17

2K 384 55
                                    

Pagi-pagi sekali, bahkan ketika matahari belum terlihat Woojin harus dibuat khawatir dengan suara rintihan kekasihnya. Hyungseob yang tertidur di sampingnya merintih sambil memegangi perutnya. Woojin panik bukan kepalang, ia segera berganti baju dan menggendong Hyungseob ke mobil.

Sekedar informasi saja, mereka sudah pindah rumah dan Woojin sudah bisa menyetir.

Ia belajar menyetir pada Paman Kim, dalam 2 minggu sudah mahir menguasainya dengan mudah. Mungkin karena mobil lebih simpel dibanding pesawat yang memiliki banyak tuas dan tombol.




"Akhh.. sakit hyung.. sakitthhh.."


Jemari lentik Hyungseob memegang erat baju Woojin, tidak membiarkan ia meninggalkannya sendirian di kursi mobil. Setitik air matanya sudah mengalir karena perih yang luar biasa.

Woojin menempelkan bibirnya pada pipi Hyungseob, menghapus air mata dengan bibirnya. "Sabar sebentar, sayang. Kita ke rumah sakit secepatnya."

Setelah Hyungseob melepas genggamannya, Woojin segera berlari memutar ke kursi kemudi. Ia menyetir dengan satu tangan, sementara tangan lainnya ia biar kan Hyungseob meremasnya kuat dengan beberapa kuku jemarinya yang meninggalkan bekas di sana. Tidak apa-apa, lebih baik Woojin yang merasa sakit daripada Hyungseob.




.

✈✈✈






Di rumah sakitpun Woojin masih belum bisa tenang, Hyungseob harus melewati proses persalinan. Woojin diberi pilihan ingin menunggu di luar atau ikut masuk ke ruang operasi. Tentu saja ia pilih ikut masuk, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menemani Hyungseob selama persalinan.

Woojin tahu dia harus mengabari kedua orang tuanya dan orang tua Hyungseob tentang ini, tapi apa daya. Karena terlalu terburu-buru ia lupa membawa ponsel. Masih syukur dompetnya terbawa.





"Bagaimana perasaanmu?" tanya Woojin lembut. Tangannya menggenggam erat kedua tangan Hyungseob. Mereka sudah berada di ruang operasi.

"Takut, senang dan berdebar? Entahlah, aku tidak bisa menentukannya." Hyungseob tersenyum tipis, matanya terasa berat karena perawat sudah menyuntikan bius.

"Aku juga."

"Hyung, terima kasih sudah di sisiku." ujarnya lemah. Kelopak matanya semakin memberat.

"Terima kasih juga selalu menungguku, sweetheart. Selepas ini kau harus segera bangun dan melihat anak kita."

Hyungseob mengangguk sebisanya ketika Woojin mengecup keningnya dalam waktu yang lama. Sangat lama hingga akhirnya pandangan Hyungseob menggelap.

Woojin berdiri di tempatnya, melihat bagaimana tim medis membelah tubuh Hyungseob dan segala alat yang mengaduk perut besar pria mungil itu. Ia rela berdiri berjam-jam tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya pada Hyungseob, tangannya pun setia menggenggam erat jemari Hyungseob yang terasa lemah.







✈✈✈






Bahagia.







Woojin bahagia.







[√] Mr. Airplane; JinSeobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang