Chapter Four

788 81 5
                                    

Terima kasih apresiasi kalian yang sudah vote, comment atau sekedar membaca.

-00-


Jungkook merasa kosong sekarang, pikirannya selama seminggu ini tidak pernah lepas dari sosok Jaein. Jungkook penasaran, tetapi gengsi untuk menemukan jawaban. Jungkook tidak ingin Jimin mengetahui apa yang berkecamuk di otaknya. Oh tidak, Jungkook harus bisa mengendalikan Jimin jangan sampai sebaliknya.

Jungkook mengakui hanya Jimin yang mengerti dirinya, karena alasan ini lah Jungkook mempercayakan perusahaan Ayahnya di tangan Jimin. Percaya dalam artian bahwa Jimin tidak akan membiarkan perusahaan Ayahnya hancur, sekali lagi Jimin orang licik yang hanya mementingkan diri sendiri. Jimin selalu ingin menjadi pengendali. Sifat dominan yang mengesalkan untuk Jungkook.

Jungkook mendesah keras sekali lagi entah berapa kali desahan itu keluar dari paru-parunya, sudah empat jam dia hanya duduk di hadapan kanvas putih yang belum diberi warna apapun. Dan sudah seminggu ini juga Jungkook tidak menghasilkan lukisan apapun, padahal biasanya Jungkook bisa melukis beberapa lukisan indah dalam waktu seminggu. Seminggu ini pula Hyerim menjadi pelampiasan stress yang diakibatkan oleh sosok Jaein. Bermain kasar yang membuat kekasihnya itu protes karena Jungkook selalu membuat selangkangannya sakit.

"Ini tidak wajar." - batin Jungkook.

Akhirnya Jungkook menyerah, melepas celemek dan juga meletakan pallette miliknya. Menenangkan diri pilihan yang terbaik yang ada dalam pikirannya.

Selama menuju ke apartemennya, Jungkook hanya terus mendesah tanpa melepas bayangan Jaein. Mata coklat milik wanita itu menjadi salah satu yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih.


Jungkook masuk ke apartemennya dengan wajah kelelahan. Padahal dia hanya duduk seharian ini, tapi entah mengapa tubuhnya terasa lelah.


"Oh, Jungkook-ah tumben kau sudah pulang." Suara Jimin langsung menyambutnya.


"Tidak ada yang bisa kulakukan hyung." Jawab Jungkook sambil menuju kulkas untuk mengisi tenggorokannya dengan air dingin.


"Aku sudah memesan makan malam, tidak apa walau hanya pizza?" Tanya Jimin. Walaupun ada sekat besar dalam hubungan persahabatan antara Jimin dan Jungkook bukan berarti mereka tidak dekat. Mereka sangat dekat sampai tau sisi gelap masing-masing. Hanya Jimin yang menerima Jungkook, begitu sebaliknya.


Jungkook hanya mengangguk pelan. Dan menuju sofa yang diduduki oleh Jimin dan mengambil sepotong pizza yang ada di meja. Jimin hanya memperhatikan Jungkook dengan senyum tipis. Jimin tau apa yang sedang ada di kepala Jungkook. Tapi Jimin tidak akan mengutarakannya, lebih memilih untuk diam dan melihat Jungkook kelimpungan. Jimin suka saat Jungkook terlihat seperti ini. Melihat Mr. Perfect yang sedang bingung.


"Akan ada tamu, aku mengundangnya untuk makan pizza dan juga ditemani sedikit bir mungkin," Kata Jimin sambil mengganti saluran televisi.


"Terserah kau hyung, ini juga rumahmu." Sahut Jungkook malas.


"Kau akan sangat senang Jungkook-ah." - batin Jimin.

Ting tong!

Bunyi bel pintu apartemen mewah itu mengalihkan Jimin dari saluran televisi. Dia sangat bersemangat. Sedang Jungkook hanya memandang layar kotak itu tanpa minat sama sekali.

Jimin menuju pintu untuk menyambut tamunya. Tamu yang selalu membuatnya bergairah.

"Masuklah Jaein-ah." Kata Jimin dari arah pintu.


Demon PaintingWhere stories live. Discover now