30 | Scandal

1.5K 149 36
                                    

Kembali Secil mengulang rutinitasnya seperti biasa. Jika dulunya ia selalu malas-malasan maka sekarang ia jauh lebih semangat. Mungkin karena Secil adalah tipikal perempuan yang lebih termotivasi jika ia sedang jatuh cinta. Apa lagi standar tambatan hatinya kali ini sangatlah berbeda jauh dengan para lelaki yang pernah ia kenal dulu.

Baru saja Secil turun dari grab yang ditumpanginya di depan kampus. Kali ini ia tidak langsung masuk ke dalam, melainkan Secil hanya mematung diam di luar gedung itu sambil menatap ke atas.

Rasanya baru kemarin ada di sini tapi waktu seakan berputar dengan cepat. Sekarang Secil sudah menginjak semester akhir dan sedang sibuk-sibuknya menyiapkan seminar hasil yang di mana artinya tidak lama lagi ia akan lulus.

Kadang Secil merasa bingung, bagaimana kehidupannya setelah lulus nanti. Apakah ia akan lulus tepat waktu? Berapa lama ia akan menganggur? Apakah ia akan mendapatkan perkerjaan yang layak? Apakah ia juga akan berpisah dari sahabatnya, Dahyun, Mina dan juga... pak Willis?

Ah, sial. Memikirkan pria itu membuat kepalanya makin pusing saja.

Hubungannya dengan pak Willis memang tidak bisa dikatakan buruk namun tidak bisa juga dikatakan baik. Jujur, Secil bahkan tidak mengerti apa status hubungan mereka saat ini. Mereka hanya mengalir tanpa ada kejelasan dan tak jarang hal itu membuat Secil sedikit frustasi.

Willis tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Secil sampai detik ini. Terkadang ia bersikap penuh perhatian namun terkadang ia juga bertingkah menyebalkan.

Ternyata benar cinta itu hanya manis diawal saja.

Mengingat Secil sudah tidak punya urat malu, tak jarang ia membahas tentang status hubungan mereka saat bertemu. Hingga sampai disatu titik ia bosan karena Willis selalu memilih bungkam. Sering Secil merasa lelah dan ingin mundur dari semuanya namun ketika niat itu muncul Willis selalu datang padanya dengan sejuta perhatian.

Secil benar-benar benci pada dirinya sendiri. Sejak kapan ia menjadi perempuan yang lemah, kenapa ia tidak bisa tegas pada dirinya sendiri dan yang terpenting, kenapa ia harus terlibat dengan pak Willis sampai sejauh ini.

Belakangan, perasaannya sungguh campur aduk. Apa lagi jika ditambah dengan tugas akhirnya yang belum selesai mungkin sebentar lagi ia akan masuk rumah sakit jiwa karena menderita stres.

Tidak ada lagi Secil yang bisa bersikap cuek terhadap sekitarnya. Secil merasa tingkat sensitivitasnya seperti melonjak pesat. Moodnya bahkan gampang sekali berubah. Sekarang Secil tak segan-segan balas menatap tajam semua orang yang memperhatikannya. Seperti saat ini contohnya sampai kehadiran Mina menyentaknya yang sedang berjalan sendirian di selasar kampus.

"Temenin ke toilet." Tiba-tiba saja Mina langsung menarik lengan Secil berputar arah.

"Eh, bentar dulu! Gue belum taroh tas ini."

"Nanti! Kita ke toilet dulu sebentar!"

"Ih, gak mau. Berat tau!"

Setelah berhasil melepaskan tangannya, Secil langsung kabur meninggalkan Mina yang ternyata ikut mengejarnya.

"Secil tunggu!"

"Gak usah ikut! Gue antar tas dulu bawel!" Jawabnya sambil berlari menoleh ke belakang.

"Please, jangan lewat situ!" Mina bersuara sedikit keras.

Secil acuh. Ia berdecak dalam hati menanggapi sikap aneh sahabatnya itu. Memangnya ia harus lewat jalan yang mana lagi untuk masuk ke ruangan jika bukan lewat selasar ini.

Gurat bingung tergambar jelas di wajah Secil saat ekor matanya mendapati kerumunan mahasiswa bergerombol di depan papan pengumuman. Rasa penasaran membawa kakinya berjalan mendekat namun kemudian ia terhenti ketika Mina kembali memegangi lengannya.

"Kita ke ruangan lo sekarang."

"Bentar, gue mau lihat mading. Ada pengumuman penting kayanya."

"Gak! Di situ gak ada pengumuman apa-apa!"

"Apaan sih lo!?" Secil menyentak keras tangannya hingga pegangan tangan Mina terlepas.

Situasi yang pada mulanya ricuh mendadak hening ketika mereka menyadari kehadiran Secil. Mereka kompak menoleh dan melemparkan tatapan jijik sekaligus mencemooh sampai kemudian terdengar satu suara yang mencolok di tengah kerumunan itu.

"Datang deh simpanan dosennya."

Mina hanya terdiam menggigit bibir bawahnya cemas. Sementara Secil nampak membeku dan entah mengapa ia sangat sadar jika kalimat itu ditujukan padanya. Secara otomatis matanya bergerak menuju papan informasi. Seketika ia langsung lupa bagaimana caranya bernafas.

Semua fotonya bersama pak Willis terpajang di papan itu. Tidak hanya satu melainkan banyak.

Foto disaat dirinya memasuki apartemen pak Willis. Foto mereka saat di dalam mobil. Fotonya sedang mencium pak Willis ketika di taman kampus. Foto mereka ketika berlibur ke Bali dan juga fotonya saat memeluk pak Willis di depan rumahnya juga ada di sana.

Siapa yang melakukan ini?

"Pantesan nilainya jadi bagus. Eh, rupanya ada main."

"Anjir, mukanya polos aslinya per*k"

"Jangan-jangan dia gak jadi simpanan satu dosen doang."

"Bisa jadi tuh! Jangan-jangan yang sudah punya bini dia rayu juga demi nilai."

"Gila, gak nyangka. Gue kira dia anak baik-baik."

"Dibayar berapa sih? Duit gue ada banyak nih."

"Mainnya di ranjang pro banget pasti."

Ini semua salah paham, namun Secil tahu percuma untuk menjelaskan.

Ia maju mendekati papan informasi itu dengan pandangan buram. Tangannya yang bergetar langsung bergerak cepat melepas poster itu dari papan pengumuman dan merobeknya dengan penuh amarah. Disaat-saat seperti ini pun ia bahkan tak mau terlihat lemah agar orang-orang berhenti menginjak harga dirinya. Padahal ia benar-benar syok atas kejadian ini. Kedua kakinya bahkan terasa lemas.

Apa yang akan ia lakukan jika hal tidak senonoh ini sampai ke telinga rektor atau bahkan keluarganya?

Secil tak mampu menahan air mata ketakutannya dan sebelum ia mempertontonkannya di hadapan banyak orang, Secil memilih untuk beranjak pergi diiringi suara sorak-sorai mahasiswa.

Setengah berlari, Secil keluar dari gedung kampusnya dengan wajah merah berlinang air mata. Tak perduli jika ia menjadi tontonan orang-orang yang ia lewati karena Secil sudah sampai pada ambang batasnya.

****


Willis melemparkan tatapan nanar ke arah jam dinding di kamarnya.

Bayangkan saja, hampir jam lima sore dan Secil belum juga muncul. Padahal ia sudah memasak makan siang lebih hari ini karena ia sedang tidak ada jadwal mengajar namun sampai detik ini perempuan itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Sengaja Willis tak menghubungi Secil lebih dulu karena ia menunggu kesadaran dari perempuan itu.

Dan ketika ponselnya berdering singkat, jari Willis terhenti di atas keyboard. Ia menoleh ke arah ponsel yang berada di samping laptopnya kemudian satu alisnya terangkat samar

Secil
Saya berhenti kerja mulai hari ini. Trmksh

Bagus, apa Secil pikir ini lucu? Sekarang ia sedang kerepotan mengurus pekerjaan yang yang menumpuk, mengurus Saga dan ditambah juga mengurus rumah akibat keterlambatan Secil hari ini. Kemudian dengan gampangnya perempuan itu mengirimkan pesan guyonan!?

Willis langsung menghubungi ponsel Secil dan mendapati hanya layanan operator yang menjawab panggilannya.

Sial. Umpatnya dalam hati.





TBC

Halooooo... Kangen aku tuh hehehe

Jangan dihitung ya berapa lama aku hilang 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

Masih ada yang baca cerita ini gak sih??? Kalau masih ada syukur deh muhehehehe


















You Complete Me ; Sehun, SejeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang