Part 18

10K 541 14
                                    

Tidak di ceritakan bagaimana persiapan dan perjalanannya, karena empat jam kemudian, jet pribadi yang ditumpangi Papa dan keluarga akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara Abdul Rahman Saleh Malang, setelah keluar dari pesawat menuju gerbang gardabrata bandara, sebuah van mewah sudah menyambut Papa dan keluarganya, dan siap membawanya menuju Desa Purwodadi di Kecamatan Donomulyo.

Desa Purwodadi sendiri Sebuah desa yang masuk ke enam belas desa tertinggal di Malang, karena sebagian warganya yang rata-rata menjadi petani tadah hujan. *Wikipedia.

Walaupun demikian, desa ini merupakan sebuah dusun yang masih asri dan alami. Suasana pedesaan yang sejuk dan nyaman. Karena letak geografisnya berada di pegunungan, lembah dan perbukitan dan berbatasan langsung dengan laut selatan.

Menurut penjelasan Mbok Sumi selama di perjalanan, sebagian besar penduduk di dusun Purwodadi ini adalah musiman seperti , , , , ketela pohon, kedelai. Walaupun ada diataranya menjadi pegawai negeri, pedagang dan nelayan. Namun tidak sedikit pula diantaranya yang menjadi TKI ke Luar Negeri.

Akhirnya kurang lebih satu jam perjalanan, sampai juga didesa asri ini. 48 kilometer yang dihabiskan diperjalanan tidak memberikan ketenangan yang dibutuhkan oleh Papa dan Mama, karena jantung mereka berdetak lebih kencang dari biasanya.

Saat memasuki perkampungan sepi, banyak mata yang melihat mobil yang mereka tumpangi, bertanya dan menduga-duga, tamu siapakah yang datang menggunakan mobil mewah tersebut, sebuah mobil mewah yang belum pernah mereka lihat masuk ke kampung mereka, karena hanya mereka yang pergi ke kota yang pernah melihatnya.

Mbok Sumi meminta supir untuk memelankan mobil yang dikendarai di ujung jalan desa, masuk kesebuah jalan yang berbatu dan belum diaspal, dimana dikiri kanan jalan, berjejer pohon apel, dengan buahnya yang menghijau, menjanjikan rasa segar, dan sedikit kecut bila dimakan. Tidak jauh dari jalan masuk tersebut tampak sebuah rumah bercat putih bersih, yang tampak nyaman dan asri, dan Mbok Sumi akhirnya meminta sopir mobil tersebut berhenti dihalaman rumah seerhana tersebut.

Dimana dikiri dan kanan rumah tersebut terdapat deretan bangunan menyerupai sebuah flat, atau kamar kost bagi mahasiswa.

"Ini rumah Mala, dan suaminya Fahri, Bapak dan Ibu," jelasnya saat melihat pertanyaan tampak dikedua mata Mama. "Mbok yakin, Neng Andra didalam." Sambungnya kemudian, sambil turun dari mobil.

Dengan jantung berdebar kencang penuh harap, Mama dan Papa dan semua keluarganya ikut turun dan menyusul Mbok Sumi memasuki rumah itu.

"Assalamualaikum..." Salam Mbok Sumi.

Dan setelah salam yang kedua terdengar jawaban riang dari dalam, "Waalaikumsalam.." pintu terbuka, Andra menyambut kedatangan Mbok Sumi dengan bahagia. Tapi rona bahagianya langsung sirna saat menyadari orang-orang yang datang bersama dengan Mbok Sumi.

Wajah Andra berubah menjadi pucat pasi. Tubuhnya bergetar hebat, tangannya terentang kedepan tubuhnya, seperti meminta seseorang atau sesuatu untuk berhenti mendekatinya, sebelum akhirnya Andra berjongkok dan menutup telinganya dan menutup matanya rapat-rapat, sebelum matanya tertutup, tatapan mata Andra sarat dengan luka dan ketakutan, ia beringsut menjauhi Papa dan semua orang yang berada di ruangan itu, Papa tidak menyangka awal pertemuan kembali dirinya dengan Andra akan penuh drama, Papa pikir Andra sudah bisa melupakan trauma dan ketakutannya.

Dengan penuh kekuatan, Papa menggapai tubuh Andra, memeluknya erat.

"Tidak apa-apa sayang, Papa datang kesini bukan untuk menyakiti Andra lagi," bisik Papa mencoba menenangkan Diandra yang masih ketakutan.

Diandra memberontak, berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Papa. Jerit ketakutannya mengejutkan Bunda Mala, dan Ayah Fahri yang tengah berada di belakang rumah, hingga mereka buru-buru masuk ke dalam rumah.

Tapi tidak berlangsung lama, karena Diandra sudah terkulai tidak sadarkan diri.

Melihat Andra pingsan saat bertemu dengannya, membuat Mama menangis pedih, menyesali apa yang sudah ia lakukan kepada Andra, begitu pun dengan Papa yang hanya sanggup menatap kosong lantai rumah sederhana itu, dan berulang kali menarik napas berat, memcoba membuang rasa sesal yang menyesakan dadanya.

****

Akhirnya gadis itu tersadar, setelah hampir satu jam tidak sadarkan diri. Andra bangun, dengan tetesan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

"Andra...!" sapa Mama.

Andra menatap Mama tajam, "pergi! Pergi!" usirnya dengan berteriak.

Papa yang terpaku dengan kejadian itu. Ia sungguh tidak menyangka Andra akan memintanya pergi.

Tapi tidak. Papa tidak akan pernah menjauhkan diri lagi dari Andra. Putrinya yang hilang selama sepuluh tahun ini.

Yang kepergian Andra membawa separuh semangat hidup Papa, Mama dan keluarganya pergi.

Tidak. Tidak. Papa tidak akan membiarkan Andranya pergi jauh lagi.

"Tidak sayang, kami tidak akan pergi." Bisik Mama sambil berusaha memeluk Andra.

Airmata Papa tanpa bisa ia cegah jatuh, ia menangis, menangisi pertemuannya dengan Andra.

Papa perlahan menghampiri Mama, dan mendekap Mama berikut Andra kedalam pelukan hangatnya.

Dan Andra memberontak ketakutan, wajahnya pucat, dan tangis ketakutan menghiasi wajah pucatnya. Membuat Papa dan Mama tersadar, trauma yang Andra alami masih belum hilang total, karena kali ini masih tampak didepan mata mereka.

Melihat kenyataan didepan mata membuat Papa tergugu menangis, menangisi kesalahan yang sudah ia lakukan kepada Andra. Menangisi sikap kejamnya, hingga putrinya harus ketakutan melihatnya, yang histeris hanya berada didekatnya,

Dan Papa tahu, perlu usaha dan kerja keras untuk meyakinkan Andra, bahwa Papa sekarang ini sudah berubah, bahwa Papa mengkhawatirkannya, bahwa Papa selalu memikirkannya.

Tapi Papa akan berjuang, untuknya, untuk Mama dan keluarganya, untuk bisa membawa Andra kedalam hidupnya, berkumpul bersamanya, dan mendapatkan cinta dan kasih sayang yang selama ini tidak pernah bisa Andra dapatkan.

****

Serang, 08 Oktober 2018

Dunia DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang