"Hachihhh..""Hachihhh.."
"Astagafirullah, badan non Zahra panas. Non Zahra sakit ya, non?"
Aku terkejut mendapati bik Imah yang sudah berdiri dibelakangku dengan ekspresi khawatirnya.
Ku usap-usap hidung ku yang terasa lembab dan sesak agar dapat memberikan ku ruang untuk menghirup udara ke dalam rongga hidung dan di salurkan ke dalam tubuh ku.
"Hm, enggak kok bik, Zahra gak sakit cuman hidung Zahra lagi gatal-gatal aja makanya jadi bersin-bersin begini.." Elak ku menyangkal kekhawatiran bik Imah.
Yah, saat ini badan ku terasa hangat dan tubuh ku meriang menandakan bahwa saat ini tubuh ku dalam keadaan yang tidak stabil.
"Non Zahra lebih baik masuk saja, ini hampir sudah 5 jam non Zahra duduk di sini. Apalagi teh ini lagi hujan non, udara menjadi lembab dan penyakit sangat mudah menyerang manusia. Non Zahra masih kecil, tubuh non masih belum bisa menerima kondisi seperti ini.." Nasihat bik Imah bermaksud membawa ku masuk ke dalam rumah.
Benar, mungkin ini hampir sudah 5 jam ku menunggu mereka. Tepatnya menunggu kepulangan abi dan umi.
Tidak!
Aku bukanlah gadis manja atau cengeng yang tak bisa di tinggal orang tuanya. Akan tetapi, hanya saja..ini mungkin karena aku yang sudah terbiasa di tinggal abi dan umi bekerja..yang terkadang mereka pulang atau tidak membuat ku menjadi aneh seperti ini.
Berdiam diri di depan pintu dengan kepastian yang belum tentu ku dapatkan.
Itu saja.
Tapi aku lega jika melakukannya, walaupun aku tau pasti bahwa apa yang aku tunggu tidak akan pernah merasakan kerinduan ku.
"Non Zahra dari tadi pagi belum makan apa-apa, bibi takut jika non Zahra kenapa-napa.." Ucapnya lagi memperjelas kekhawatirannya.
Aku tersenyum, dalam hati menyesali perbuatan bodoh ku ini kepadanya. Akan tetapi, entah kenapa aku seperti berharap hal bodoh itu terjadi.
Yah, aku berharap jika aku sakit.
Kenapa?
"Non Zah-"
"Abi, umi." Teriak ku bersemangat seraya berlari menyambut mereka di teras.
"Assalamualaikum, sayang.." Salam abi singkat mengabaikan sambutan ku seraya berlari masuk ke dalam rumah. Tergesa-gesa rupanya.
"Assalamualaikum, sayang.." Salam umi seraya meraih puncak kepala ku dan mengusapnya singkat seraya berlalu meninggalkan ku masuk ke dalam rumah.
Aku tersenyum tipis, lalu menjawabnya dengan lirih. "Waalaikumsalam." Jawab ku bergumam.
Bik Imah menatap ku sendu sambil berjalan ke arah Ku.
"Tuan dan nyonya sepertinya sedang terburu-buru non, mungkin karena pekerjaan kantor yang kian menumpuk.." Ucap bik Imah bermaksud menghapus perasangka ku.
Lagi, aku tersenyum tipis. Kata-kata penenang ini adalah kata-kata yang sudah biasa bagiku. Ini sudah kesekian kalinya aku mendengar hal ini. "Iyah..mungkin." Gumam ku lemah. Jangan naif, aku juga sudah bisa berpikir lebih dalam lagi jika menyangkut emosi.
"Ayo non.." Ajak bik Imah seraya menuntun tubuh ku untuk melangkah mengikutinya.
Sambil berjalan, ku lepas tangan bik Imah dari ujung pundak ku seraya memberikan tatapan meminta maaf.
Aku tak tau mengapa aku seperti ini, aku sakit.
Aku melangkah menuju kamar abi dan umi yang terdengar sedang ribut-ribut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekotor Itukah Aku (selesai dan Revisi)
De TodoUntuk cerita lengkapnya silahkan berkunjung ke NovelToon, gratis kok😘 ٱلْخَبِيثَٰتُ لِلْخَبِيثِينَ وَٱلْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَٰتِ ۖ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُم...