Manuscript No.13 :Rahasia si pria bisu
Hari ini mentari bersinar malu-malu. Pekerjaanku mulai terselesaikan menjelang pukul empat sore, yang artinya aku punya waktu luang hingga makan malam. Suasana jalanan masih ramai seperti biasanya, namun hatiku terasa sepi dan kosong. Aku tidak tahu, beberapa kali teman-teman di kantor memergokiku melamun dan mengejekku. Yang aku lakukan hanya tersenyum kikuk lalu terkekeh pelan. Seolah waktu mempermainkanku, sehingga aku tidak sabar melangkahkan kakiku keluar dari kantor.
Aku melangkah gontai menuju halte tempat biasa aku menunggu bus, berharap jika nanti bertemu dengan Taehyung di sana. Pria itu adalah satu-satunya hal yang aku pikirkan saat ini. Terlepas dari semua tugas-tugas kantor yang menyebalkan itu.
Cahaya remang mewarnai soreku. Meski awan seolah melakukan pertemuan di langit, namun sinar keemasan masih memantul di dinding-dinding kaca gedung-gedung pencakar langit. Angin sepoi-sepoi berhembus tak karuan menerbangkan surai yang dibiarkan tergerai lepas di punggungku. Sesaat aku kehilangan kepercayaan diri, menatap kursi tunggu di halte yang sepi penghuni. Hanya ada beberapa orang yang tidak aku kenal. Aku masih belum bisa membabat habis bayangan Mama yang marah soal Taehyung di dalam kepalaku.
Aku mendudukkan diri di samping seorang kakek tua bertongkat. Dia sedang membaca sobekan beberapa halaman koran kemarin. Aku tidak habis pikir, ada orang yang begitu peduli dengan kehidupan politik kota ini. Bagiku hal itu merupakan hal yang menyebalkan, di mana kau akan menemukan beberapa berita yang menginfokan tentang pejabat-pejabat tinggi yang korupsi, menjilati simpati masyarakat dengan janji-janji kosong, atau pejabat yang melakukan hal-hal baru demi untaian pujian dari rakyat untuk jabatan tahun berikutnya. Hal yang aku perhatikan dari surat kabar hanyalah segelintir berita tentang hiruk-pikuk dunia yang menarik perhatianku.
Sesaat kemudian pikiranku kembali kepada sosok yang kini ingin aku temui. Pemuda itu tidak menampakkan dirinya di halte hari ini dan aku mencarinya untuk meminta maaf perihal Mama. Kehidupan memang tidak adil, terkhusus untuk dirinya. Dia mengalami beban yang berat dari siapapun.
"Carilah pria yang sepadan dengan kita!"
Kata-kata Mama seolah menari di dalam benakku. Memberikan kesan menyebalkan seolah kau tidak bisa menghalanginya untuk tidak timbul di dalam ingatan.
"Untuk saat ini Mama akan memperkenalkanku dengan anak teman-teman Mama. Setidaknya kau harus mencari orang lain untuk menjauh dari pria itu dan Jinyoung. Kalau perlu, kita tidak usah lama-lama dan mencarikan untukmu laki-laki yang tepat untuk kau nikahi."
Menikah!
Mama tampak benar-benar serius tentang itu. Bahkan dia membicarakannya di tengah makan malam sehingga Jinyoung, Jimin, dan Papa membantahnya dengan alasan bahwa aku masih muda untuk menikah. Mama tidak menyinggung alasannya untuk menjodohkanku. Namun dia bersikeras dengan keputusan sepihaknya. Kepalaku pusing dengan pikiran-pikiran itu.
Butuh lima belas menit menunggu bus untuk datang. Aku mendudukkan diri di kursi paling belakang di dekat jendela. Untuk sesaat aku bisa bernafas lega, namun tidak untuk detik berikutnya saat Taehyung berlari menaiki bus. Aku memfokuskan atensiku pada iris laki-laki itu. Dia juga melakukan hal yang sama sebelum menduduki dirinya di sampingku.
"Taehyung-ah!" Cicitku sambil menundukkan kepala. Dia menoleh ke arahku lalu menggunakan kata 'hmm' pelan. "Kau marah padaku?" Aku mengangkat kepala.
Dia hanya menggeleng pelan sambil tersenyum, membuat matanya menyipit. Dia menggenggam tanganku setelahnya, membuat jantungku berdetak tidak karuan. Aku tak melepas pandanganku dari wajahnya yang dingin namun menyejukkan.
"Hari ini kau mau ikut aku?" Katanya sembari menunjukkan catatan di ponselnya. Aku mengangguk setuju tanpa pikir panjang. Yang kutahu saat ini hanyalah ingin berdua dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Manuscripts (Kim Taehyung Ff)
Fanfiction"He is my favorite mute muse..." Kim Taehyung #KimTaehyungFanfiction #Let'sFixFanficLiterature #LFFL