1⃣2⃣

2.6K 595 155
                                    




✈✈✈





Tinta spidol hitam menyilang angka yang terdapat di kalendernya, menghitung sisa hari hingga waktu kelahiran bayi kecilnya tiba. Hyungseob tidak sabar lagi melihat buah hatinya, mungkinkah akan setampan Woojin? Atau semanis dirinya? Membayangkannya saja membuat jantungnya berdebar. Dokter memperkirakan bayi ini lahir satu bulan lagi.

"Beberapa minggu lagi sudah pergantian tahun, kenapa dia masih belum mengabarimu?" tanya temannya yang sudah sangat sering berkunjung ke apartementnya, siapa lagi kalau bukan Lee Daehwi.

Daehwi sama jenuhnya seperti orang tua Hyungseob tentang Woojin yang tidak ada kabar, disisi lain ia merasa bersalah karena perbuatan kaka sepupunya itu yang meninggalkan Hyungseob dalam keadaan hamil. Kalau bukan karena perbuatan seksual yang sering Hyungseob dan Woojin lakukan, Daehwi sudah menyuruh keduanya untuk putus. Siapa yang tahan tidak diberi kabar pacarnya selama 8 bulan? Jika Samuel seperti itu padanya, mungkin Daehwi sudah membakar apartement pria bule itu.

"Berhenti menanyakan itu padaku, aku juga tidak tahu." Ujar Hyungseob dengan sedikit sebal, "tunggu saja satu tahun lagi, mungkin saat itu dia sudah pulang. Entah masih ingat padaku atau tidak," sungutnya.

Semakin bertambah tua usia kehamilan, Hyungseob menjadi sangat sensitif. Ia mengalami mood swing dengan sangat cepat, bahkan bisa dalam satu detik saja. Terkadang membuat lawan bicaranya ikut terpancing emosi.

"Kenapa kau malah marah padaku? Memang aku menyembunyikan Woojin hyung??" Daehwi meletakkan pisau yang ia gunakan untuk memotong apel dengan kesal. "Cobalah hubungi orang tuanya, Woojin hyung anak yang berbakti. Mungkin dia memberi kabar pada mereka."

"Kau saja sana." Balas Hyungseob malas.

"YAK! Berusahalah sedikit! Kau mau anak itu lahir tanpa ayah!?" Daehwi mendelik sebal, "bagaimanapun juga Woojin hyung harus menemanimu ketika melahirkan nanti, kau tidak boleh berjuang sendirian." Ujarnya sambil menyuapi sepotong apel ke mulut Hyungseob.

Dengan mengelus pelan perut buncitnya Hyungseob melahap suapan dari Daehwi, "aku tidak mau berharap banyak, sekedar tahu bahwa dia baik-baik saja saat ini sudah lebih dari cukup untukku."

Meski wajahnya terkesan datar, tersirat sendu dimanik jernih pria manis ini. Sebagai sahabat yang mempertemukan Hyungseob dengan kakak sepupunya, Daehwi merasa tidak enak sudah membawa Hyungseob diposisi seperti sekarang.








✈✈✈









Tidak ingin kalut dengan suasana sedih, Hyungseob dan Daehwi melakukan tujuan utama mereka bertemu hari ini. Membeli peralatan bayi. Sebenarnya orang pertama yang ingin Hyungseob ajak pergi sudah pasti calon ayah dari anaknya ini, tapi apa daya bila Woojin saja tidak pernah membaca pesannya. Sempat terpikir untuk mengajak Jungjung, namun sangat disayangkan direktur tampan itu sedang rapat. Mau tidak mau pilihan terakhirnya adalah Daehwi.

"Daehwi-ya, lebih baik warna putih, pink atau biru?" Tanya Hyungseob dengan telunjuk yang mengarah kepada 3 set alat makan berbagai warna.

"Putih mungkin, itu warna netral. Kita tidak tahu jenis kelamin anak kalian nanti"

"Begitukah? Tapi bukannya putih itu cepat kotor?"

Daehwi menunjuk salah satu kotak set pilihannya, "ini saja kalau begitu."

"Hijau tua? Aneh untuk anak bayi." Hyungseob menggeleng kuat.

"Yasudah biru" ujar Daehwi.

"Tapi bagaimana kalau anakku tidak suka warna biru?"

[√] Mr. Airplane; JinSeobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang