan Mbak lagi, tapi dengan sebutan Bunda, begitupun dengan suaminya Ayah Fahri.
Dan Andra menganggukan kepalanya. Ia seolah terlahir kembali, menemukan kedua orang tua yang sayang dan mencintainya. Walaupun Ayah dan Bundanya tidak memiliki harta melimpah, tapi Andra saat ini tidak kekurangan kasih sayang, karena Ayah dan Bunda mampu menghujani Andra dengan kasih sayang orang tua yang tanpa batas.
Mereka berdua merupakan seorang petani, dan membantu petani lainnya untuk mendapatkan hasil panen lebih baik, dengan cara-cara konvensional, hasil pengalaman Ayah yang merupakan penyuluh pertanian di Kabupaten.
Sedangkan Bunda, hanya ibu rumah tangga, yang setiap harinya menemani hari-hari kelabu Diandra, apalagi sesaat setelah Diandra datang ke Malang, Diandra seperti kehilangan orientasinya, ia banyak melamun, menangis histeris dan setiap ia melakukan kesalahan Diandra masih selalu gemetar ketakutan, dan yang paling mengkhawatirkan dari keadaan Diandra adalah dampak trauma psikis dalam hidupnya yang penuh tekanan, membuat Diandra selalu histeris ketakutan setiap kali mendengar teriakan, bentakan atau suara-suara yang keluar dari mulut seseorang dengan intonasi tinggi, melihat sapu lidi, dan barang-barang sejenis yang biasa Papa pergunakan untuk menghukumnya.
Diawal-awal kedatangannya ke Malang, hampir setiap malam Diandra terbangun di tengah malam dengan mimpi buruk yang menghantuinya. Menangis histeris ketakutan, mungkin karena sistem dalam otaknya yang merekam, dan mengalami shock berkepanjangan yang ia alami selama kehidupannya, bahkan pada waktu tidur otak terus memproses seolah peristiwa itu masih terjadi. Tidak heran, bila awal-awal kedatangan Diandra ke Malang, ia begitu kuyu, kurus, dan tidak bersemangat, karena kualitas tidurnya terganggu karena trauma yang ia alami.
Ketakutan mendengar hinaan, dan caci maki, membuat Diandra merasa rendah diri. Ia seolah menutup diri dengan orang baru, ketakutan saat didekati, dan berbagai hal yang bila Mama dan Papa tahu, akan terasa menyakitkan hatinya karena kesalahan yang mereka perbuat untuk Diandra.
Bunda, dan Ayah dengan penuh kesabaran dan rasa cinta kasih sayang, orang tua kepada anaknya, membantu Diandra untuk keluar dan sedikit-sedikit mengikis trauma yang Diandra Alami.
Sampai akhirnya Diandra mulai belajar membuka diri kembali, tersenyum, bercanda, tertawa, dan bercerita tentang apapun dengan Bunda dan Ayah.
Melihat Diandra sudah mulai bisa bergaul kembali dengan teman seusianya, dan berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan nilai luar biasa membanggakan di dua perguruan tinggi sekaligus, semakin membuat senyum lebar terpancar dari Bunda dan Ayah yang mencintainya.
Walaupun getar ketakutan itu masih tetap ada. Tapi tidak sehebat sebelumnya.
Dan saat Diandra sepuluh tahun kemudian, saat Diandra sudah merasa cukup yakin dan percaya diri, untuk menatap kembali dunianya, cukup merasa yakin bila suatu hari nanti dipertemukan dengan kedua orang kandung dan keluarga besarnya yang lain, Diandra memutuskan pamit untuk kembali ke kota kelahirannya Bandung.
Bunda dan Ayah sangat berat untuk melepaskan Diandra, walaupun mereka tahu di kota itu ada orang tua kandung Diandra, tapi mereka tahu di kota itu tidak akan ada yang menjaga Diandra sebaik mereka berdua.
Tapi Diandra meyakinkan kedua Ayah dan Bundanya, bahwa di Bandung ia akan baik-baik saja, walaupun tidak dikelilingi oleh orang-orang terkasihnya, tapi ia yakin cukup mampu menjaga dirinya.
Dan Ayah, Bunda, dan adik kecilnya yang baru berusia 8 tahun melepaskan kepergian Diandra dengan berat hati untuk kembali ketempat ia dilahirkan. Bandung.
Serang, 08 Oktober 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Diandra
RandomDiandra, atau Andra. Hampir sepanjang hidupnya harus ikhlas menerima sebutan, "Pembunuh," dan anak, "Pembawa Sial," dan yang lebih menyakitkan, karena sebutan-sebutan itu ia dapatkan dari orang-orang terdekatnya, orang tua dan keluarganya. Dari keri...