14. Dia sangat aneh

3K 185 0
                                    


Tok

Tok

Tok

"Annisa, bangun nak. Ini sudah waktu nya sholat malam.." Umi mengetuk kamar Annisa dengan suara lembut khas seorang ibu.

Mendengar suara uminya memanggil namanya, Annisa tidak merespon banyak. Ia semakin menarik selimut nya yang hangat dan lembut untuk menenggelamkan tubuhnya yang masih terbuai di alam mimpi.

Umi menggeleng kan kepala nya heran karena biasanya saat dibangunkan seperti ini Annisa tidak pernah semalas ini.

Menghela nafas, umi mencoba untuk memanggilnya lagi untuk yang kesekian kali. "Annisa, bangun nak. Ini sudah waktunya sholat malam. " Kali ini suara umi lebih besar lagi dari sebelumnya.

Terkejut, "Asstagafirullah. " Annisa mendudukkan tubuhnya seraya menggosok kedua matanya terburu-buru.

"Asstagafirullah, Annisa lupa memberitahu umi bahwa Annisa batal mandi besar tadi sore. Umi pasti berpikir bahwa aku sudah tidak halangan lagi. " Bergegas, Annisa langsung turun dari ranjang nya seraya meraih jilbab instan disamping nakasnya.

"Umi, Annisa minta maaf karena lupa memberitahu umi kemarin sore. Annisa tidak jadi mandi besar karena memang masih belum selesai. " Begitu membuka pintu kamar nya, ia dapati uminya yang sudah menggunakan muknah dan wajahnya yang sudah tidak muda lagi kini telah basar oleh air wudhu. Menyesal, ia tidak ingin membuang kesempatan untuk tidak mengungkapkan rasa maafnya kepada umi.

Sementara annisa menyesal, umi hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Annisa yang menatapnya dengan wajah panik yang lucu.

"Udah selesai ngomongnya?" Tanya umi sambil tersenyum hangat.

Annisa hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan umi, ia hanya merasa heran mengapa umi tersenyum dengan kelakuan nya dan bukannya merasa sedih.

"Tidak apa-apa, nak. Ini bukan masalah yang besar, lagi pula bukankah Annisa juga sudah mengatakan maaf kepada umi?," Tersenyum hangat.

"Umi puas dengan sikap Annisa yang matang seperti ini, umi bangga, nak. " Umi berseru senang, menepuk kedua pipi Annisa dengan lembut dan sayang.

Melihat uminya tersenyum bahagia, Annisa tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Ia juga tersenyum hangat, membalas senyuman hangat uminya.

"Jangan kan, Annisa pun sangat bangga mempunyai umi sebaik dan sehangat umi. Annisa tidak bisa mengelak bahwa Annisa seperti ini juga karena didikan umi. " Annisa berseru senang, menatap wajah uminya dengan senyum ketulusan.

Namun, tiba-tiba wajah cantik umi yang berhiaskan senyum dan kebahagiaan kini berubah menjadi wajah yang murung dan tatapan sendu.

Mata umi terlihat berkaca kaca dan lelah.

"Tidak, nak. Umi tidak sebaik yang kamu katakan karena jika itu benar maka adik mu tidak akan seperti ini. Umi gagal, nak." Umi berucap sedih membuat senyuman yang ada di bibir Annisa beberapa saat yang lalu kini telah lenyap. Annisa menatap uminya dengan tatapan tidak berdaya, ia juga merasa sedih dengan kehidupan adiknya.

"Umi, itu bukan karena umi gagal dalam mendidik Zahra akan tetapi itu karena Zahra sendiri yang tidak ingin terikat dengan kita. Jadi, buang jauh-jauh pikiran ini dari umi karena umi tidak pernah gagal dalam membesarkan kita semua. " Annisa berucap menghibur, menenangkan uminya yang kini hanya bisa diam dan tidak mengatakan apa-apa padahal baru saja beberapa menit yang lalu umi tersenyum bahagia di depan nya.

Mengangguk lemah, umi menggenggam tangan Annisa, "Tolong jangan mengatakan itu, nak. Karena bagaimana pun dia adalah adik mu, ia masih belum mengerti kemana ia ingin berjalan dan sebagai seorang ibu, umi lah yang patut di salahkan karena tidak membimbing adik mu ke jalan yang benar. "

Sekotor Itukah Aku (selesai dan Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang