"Danieel~" panggil Seongwu manja. Ia tidur tengkurap di sofa sambil menendang-nendangkan kakinya ke atas dan ke bawah.
Daniel hanya mengangkat alisnya sebagai respon, seolah berkata --Apa?-- Daniel tidak repot-repot mengangkat kepalanya. Pandangannya masih terfokus pada buku catatan miliknya. Daniel sibuk menulis istilah-istilah medis dengan pena mahalnya.
"Danyeel.." panggil Seongwu lagi, sedikit merengek yang dibalas dengan decakan kesal Daniel.
"Apa Seongwu?" tanyanya sambil menarik kedua sudut bibirnya ke atas yang membentuk sebuah senyum terpaksa.
"Ehe, ayo kita jalan-jalan. Boleh ya?" pinta Seongwu.
"Seongwu, kau ingat apa yang aku katakan tentang keluar dari rumah? Yap, itu jawabannya." Daniel menjentikkan jarinya lalu kembali menulis.
"Kumohoon, ayolah." Seongwu merapatkan kedua tangannya di atas kepala dengan wajah memelas.
Daniel menghela nafas. "Tidak, Seongwu."
Seongwu memanyunkan bibirnya. "Memangnya kenapa sih?"
"Kau masih-"
"Hilang ingatan? Aku tahu aku hilang ingatan, tapi apa salahnya kalau cuma berjalan-jalan diluar?" potong Seongwu kesal.
Daniel terdiam. Memang benar sih, kalau dilogika seharusnya tidak apa-apa jika Seongwu keluar rumah. Kemungkinan besar dia tidak akan membuat masalah dan hanya bermain. Yah, tetapi masalahnya ada pada kulit Seongwu. Kulitnya belum kembali seperti semula, masih sepucat salju. Bagaimana kalau orang-orang curiga dan menyelidikinya? Oke itu sedikit berlebihan, atau bagaimana jika mereka bertemu dengan si pemilik buku itu di tengah jalan? Tentu pemilik buku itu akan langsung mengetahui apa yang terjadi pada Seongwu.
Daniel mengetuk-ketukan penanya di atas meja. Haruskah ia mengajak Seongwu keluar? Sebenarnya Daniel juga merasa kasihan pada Seongwu, sudah lama ia tidak keluar rumah dan Daniel tidak bisa menemaninya terus di dalam rumah. Jadi sebagian besar hari Seongwu, ia habiskan sendirian di dalam rumah.
Daniel menengok ke arah Seongwu yang kini sedang menatapnya dengan wajah memelasnya. Daniel memutar bola matanya. Yah kalau seperti ini sih Daniel tidak bisa terus terusan menolaknya.
"Baiklah." ucap Daniel final.
Pupil mata Seongwu melebar dan seolah bercahaya. Ia tertawa girang sambil melompat-lompat. Daniel tersenyum melihatnya, ia suka melihat Seongwu tertawa, tetapi melihatnya kerap membuat Daniel berpikir.
'Sebenarnya apa yang ingin kau sampaikan padaku?'
Daniel memakai jaketnya, ia masuk ke ruang kerjanya sambil menunggu Seongwu bersiap-siap. Ia membuka laci mejanya dan mengambil buku berwarna hitam. Ya, buku yang ia temukan di gua itu.
Ia membolak-balikan halaman buku itu hingga akhirnya ia menemukan apa yang ia cari. Mantra pelindung. Daniel segera merapalkan mantra itu, ia menggigit kecil jari telunjuknya dan meneteskan darahnya di atas buku. Darah Daniel tidak jatuh ke lembaran kusam itu, darahnya mengambang tepat di atasnya. Tak lama cahaya dan kabut hitam muncul dari dalam buku dan menyebar ke seluruh rumah. Setelah yakin ia menyelesaikan ritual dengan benar, ia mengembalikan buku itu ke lacinya.
Buku itu mempunyai mantra pelindung agar orang yang berniat untuk merusaknya tidak dapat melakukannya, bahkan menyentuhnya sekalipun. Ritual yang Daniel lakukan tadi, hanya akan bertahan selama 72 jam. Jadi Daniel melakukannya 3 hari sekali. Terkadang Daniel merasa lega karena darah yang dibutuhkan hanya setetes, bagaimana kalau sampai berliter-liter? Mungkin Daniel sudah berada di rumah sakit karena kehabisan darah. Apalagi darah yang digunakan harus darah dari orang yang mengucapkan mantra itu dan tidak dapat diganti oleh yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden
Fanfiction[DISCONTINUE READ AT YOUR OWN RISK] Daniel sangat menyayangi Seongwu. Ia takut akan kehilangan cahaya matahari dalam hidupnya. Karena itu ketika cahaya itu mati, Daniel berusaha membangkitkannya agar hidup kembali. Daniel siap menerima resikonya d...