Hai, halo.. Apa kabar? Seperti note aku di hari Selasa Minggu kemarin, bahwa di part 9 cerita ini bakal aku private ya... Dan itu artinya start mulai part ini ya..
Dan.. BTW, aku bakal update dua kali malam ini ya... Tapi seperti biasa, jangan lupa tinggalkan jejak vote dan koment ya.. Kiss..
****
Dua Bulan kemudian,
Melalui proses panjang, akhirnya Daisy sadar dari tidur panjangnya. Dan ia sudah dipindahkan kekamar perawatan biasa.
Siang itu.
"Andra kemana Ma, kok dia tidak pernah datang menengok Kakak?" tanya Daisy yang sedang disuapin makan bubur oleh Mamanya.
Mama terdiam mendengar pertanyaan Daisy. Jujur, Mama pun melupakan Diandra, padahal sudah dua bulan berlalu sejak ia pulang dari rumah sakit. Dan harusnya Diandra ada di rumah sedang melanjutkan terapinya.
"Ma.." desak Daisy saat melihat Mamanya bukan menjawab pertanyaannya, tapi malah diam melamun.
"Mama tidak tau sayang, Mama belum bertemu Andra sejak ia pulang dari rumah sakit," jawab Mamanya.
Daisy mengerutkan keningnya. "Andra kemana Ma, masa udah dua bulan Mama tidak tau Andra kemana?" tanya Daisy.
Mama menghela napas, "mungkin karena Mama kebanyakan menghabiskan waktu Mama disini menemani kamu, jadi Mama tidak bertemu dengan Andra..."
"Itu tidak mungkin, apa yang Mama dan Papa lakukan kepada Andra?" tanya Daisy, "Masa Mama dan Papa tidak pernah bertemu dengan Andra sama sekali?" sambung Daisy, "Andra tidak akan pergi begitu saja meninggalkan Daisy kalau tidak ada yang menyakitinya," jelas Daisy, membuat Mama lagi-lagi terdiam.
"Daisy.."
"Daisy tidak mau tau, Mama telepon Papa, untuk segera mencari Andra sampai ketemu," putus Daisy. "Atau Daisy juga sama tidak mau ketemu sama Mama dan Papa," lanjutnya.
"Dai.."
"Ini sudah keputusan Daisy,"
****
Mama sudah menyampaikan keinginan Daisy kepada Papa.
Dan seperti Mama, Papa pun baru menyadari bahwa belakangan ini Diandra memang tidak pernah menampakan bayangannya di rumah, maupun di tempat lainnya, tidak pernah lagi terdengar suaranya, tawanya yang membahana saat tengah menggoda Daniel, atau pun saat bercanda dengan Mbok Sumi, di teras kesukaan mereka dekat dapur, jeritannya yang selama ini selalu membuat Papa sakit kepala tidak pernah terdengar lagi.
Papa pernah bertanya kepada Mbok Sumi akan keberadaan Diandra, tapi tanpa menjawab, Mbok Sumi malah menangis. Begitupun dengan Daniel saat ini ia berubah menjadi anak yang pendiam, tidak pernah bicara apapun kepada Papa. Tapi Daniel selalu menatap Papa dengan sorot penghakiman, ia seperti menyalahkan Papa akan sesuatu yang Papa pun tidak tahu.
Menyadari itu, sejak mulai beberapa hari yang lalu Papa melalui orang kepercayaannya berikut dirinya sendiri mulai mencari Diandra, mencoba menyusuri tempat-tempat yang biasa di kunjungi Diandra.
Dan tempat pertama yang Papa kunjungi adalah sekolah Diandra. Papa diterima oleh kepala sekolahnya, Pak Faruq menyambut Papa dengan ramah.
"Selamat pagi Pak Sebastian," Sapa Pak Gafur kepala sekolah Diandra, yang kebetulan ditemui Papa di lorong kelas. Mereka saling mengenal, karena Papa sebagai salah satu alumnus dari sekolah ini juga. Dan Pak Faruq sebagai salah satu teman beda angkatan saat sekolah dulu.
"Selamat pagi Pak Faruq, apa kabarnya?" sapa Papa hangat sambil mengulurkan tangan kearah Pak Faruq dan disambut dengan hangat.
"Baik-baik, mari Pak Sebastian, kita ngobrol diruangan saya saja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Diandra
DiversosDiandra, atau Andra. Hampir sepanjang hidupnya harus ikhlas menerima sebutan, "Pembunuh," dan anak, "Pembawa Sial," dan yang lebih menyakitkan, karena sebutan-sebutan itu ia dapatkan dari orang-orang terdekatnya, orang tua dan keluarganya. Dari keri...