3. Dream

337 50 9
                                    

Daniel nyaris mengumpat ketika Hwang Minhyun dengan wajah polos tanpa dosanya itu kembali datang terlambat di kelas mengajarnya sendiri. Memang Hwang Minhyun ini dokter panutannya, tetapi memikirkan bahwa ia harus membayar dengan jumlah yang tidak sedikit pada pria yang selalu telat ini membuatnya kesal. Ia merasa sangat rugi, apalagi ia harus meninggalkan Seongwu di rumah sendirian. Kalau tahu Minhyun akan telat, Daniel pasti akan tinggal di rumah lebih lama.

Daniel menggerutu sembari melihat Minhyun yang menata tas dan buku-bukunya di atas meja. Hari ini Minhyun tampak berbeda, biasanya walau dia telat, ia masih memakai pakaian dengan rapi dan menyisir rambutnya. Tetapi hari ini penampilannya berantakan. Jaket dokternya tidak terkancing dan rambutnya berantakan. Oh lihatlah kaus kakinya, berbeda warna.

Minhyun duduk di kursinya dan merapihkan rambutnya sambil menghela nafas kelelahan. Ia membuka bukunya lalu berkata, "Maafkan saya datang terlambat."

Daniel memutar matanya, ia sudah mendengar alasan itu ratusan kali. "Kali ini kenapa datang terlambat?" tanya Daniel yang berhasil membuat banyak mata tertuju padanya.

"Ah maaf, saya kehilangan buku milik saya, sebelum berangkat saya mencarinya dulu. Tetapi saya tidak menemukannya."

"Buku apa itu? Anda seharusnya menyiapkannya sejak kemarin, kami menunggu lama disini." protes Daniel sambil menopang dagunya. Orang yang duduk di sebelahnya menepuk pundak Daniel untuk menenangkannya. Murid-murid lain yang mendengarnya menarik nafas mereka terkejut dengan keberanian Daniel. Mereka berbisik-bisik ramai membicarakan Daniel.

"Sekali lagi maafkan saya. Buku itu cukup penting karena di dalamnya berisi catatan pengalaman pengobatan saya sejak saya mulai bekerja sebagai dokter. Di buku itu terdapat beberapa cara pengobatan yang sudah dilakukan turun temurun dan dijamin kemanjurannya. Sepenting itulah buku itu bagi saya." jelas Minhyun panjang lebar.

Daniel terdiam dan mengetukkan jarinya di meja. Tak lama ia melipat tangannya dan berkata.

"Maafkan saya sudah lancang bertanya."

***

Daniel mengetuk-ketukan penanya ke meja sambil bertopang dagu menatap punggung Minhyun. Gurunya ini kini sedang menulis materi-materi kedokteran di papan tulis. Entahlah, melihatnya seperti ini membuat Daniel merasa buruk karena lancang bertanya padanya. Yah memang keadaan hatinya sedang buruk, memikirkan tentang Seongwu membuatnya kacau.

Dengan malas Daniel membuka buku tulisnya dan mulai mencatat materi yang dicatatkan oleh Minhyun. Ia mengernyit melihat tulisan Minhyun, berpikir bahwa tulisan itu cukup familiar dan tak lama ia menaikkan kedua alisnya. Tentu saja familiar, setiap hari aku melihat tulisan tangannya saat pelajaran. Yah begitulah dia menjawab pertanyaannya sendiri.

"Kalau kalian sudah selesai mencatat, kita akan pergi ke lab untuk melihat virus-virus dan bakteri yang ada pada orang mati." ujar Minhyun.

"Baik pak."

***

Seongwu membuka matanya perlahan. Ia bangun dari posisi tidurnya dan mengusap kepalanya. Ia mengalami sebuah mimpi yang panjang. Ada 3 orang yang berada di mimpinya, pria tinggi berambut hitam, seorang nenek tua, dan ada Daniel disana. Entah itu hanya mimpi biasa atau cuplikan dari ingatannya, tetapi semua bagian dari mimpi itu sangat aneh dan menarik.

Di mimpinya ia sedang bermain bersama Daniel, seperti ingatan masa kecil, lalu seorang nenek tua datang. Wajahnya tidak jelas dan buram, ia mengelus lembut puncak kepala Seongwu dan itu terasa sangat nyata dan hangat. Lalu Daniel dan nenek itu menghilang begitu saja seperti kabut asap dan sekarang ia sedang duduk menghadap seorang pria berambut hitam dengan wajah yang sama buramnya dengan nenek itu.

Seongwu menatap ke wajah pria itu, tetapi hal itu sama sekali tak membantu. Wajah pria itu tak berubah menjadi lebih jelas, tetap saja buram. Pria itu menyerahkan secarik kertas padanya lalu menggelengkan kepalanya meminta maaf. Berbicara tentang uang dan jasa. Hanya sepatah dua patah kata yang dapat Seongwu dengar. Seongwu tidak merasakan apapun melainkan kebingungan, tetapi air matanya perlahan jatuh dan ia berteriak sambil menutup telinganya.
































Tidak bisa.

Maaf.

Membantumu.

Biaya.

Tidak lama lagi.






























Seongwu menggelengkan kepalanya. "Apa-apaan itu?" tanyanya pada dirinya sendiri. Seongwu berpikir bahwa itu hanya mimpinya saja, tidak begitu penting, hanya imajinasi dari alam bawah sadarnya, tetapi ia tahu kalau diam-diam, sisi terdalam dari dirinya percaya bahwa mimpi itu adalah cuplikan dari ingatannya.

Seongwu berdiri dan beranjak ke dapur. Ia mengambil segelas air dan meminumnya hingga habis. Mengelap mulutnya dengan punggung tangannya dan terdiam disana menunduk. Ia menatap tangannya, membaliknya dan menyadari betapa pucat dirinya.

Apa mimpiku begitu membuatku ketakutan sampai aku pucat begini?

Seongwu berjalan ke arah cermin. Melihat pantulan dirinya sendiri yang tampak sedikit ganjil. Terlihat hidup tetapi tidak hidup. Terlihat mati tetapi tidak mati. Seperti mayat hidup dengan pikiran yang masih waras. Kulitnya putih sedikit abu dan kebiruan. Apakah dirinya selalu sepucat ini?

Mungkin aku albino.

Pikiran-pikiran baik itu selalu muncul dalam pikirannya. Menyangkal semua kemungkinan buruk yang ada. Beruntungnya dia memiliki otak yang selalu berpikiran positif.

Seongwu berjalan mengelilingi rumah Daniel. Ia merasa bosan, dan tentu bosannya tidak hilang dengan mengelilingi rumah minimalis milik Daniel. Ia berhenti di depan pintu. Ia mengintip keluar melalui jendela yang berada di sebelah pintu itu. Waktu sudah cukup sore dan terlihat beberapa orang yang berlalu lalang untuk pulang ke rumah. Seongwu berdiam diri sebentar, menunggu jalanan sepenuhnya sepi.

Setelah dirasa sepi, Seongwu perlahan memutar kunci dan membuka pintu itu perlahan. Awalnya hanya membiarkan sedikit celah untuk udara masuk, tak lama pintu itu sudah terbuka lebar. Seongwu berjalan keluar, hanya beberapa langkah dan senyuman terpampang jelas di wajahnya. Ia merasa segar dan hidup.

Samar-samar Seongwu mendengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin mendekatinya. Menyadari hal itu, Seongwu buru-buru berlari masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya. Tetapi pintu itu tidak menutup sempurna, ada sesuatu yang menahannya.

"Seongwu?" panggil suara di sebrang sana.

X|Forbidden|X
Tbc

ForbiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang