Manuscript no.12

58 13 2
                                    

Manuscript no.12: aku juga ingin didengar

Dua minggu setelah aku dan Taehyung menghabiskan waktu lebih banyak bersama-sama. Entah itu saat sanggar yaitu di hari Jum'at saat jam kantorku lebih singkat, atau pertemuan-pertemuan tidak terduga lainnya, dan percakapan panjang lebar kami di aplikasi pesan. Aku benar-benar menyukai momen-momen itu. Taehyung mengajariku beberapa dari bahasa isyarat beberapa kali, namun hanya beberapa kalimat harian seperti kata terima kasih, maaf, salam, dan kata-kata singkat lainnya. Aku tidak begitu cepat menangkap tentang hal itu.

Hari ini cuaca benar-benar mendung seharian. Mama meletakkan sekeranjang cucian di dekat pintu belakang saat aku hendak keluar menyingkirkan sekantung kertas bekas yang aku pilih dari berkas-berkas usang di laci mejaku.

Rumah kami diapit oleh dua rumah. Rumah di samping kiri merupakan rumah Paman Han Seo Joon, pria paruh baya yang tinggal sendiri semenjak istrinya pergi meninggalkan rumah bersama anak laki-laki mereka yang berusia dua belas tahun. Aku sering melihat pria itu mematung di jendela dengan secangkir kopi di tangannya. Tampaknya kehidupannya benar-benar suram.

Sedangkan di sebelah kanan adalah rumah keluarga Min yang dikepalai oleh seorang dokter gigi bernama Min Hae Won. Istrinya, Min So Hee, sering tampak bergosip dengan beberapa tetangga saat sebelum atau saat pulang dari pasar. Terkadang wanita empat puluhan itu menyempatkan diri untuk bergosip dengan Mama saat mengantarkan sesuatu ke rumah kami. Mereka punya seorang anak laki-laki yang seusia dengan Jinyoung, tapi sudah beberapa tahun ini menghabiskan waktunya di negara lain untuk melanjutkan studi. Pria itu, Min Yoon Gi, pria yang cukup dingin sehingga aku tidak terlalu senang saat bertemu dengannya.

"Huh, kalau mendung begini bagaimana cucian kita bisa kering?" Mama mengeluh sembari menatap langit yang menggantung di atas sana.

"Berarti baju-bajuku juga? Pengering mesin cuci memangnya tidak berfungsi?" Tanyaku.

"Mama sudah mencoba tapi tidak mau berputar. Mungkin kita perlu memperbaikinya," Mama menghela napas berat.

Aku meletakkan kantong sampahku di lantai lalu meraih keranjang cucian Mama yang tergeletak di lantai, membawanya mendekati jemuran dan menggantungnya satu per satu.

"Gantungkan saja dulu biar airnya keluar," ucapku.

Mama mendudukkan dirinya di kursi. Tampaknya ada yang mengganggunya, tapi aku tidak terlalu ingin tahu. Mungkin dia sedang memikirkan perihal rumah tangga, tunggakan, atau sejenisnya. Nyonya Min tampak mengintip dari pagar. Pagar antara rumah kami dengan rumah tetangga yang lain hanya dibatasi sebahu orang dewasa sehingga kami saling bisa melihat ke halaman rumah sebelah.

"Hei, Nyonya Park!" Sapanya, "oh, halo, nak!" Sapanya padaku setelah menyadari keberadaanku.

"Halo, Bibi."

"Ada apa, Nyonya Min?" Tanya Ibu sembari bangkit dan menghampiri wanita yang kini memamerkan wajah senyum yang sarat akan cerita menarik.

"Tadi aku bertemu seseorang," ucapnya lalu memalingkan wajahnya ke arah lain lalu melambai, "Hei, nak! Kemarilah!" katanya.

Aku mendongak setelah mengambil sebuah handuk basah yang terakhir dari keranjang cucian. Melirik ke arah sosok yang berjalan mendekati Bibi Min. Seorang pria bertubuh tinggi, bertopi hitam, hoody putih gading, dan senyum kotak.

Ah...

Kim Taehyung!

"Dia pemuda yang aku temui di depan gang. Dia menanyakan anakmu," ucap Bibi Min sambil tersenyum ke arahku, "awalnya aku tidak tahu apa yang dia mau. Aku kira dia seorang penguntit atau semacamnya, tenyata dia menuliskan sesuatu di ponselnya. Jadi aku membawanya kemari. Karena aku tidak tahu apa Nyonya ada di rumah atau tidak, karena tidak tampaknya di depan tidak ada siapapun, jadi aku membawanya ke sini. Ternyata benar, kalian berada di halaman belakang."

The Last Manuscripts (Kim Taehyung Ff)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang