7. Lukanya

4.1K 235 2
                                    


Fia P. O. V

Aku berjalan melewati koridor-koridor sekolah dengan langkah terburu-buru. Aku bukannya ingin mengejar guru killer untuk mengemis agar tugas ku mau diterimanya, aku juga bukannya sedang melangkah terburu buru karena akan mendapatkan hukuman dari guru killer dan aku juga tidak terburu-buru karena sedang mengejar kekasih hati yang sedang selingkuh bersama orang lain. Namun ini karena Zahra. Yah, karena kejadian kemarin aku tau Zahra akan tidak baik-baik saja. Apalagi pelajaran jam pertama sampai jam ke empat pun Zahra lewati, ia tak masuk kelas. Ia melewati jam pelajaran dan memilih berada di luar kelas, ini menambah kekhawatiran ku kepadanya. Ini pasti sangat sulit ia jalani, mengingat hari-hari Zahra di rumahnya tak sebahagia dengan yang di sekolah. Aku tau, sebenarnya Zahra tak pernah bahagia. Aku juga tau, bahwa tawa dan senyum yang ia selalu tampilkan di sekolah adalah sebuah topeng. Aku tau Zahra, aku tau apa yang kamu sembunyikan selama ini dan aku juga tau bahwa selama ini kamu hanya bersandiwara saja.

Aku mengedarkan pandangan ku ke seluruh penjuru koridor ini, sepi memang, karena Aku sengaja keluar atau bolos dari jam pelajaran hanya untuk mencari dia. Aku mulai putus asa, bingung harus mencari kemana lagi. Semua penjuru sekolah hampir semua ku datangi. Namun, sepertinya ada yang kurang, aku mulai berpikir dan ya, aku mengingat nya.

"Ah, kenapa aku gak kepikiran tentang taman belakang sekolah yah?, coba aja deh, siapa tahu dia ada di sana."

Aku mulai memasuki taman belakang sekolah, pepohonan yang hijau dan asri membuat tempat ini menjadi sangat teduh dan menenangkan.

Jadi, tak heran jika kebanyakan siswa yang patah hati atau putus cinta menghabiskan hari-harinya di sekolah hanya untuk mengenang masa lalu di tempat ini. Aku mulai berjalan menyusuri taman, berharap menemukan sosok yang ku cari-cari selama ini.

Dan benar saja dugaan ku, ternyata Zahra sedang duduk sendiri di sebuah bangku khusus untuk bersantai. Semilir angin yang menyejukkan membuat rambut cantik Zahra terbang melambai.

Aku memilih untuk melihat aktivitasnya dari kejauhan. Ia terlihat menangis, yah Zahra menangis. Sudah ku duga bahwa akhirnya pasti begini.

"Kenapa Zahra?"

"Kenapa kamu tidak pernah mau mendengarkan ku?. Kenapa kamu selalu melakukan sesuatu yang ujung-ujungnya menyakiti mu, Ra?" Menghela nafas lelah, aku tau ujungnya akan seperti ini. Aku tidak tau apa yang bisa membuat Zahra tersenyum akan tetapi aku berusaha agar dia tidak terluka jika tidak bisa membuat nya tersenyum.

"Kenapa?" Bukankah aku sudah mengatakan nya jika itu semua adalah jebakan?

Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mu, "Bahkan walau kamu mendapatkan apa yang kamu ingin lakukan, tapi rasa itu, Ra?,"

"Apa kamu mendapatkannya?," Aku gak tau apa yang membuat kamu tersenyum tapi dengan melakukan ini kamu pasti terluka, orang tua kamu pasti marah kepada mu.

"Apa kamu dapat merasakannya?,"

"Apa kamu memilikinya?" Aku tidak tau tapi kamu pasti terluka.

"Enggak kan, Ra?"

"Kamu gak mendapatkan apa apa sama sekali, hanya hampa dan sebuah rasa keterasingan yang kamu dapatkan, kamu hanya mendapatkan rasa bahwa Kamu hanya sendiri di sini!," Yah, lukanya pasti sangat dalam, aku yakin.

"Kenapa, Ra?"

"Kenapa?,"

"Jika saja kamu mau mendengarkan aku, pasti semua ini tak akan seperti ini. Kamu bodoh Ra, kamu bodoh." ucapku terisak.

Sungguh aku merasa sakit melihat Zahra seperti ini. Dengan hari-hari yang di lalui Zahra selama ini, aku tau jika selama ini dia tak pernah baik-baik saja.

Sekotor Itukah Aku (selesai dan Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang