"Benahi rambutmu. Kau terlihat terlalu mencolok."
Cael menundukan kepalanya, warna rambutnya berubah menjadi hitam pekat seketika. Ia hanya diam, tidak mengatakan apapun dan wajahnya masih terlihat kelabu, Lucifer hanya tersenyum penat melihatnya.
"Semoga beruntung membasmi kejahatan." ucap Lucifer sambil berjalan berbalik arah. Cael yang melihatnya dengan sigap melangkah ke depan untuk mengucapkan sesuatu, tetapi Lucifer menghentikan langkahnya duluan dan kembali berbicara.
"Oh, aku nyaris lupa, jangan berkeliaran memperkenalkan dirimu dengan nama suci itu. Kau akan terlihat aneh."
Mulut Cael terbuka sedikit mendengar ucapan Lucifer. Matanya melebar tetapi tak lama tatapannya menjadi sayu. Dia tidak berubah. Cael tersenyum pahit
"Peduli sekali."
Lucifer terkekeh mendengarnya. "Katakan itu pada dirimu sendiri, mengingat kau bisa membunuhku untuk menghentikan semuanya tetapi tidak pernah sekalipun mencoba."
Cael mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum. Ia mengangkat kedua alisnya dan memajukan sedikit bibir bawahnya. Dengan dagu terangkat dan tangan terlipat ia berkata.
"Memangnya kalau kau berada di posisiku, apa yang akan kau lakukan?"
***
"Asal kau tahu Daniel, aku bosan minum teh."
Daniel memutar bola matanya jengah. "Kau mau sembuh atau tidak?"
Seongwu berdecak kesal. "Really? Apa kau sungguh berpikir secangkir teh ini bisa mengembalikan ingatanku? Setahuku teh malah membuat orang pikun. Apa kau sengaja membuatku sulit mengingat, Daniel? Ayolah jangan terlalu posesif, dan juga sebenarnya apa yang kau masukan ke dalam teh ini?! Teh ini terasa seperti besi!" protes Seongwu.
Daniel menelan ludahnya. Tentu saja teh itu terasa seperti besi, darah Daniel sudah tercampur di dalamnya. Daniel merutuki dirinya sendiri dalam hati. Seharusnya ia menambahkan gula yang banyak atau mungkin sejumlah krim susu. Ah, kali ini apa yang harus ia katakan untuk mengelabui Seongwu lagi.
Setelah lama membenahi pikirannya, Daniel akhirnya lebih memilih untuk berpura-pura kesal daripada membuat-buat alasan pada Seongwu. "Yah, terserah kalau kau tidak mau meminumnya." ujarnya dengan tampang yang dibuat-buat tidak acuh.
Sebenarnya akan menjadi masalah besar kalau Seongwu tidak meminum teh itu. Pasalnya sedikit lagi warna kulit Seongwu akan kembali normal, jika kali ini Seongwu melewatkan rutinitas meminum teh --dengan darah Daniel-- ini, usaha Daniel selama beberapa hari ini akan terbuang sia-sia. Kulit Seongwu akan kembali pucat lagi seperti sebelumnya.
Daniel berharap dengan berpura-pura kesal, Seongwu akan luluh dan akhirnya mau meminum teh itu. Tetapi, apa yang dia harapkan sih? Ini sama saja seperti mengadu api dengan lava.
"Ya sudah kalau begitu, aku tidak mau." cebik Seongwu.
Daniel menghela nafas gusar. Walau Daniel sudah 99% yakin akan jawaban Seongwu, tetap saja itu tidak mencegah rasa kesal dan kecewanya. Tidak ada cara lain, Daniel harus membujuknya dengan sesuatu. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memberikan penawaran.
"Minum itu dan aku akan mengajakmu keluar."
Tentu kalian tahu tawaran Daniel akan berhasil.
Tidak perlu menunggu 5 menit, cangkir teh berwarna putih itu telah kosong. Seongwu bahkan tidak menyisakan setetes teh pun di dalam cangkir. Seongwu membuat wajah lucu ketika ia mengecap mulutnya, rasa besi masih menetap di mulutnya untuk waktu yang cukup lama.
[]
Seongwu berdiri mematung di depan lemari pakaiannya. Matanya mencermati tiap kata yang ada pada secarik kertas di genggamannya. Ia gemetaran, mulutnya terbuka kecil tidak percaya.
Sungguh Seongwu tidak pernah berharap sekalipun untuk menemukan kertas seperti ini di lemari pakaiannya. Daniel mengajaknya ke rumah nenek, jadi ia datang. Seongwu hanya penasaran dengan isi kamarnya, dan siapa sangka ia akan menemukan surat dokter di lemari pakaiannya?
Tertulis jelas di atas kertas itu sebuah mimpi buruk bagi siapapun yang mendapatkannya.
Seongwu divonis sakit. Sakit parah.
Penyakit yang sulit untuk di obati. Orang-orang harus melakukan rangkaian operasi untuk berhasil sembuh. Tetapi anehnya Seongwu tidak merasakan sakit apapun, ia merasa sangat sehat malahan. Apakah ia sembuh dengan sendirinya? Tetapi hal itu sangat mustahil. Atau mungkin Daniel yang--
"Seongwu?"
Seongwu terlonjak kaget, nyaris terjatuh ke belakang. Cepat-cepat ia meremas kertas itu dan memasukannya ke dalam saku. Seongwu berbalik menghadap ke arah pintu. "Em.. Y-ya?" gagap Seongwu.
Nyaris saja. Pikir Seongwu sambil memejamkan matanya erat.
Daniel menatapnya heran. "Kenapa kaget begitu? Jangan berdiam di kamarmu terus, ayo keluar, nenek sudah membuatkan sup tomat untuk kita."
Seongwu mengangguk cepat. "Kau duluan saja, sebentar lagi aku menyusul." ucap Seongwu, berusaha terdengar semeyakinkan mungkin, tapi apa yang dia harapkan dari suara yang gemetaran sih.
Daniel menarik sudut bibirnya, alisnya masih mengerut bingung, tapi ya sudahlah, Seongwu kan memang aneh. "Cepat, jangan terlalu lama." ucapnya lalu berjalan pergi ke ruang makan. Seongwu tersenyum membalasnya.
Setelah Daniel benar-benar sudah menghilang dari penglihatannya, Seongwu menggigit bibir bawahnya, ia kembali membuka kertas yang berada di sakunya.
Apa-apaan ini, kenapa aku tidak tahu apa-apa tentang penyakit ini? Seongwu berdecak kesal frustasi. Matanya memandang ke sudut kertas. Tertulis jelas di sana, Dr. Yoon Jisung.
"Aku harus menemuinya."
X|Forbidden|X
TbcPendek ya maaf :')
Ini 5 atau 6 chap lagi mungkin udah selesai, cuma akunya aja yang mager nulis ksdjjdkdkd
Maafkan diriku
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden
Fanfiction[DISCONTINUE READ AT YOUR OWN RISK] Daniel sangat menyayangi Seongwu. Ia takut akan kehilangan cahaya matahari dalam hidupnya. Karena itu ketika cahaya itu mati, Daniel berusaha membangkitkannya agar hidup kembali. Daniel siap menerima resikonya d...