Daniel mengetuk-ketukan penanya gusar. Lagi-lagi ia merasa gelisah dan tidak nyaman. Akhir-akhir ini Seongwu selalu membuatnya khawatir. Yah, Seongwu sebenarnya bertingkah baik, terlalu baik malahan, tetapi di situlah letak keanehannya. Seongwu tidak akan berbuat baik tanpa alasan. Daniel yakin Seongwu menyembunyikan sesuatu darinya.
Daniel menghela nafas panjang lalu berdecak kesal.
Ia menoleh ketika merasakan seseorang menyikut tangannya pelan. Daniel menaikkan kedua alisnya, bertanya 'apa?' pada teman baiknya, Jinyoung, yang duduk di sebelahnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Jinyoung dengan suara pelan, nyaris berbisik.
Daniel hanya menatapnya lekat lalu menjatuhkan sorot matanya. Ia menghela nafas untuk kesekian kalinya dan hanya menggelengkan kepalanya.
Jinyoung menarik sudut bibir kanannya sambil memutar bola matanya. "Kau mau makan siang di luar?" tawar Jinyoung, "tidakkah makanan kantin membosankan?" lanjutnya.
Daniel memajukan bibir bawahnya lalu mengangguk. "Ide bagus. Sup kimchi?" Daniel mengepalkan tangannya sambil menyodorkannya ke arah Jinyoung.
Jinyoung tersenyum. "Tentu saja, sup kimchi!" Jinyoung membalas kepalan tangan Daniel sambil terkekeh. Mereka terkikik geli untuk beberapa saat.
Suara deheman dari arah depan membuat Daniel dan Jinyoung sontak menarik tangan mereka dan mengunci mulut mereka rapat-rapat. Sungguh seperti anak kecil. Mereka berdua bisa merasakan tatapan tajam Minhyun terasa sangat panas, seolah siap membolongi kepala mereka.
Minhyun berkacak pinggang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kang Daniel dan Bae Jinyoung, aku harap kalian sudah mempersiapkan diri untuk tes praktek lusa depan, karena kalau tidak, kalian akan berada dalam masalah besar."
Daniel dan Jinyoung menelan ludah dengan gugup. Mereka mengangguk patuh tanpa bersuara. Daniel menyikut lengan Jinyoung dan Jinyoung membalasnya dengan sikutan yang tidak kalah kencangnya.
***
Seongwu terdiam. Semuanya benar. Seluruh ketakutannya menjadi nyata. Ia benar-benar sakit. Tinta-tinta pada kertas itu menuliskan kebenaran dan Seongwu belum siap menerimanya.
Tumor otak ganas? Yang benar saja!
Seongwu tidak merasakan nyeri atau serangga menggerogoti kepalanya, ia yakin dirinya sehat sepenuhnya, tetapi kenapa Jisung bersikeras meyakinkan dirinya kalau ia sedang sakit? Apakah Seongwu sudah sembuh dan sebagai bayarannya ia kehilangan sebagian besar ingatannya?
Tidak. Ini semua tidak masuk akal.
"Jujurlah padaku Seongwu, kau berobat di rumah sakit mana?"
"Aku bilang aku tidak tahu! Tidak. Aku tidak ingat sama sekali."
Jisung berdecak lalu menghela nafasnya. Ia membalik lembaran bukunya, mencari sesuatu.
Suasana di dalam ruangan itu penuh ketegangan. Mungkin lebih ke arah terkejut atau kebingungan. Keduanya mempertanyakan hal yang sama dan tak satupun dapat menjawabnya.
"Ini sebuah tumor otak Seongwu, tidak bisa lenyap begitu saja hanya dengan mengucapkan abrakadabra, kau harus mengangkatnya." jelas Jisung dengan nada tinggi.
"Harus berapa kali aku bilang kalau aku tidak tahu?!" Seongwu memukul meja frustasi.
Jisung memijat keningnya. "Lalu apa kau bilang tadi? Kau hilang ingatan?"
Seongwu hanya mengangguk menjawabnya. Ia menundukan kepalanya, rasanya ingin menangis.
"Apa tumor otakmu pergi membawa seluruh ingatanmu?"
"Ah, tidak tahu!" geram Seongwu
Bermacam-macam tebakan muncul di otak Seongwu. Apakah Daniel membawanya pergi berobat? Atau Daniel lah yang telah mengobatinya diam-diam? Tetapi jika itu benar, artinya Daniel sudah melanggar peraturan. Melakukan operasi tanpa memiliki gelar dan dilakukan di luar rumah sakit adalah perbuatan ilegal.
Bagaimana jika Daniel benar-benar melakukannya?
Bagaimana kalau Daniel dihukum karenanya?
Bagaimana kalau...
Dengan hentakan keras, Seongwu bangun dari tempat duduknya. "Aku pergi!"
Jisung nyaris melompat karena terkejut. Ia buru-buru mengejar Seongwu yang hendak keluar dari ruangannya. "Tunggu Seongwu!"
Saat itu Seongwu sudah membuka pintu dan baru saja ia menapakkan kakinya dua langkah, tangan Jisung menarik lengan kiri Seongwu dengan kencang, membuat yang ditarik nyaris terjatuh.
"Aduh apa-apaan sih?! Lepaskan! Aku mau pulang!" raung Seongwu.
"Kita harus membicarakan ini dulu Seongwu! Ini adalah sebuah terobosan besar, tumor otakmu sudah terlalu parah, sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk disembuhkan."
"Tumor otak, tumor otak! Diamlah! Aku tidak sakit!" pekik Seongwu.
"Seongwu?"
Seongwu merasa jantungnya nyaris jatuh ketika mendengar suara itu. Nafasnya tercekat. Ia segera menolehkan wajahnya ke sumber suara. Dan dugaannya benar, hal yang paling Seongwu takutkan ada di sana.Di hadapannya, Daniel berdiri membeku dengan wajah pucat.
Seongwu buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman Jisung. Kedua tangannya meremas sisi bajunya dan badannya gemetaran karena ketakutan. Ia benar-benar merasa bersalah
"Da-daniel, a-aku eum, bu-bukan begitu-"
Benar-benar, sekeras apapun Seongwu berpikir, ia tidak bisa menemukan alasan apapun untuk menyelamatkannya. Seongwu akhirnya hanya menunduk dan memejamkan matanya erat. Ia sudah pasrah, Daniel pasti akan memarahinya habis-habisan.
"Seong- Seongwu?"
Mata Seongwu seketika terbuka. Ini bukan suara Daniel, bukan juga suara Jisung, tetapi suara ini terasa sangat familiar. Terlalu familiar bahkan. Dimana ia pernah mendengarnya?
Seongwu mendongakkan kepalanya perlahan. Seorang pria berambut hitam pekat berdiri di hadapannya. Perawakannya dewasa dan jelas terlihat kalau ia lebih tua dari Seongwu. Mata pria itu membulat, sama terkejutnya dengan Daniel.
Tiba-tiba Seongwu merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Seongwu yakin ia pernah melihatnya. Seongwu yakin ia pernah bertemu pria itu. Seongwu memejamkan matanya erat lalu membukanya. Pandangan Seongwu beralih melihat papan nama yang berada di sisi kemeja pria itu.
Hwang Minhyun.
X|Forbidden|X
TbcHujat aku aja hujat, terakhir up 2 bulan lalu dan ini update malah lebih dikit dari biasanya TvT
Aku pengen cepet cepet nyelesaiin ini tapi masih bingung juga.
Gak mau bikin kalian nungguin lama terus terphpkan
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden
Fanfiction[DISCONTINUE READ AT YOUR OWN RISK] Daniel sangat menyayangi Seongwu. Ia takut akan kehilangan cahaya matahari dalam hidupnya. Karena itu ketika cahaya itu mati, Daniel berusaha membangkitkannya agar hidup kembali. Daniel siap menerima resikonya d...