Manuscript No. 6

115 22 6
                                    

Vomment jangan lupa, guys...

________

Manuscript No. 6: Bintang itu mendadak ditelan malam

Lima hari aku tak melihat pemuda pemilik senyum kotak itu. Beberapa kali aku mendatangi universitasnya namun dia tidak ada di sana. Aku masih menebak-nebak apa maksud 'selamat tinggal' yang ia maksud waktu itu. Kupandangi kalimat itu dari ponselku beberapa kali sebelum aku terlelap tidur namun aku tak menemukan jawaban apapun. Teleponnya tidak aktif, bahkan beberapa Kali pulya aku mencoba mencari alamatnya namun hasilnya nihil. 

Alam seakan ikut merasakan sepinya tanpa kehadiran sosok itu. Hujan mengguyur dan mendung mengisi langit selama empat hari. Seakan aku suka menengadahkan kepala ke langit, memandang awan kelabu yang seolah ikut bersedih bersama denganku.

"Kau tampak murung akhir-akhir ini."

Aku mendapatkan ucapan itu beberapa kali dari beberapa orang termasuk Jimin dan Jinyoung. Aku hanya membalas dengan senyuman tipis lalu mengalihkan pembicaraan ke arah yang lain. Cukup sulit untuk mencari topik baru, kadang aku merasa terlalu bodoh karena membahas sesuatu yang tak perlu sama sekali.

Benar kata orang, hati yang tidak baik membuat semuanya berantakan. Aku cukup sering tidak fokus dengan suatu pekerjaan, membuat kinerjaku menurun.

"Mama mengatakan kau tak berselera makan, aku bawakan pizza pedas kesukaanmu."

Jinyoung datang malam itu ke kamarku membawa sekotak pizza pedas kesukaanku, meletakkannya di atas tempat tidur lalu ia ikut duduk di sampingku. Mengelus rambutku dengan tangannya yang terasa dingin, aku bisa menebak jika Jinyoung menggunakan motor lagi untuk ke kantor.

"Kau manis sekali." Jawabku sambil meraih kotak pizza itu, melahapnya sepotong walau sebenarnya tidak terlalu excited . Aku menyuapi pria ii tu dengan sepotong yang lainnya lalu dia mendesah kepedasan. Sejak awal hanya aku dan Jimin yang menyukai pedas, aku yakin Jinyoung dengan suka rela melahapnya hanya untuk membuatku tertawa.

"Kau tega sekali." Ucapnya.

"Aku hanya menyodorkan, kau yang menggigitnya." Aku tertawa lalu Jinyoung memukul kepalaku dengan bantal. "Jangan membuat tempat tidurku terkena saus!"

"Itu hukuman, ssssh.." ucapnya sambil menahan pedas di mulutnya.

"Apa kau hanya membeli satu kotak?"

"Tidak. Ada tiga kotak. Satu untukmu, dan dua lagi aku taruh di atas meja makan untuk yang lain. Mama dan Papa sedang pergi menghadiri pernikahan putra Jeon Company. Mungkin mereka akan pulang larut. Jimin kemana?"

"Dia bersama Yugyeom. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam kamar, kemarin Jimin membeli video game baru lagi. Mungkin mereka sedang bermain."

Jinyoung mengangguk lalu menyentil dahulu dengan jari panjangnya. Aku meringis lalu memukul pergelangan tangannya. "Mengapa kau menyentil ku?!" Tanyaku.

"Apa yang kau pikirkan akhir-akhir ini, huh?" Tanyanya, "apa ada masalah dalam pekerjaanmu? Sesuatu mengganggumu? Kau ingin pindah bekerja? Kami punya beberapa lowongan pekerjaan yang pas untukmu. Atau.."

"Ya! Jangan bertanya lagi! Kau lebih buruk dari reporter acara gosip pagi." Aku menghela nafas, sedangkan Jinyoung terkekeh pelan.

The Last Manuscripts (Kim Taehyung Ff)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang