Manuscript No.5

114 25 4
                                    

Manuscript No. 5: Pernyataan Tak Dimengerti

Bukan kali pertama, aku menatap wajah Taehyung yang tersenyum sendiri menatap lukisan yang ia buat. Kali ini hanya sebuah sketsa sederhana sebuah gelas kopi dan sebuah botol selai. Aku sempat heran saat Taehyung meminjam botol selai dari pelayan kafe. Aku kira dia ingin minum kopi dengan selai. Hal terkonyol yang aku pikirkan. Jika dihitung berapa kali aku bertemu dengan Taehyung dalam empat bulan aku mengenal pria itu, kalian tak pernah mendapatkan jawaban yang pasti. Terkadang Taehyung mampir ke kantorku dan terkadang aku menghampirinya di kampus. Dia selalu sendiri, itu yang aku tahu.

"Es krim itu untuk dimakan bukan diminum." Ujarku. Taehyung menaikkan pandangannya padaku lalu menatap es krim yang mencair di dalam gelas. Dia hanya tersenyum kemudian kembali menekur menatap sketsanya lagi. "Baiklah, aku tahu kau menyukai itu. Dan kau tak akan menghiraukan ucapanku."

Taehyung meraih ponselnya dan mulai mengetik di sana. Dahinya sedikit berkerut sebelum memperlihatkan hasil ketikannya padaku. "Aku suka." Hanya itu.

Memang sepi jika berada di dekatnya,  bagi kebanyakan orang mungkin itu hanya akan membuat harimu jenuh, membosankan, dan hanya buang-buang waktu. Tapi aku tidak mengerti bagaimana bisa aku bertahan sejauh ini. Kehadiran Taehyung suatu hal yang misterius. Aku tak tahu banyak hal tentangnya, rumahnya, keluarganya, atau siapa saja temannya. Yang aku tahu, dia akan duduk di dalam bus, berhenti di halte sebelum tempat aku turun.

"Kim Taehyung!" Seruku. Taehyung kembali mendongakkan kepalanya. "Minggu lalu, kau babak belur lagi. Kau benar-benar dihajar oleh preman?" Tanyaku.

Dia mengangguk.

"Ya, seperti yang aku jelaskan. Kesialan selalu mengikutiku. Aku menyesal telah menolong bibi yang pemarah itu. Dia mengira aku akan merampoknya dan berteriak."

Dia terkekeh pelan setelah memperlihatkan tulisannya. Aku tak sontak terhibur dengan itu. Aku tahu itu hanya sebuah cerita karangan. Tak lebih dari sebuah imajinasi yang menjadi kamuflase untuk sebuah kebohongan. Aku beberapa kali menghadapi klien yang bermasalah, dan lima puluh lima persen dari mereka berbohong. Dahi berkerut, senyum masam, dan cara mereka setelah mengungkapkan apa yang ada di kepalanya. Mereka tak jauh berbeda.

"Tae, dimana kau tinggal?" Tanyaku lagi.

"Tak jauh dari halte."

"Boleh aku mampir?"

"Boleh. Tapi tidak sekarang. Aku harus ke Daegu sore nanti. Hyungku akan kembali dari Canada. Jadi aku harus menemuinya."

"Tak apa. Aku mengerti."

"Aku harus pergi. Aku harus menemui dosenku dulu."

Taehyung bangkit dari tempat duduknya, menyandang tasnya dan membawa buku sketsanya pergi. Aku menatap punggungnya yang menjauh, lalu melihat jam di pergelangan tanganku. Jam makan siang tinggal beberapa menit lagi, sebaiknya aku juga kembali.

Aku menatap ke luar jendela sejenak. Taehyung berdiri di tepi jalan menghadap zebra cross sambil menatap langit yang kelabu. Apa yang dia pikirkan?

Aku kembali teringat ucapan Taehyung beberapa hari sebelumnya saat aku bertanya apa yang ia suka. Dia tersenyum senang lalu mengetik begitu panjang di ponselnya. Kala itu hujan turun membuat kaca jendela kafe berembun. Secangkir kopi yang mulai kehilangan suhu panasnya, roti manis dan segelas es krim cair tersaji di atas meja.

"Daftar hal yang aku suka:

- Membuat buih dari sabun
- Berendam di kamar mandi
- Pantai
- Salju yang turun di bulan Desember
- Es krim yang mencair di musim hujan
- Machiatto hangat di musim dingin
- Roti gandum manis
- Wangi hujan yang menyentuh debu di aspal kering
- Tempat yang tinggi
- Burung
- Terbang
- Wangi shampo kesukaanku
- Aku benci aroma lavender dan lemon
- Aku suka wangi apel
- Aku menyukaimu

Aku terkekeh membacanya. Dia memasukkan aku di dalamnya. "Aku juga menyukaimu. Kau benar-benar seperti bocah yang suka buih dari sabun. Kau konyol, Tae." Ujarku, "kau bisa terbang?"

Dia terkekeh lalu mulai menyantap es krim cairnya dengan sedotan. Dia unik, benar-benar unik.

"Hanya angan-angan."

Aku mengangguk tanda mengerti. Aku terus menatapnya, sedang dia sibuk kembali dengan buku sketsanya.

Saat itu aku mengingat-ingat apa yang ia suka. Dan akhir-akhir ini aku mulai membenci diri sendiri saat mengingat lagi waktu yang singkat itu.

Dia meredup dibalik sinar lain yang menyinari..

Di lain hari, saat aku sedang berbelanja bersama Jimin ke sebuah pusat perbelanjaan, aku tak sengaja melihat Taehyung berjalan bersama seorang wanita paruh baya. Wanita itu menggandeng lengan Taehyung sembari melihat-lihat barang-barang yang ada. Aku sempat berpikir jika Taehyung sedang bersama ibunya karena wajah mereka cukup mirip, namun saat aku menyapanya, wanita itu memperkenalkan diri sebagai ibu tirinya. Tak jauh dari perkiraanku, memang.

"Kau adalah teman Taehyung?"

Aku mengangguk sambil tersenyum, sedangkan Jimin menatap Taehyung dalam diam.

Wanita itu cukup cantik dengan pakaian yang modis dan riasan simpel layaknya seorang wanita muda. Namun kerut di dekat matanya membuatnya tampak seperti empat puluh tahunan.

"Baguslah, Taehyung bisa berteman dengan baik sekarang." Ucap wanita itu angkuh. Aku tidak suka gaya bicaranya.

"Ah, ya. Tentu saja." Jawabku sambil terkekeh pelan.

"Kami permisi dulu. Ayo, Tae!"

Aku memandang punggung mereka yang menjauh.

"Aku tidak suka dengan wanita itu. Aku yakin temanmu itu tidak nyaman bersama dengannya, Noona!" Ucap Jimin setelah itu.

"Jangan sok tahu kamu. Ayo pergi!"

Ddrrrt...

Aku menatap notifikasi ponselku.

From: Taehyung

Sorry and good bye!

Apa maksudnya?

[]
Tbc

KampanyeLFFL

The Last Manuscripts (Kim Taehyung Ff)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang