5

3.5K 240 2
                                    

Lanjut.....

Dalam perjalanan pulang, tak satupun yang mengeluarkan kata kata, Satria yang masih menikmati rasa sakit dan mual disertai nyeri pada perut bagian kirinya lebih memilih untuk diam menyandarkan punggungnya sambil menutup matanya.

Dilain sisinya Dion lebih memilih untuk berkonsentrasi pada jalanan yang ada di depan sana, ia tidak mau mengganggu Satria.

Hingga mereka memasuki kawasan perumahan elit dan berhenti pada Rumah yang terdiri dua lantai, bercat putih gading serta taman yang luas dan gaseboh yang atapnya terbuat dari pelepah rumbiah serta kolam air mancur dengan patung ikan di tengahnya tepat berada di tengah tengah halaman rumah yang sangat luas tersebut perpaduan khas antara tradisional dan modern sangat sangat terasa.

Mobil yang di kendarai Satria dan Dion memasuki kawasan rumah tersebut setelah di bukakan pintu oleh Mang Maman, satpam rumah yang sudah bekerja dari Dion belum lahir.

Dion turun dari mobil dan membuka pintu bagian penumpang dan memapah Satria menuju pintu utama,  setelah memencet bel rumah beberapa kali terdengar langkah kaki dari dalam rumah, hingga pintu rumah pun terbuka.

"Astagfirullah, den Dion, den Satria kenapa den, mukanya pucat begini?" panik bi Mina dengan raut wajah yang sangat khawatir, sambil menggeser tubuhnya membuka pintu semakin lebar, bi Mina adalah pembantuh rumah tangga keluarga Herlambang sekaligus istri dari mang Maman.

Dion merebahkan tubuh Satria di sofa ruang tamu, "Tungguh sebentar den, bibi buatin minum dan panggilin bapak dan ibu.

"Memangnya mama sama papa ada di rumah bi?" heran Dion tidak biasanya kedua orang tuanya ada di rumah di jam segini.

"Ada den baru tadi pagi datangnya ketika aden berangkat ke kampus, yaudah bibi panggilin mereka dulu sekalian buatin minum,"

"Makasih ya bi...."

Berselang beberapa menit terdengar suara langka kaki yang bergerak kearah Dion dan Satria, "Dion.....Satria kenapa sayang?" kata nyonya Julia di susul oleh suaminnya, yang tak lain bapak Herlambang.

Julia langsung duduk di dekat putranya tersebut sambil mengusap wajah satria dengan perasaan cemas dan khawatir bahkan air mata Julia sudah mengalir di pipinya, ia sangat menyayangi Satria, walaupun Satria hanya anak angkat tapi ia tidak pernah membeda bedankannya dengan Dion.

Satria yang masih memejamkan mata perlahan membukanya, ketika merasa seseorang telah mengusap wajahnya, dapat Satria lihat raut wajah khawatir dari wanita yang begitu menyayanginya walau diantara keduanya tidak ada hubungan darah sama sekali, sambil tersenyum menenangkan.

"Satria ndak apa apa Ma.., Mama jangan khawatir, cuma memang dari kemarin kepala Satria agak berat, tapi Satria rasa ndak apa apa jadi Satria kekampus, di tambah tadi pagi Satria ndak sempat sarapan keburuh telat akhirnya maag Satria kabuh, tapi mama tenang aja Satria ndak kenapa napa", tersenyum kearah mamanya dan mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya.

Perlahan Herlambang yang berdiri di belakang sang istri menghela nafas perlahan, "Maaf kan papa ya, Sat." disertai tepukan pada bahu Satria,

"Tidak seharusnya papa membebangkan pekerjaan yang harusnya papa selesaikan sendiri," sesal Herlambang.

"Nggak apa apa pah...Satria malah senang bisa membatu papa, sekalian Satria kan juga bisa belajar." Satria tau bagaimana perasaan orang tua angkatnya itu.

"Ok, ok, aku mulai ndak mengerti ini, ada apa sih sebenarnya?, kayaknya cuma saya yang tidak tau apa apa, jadi ada yang bisa menjelaskan?" Sela  Dion karena sedari tadi tidak mengerti dengan apa yang di bahas dua laki laki di hadapannya itu.

"Jadi gini Yon, tiga hari yang lalu papa nelfon, menyuruh untuk menghandle beberapa meeting penting, yang ada disini karena papa kan tidak bisa hadir karena masih diluar negeri, sedangkan asistennya papa tidak bisa mengerjakan semuanya karena beliau harus mengawasi beberapa proyek pembangunan, makanya sebagai gantinya gue yang bantuin papa". Jelas Satria panjang lebar dengan suaranya yang sudah hampir hilang.

Dengan mengangguk perlahan, "Oug, kenapa ngga bilang si Sat, kita kan bisa saling membantu!." Sambil melipat kedua tangannya di depan dada ada rasa kesal dalam hatinya karena Satria tidak terbuka padahal dengan senang hati ia pasti akan membantu.

"Iya, papa sudah bilang hari itu untuk mengajakin kamu juga, tapi kan kamu lupa, hukuman dari Pak Ridwan," kembali Satria menjelaskan dengan rinci kalau ia tidak mau mendengar saudaranya itu mendumel seharian, karena merasa tidak di anggap.

"Astaga iya, pak Ridwan sialan, hanya gara gara terlambat lima menit ngumpulin tugas, eh,,, tugasnya di tambah dua kali lipat dan harus di kumpulin esok harinya, kebangetan gila ngak tu dosen,"

"Makanya aku bilang ke papa unt........

Huekkk....

Huekkk....

"Sat. Kamu kenapa sayang?," panik Julia.

Satria yang sudah tidak sanggup menahan mual di perutnya berlari ke arah kamar mandi yang tidak jauh dari ruang tamu tersebut.

Hueekkk......huekk.....

uhukkk......uhuk.....

Huek.......huek.....

"Sat, buka Sat, jangan bikin mama khawatir" sambil menggedor gedor pintu kamar mandi, berselang beberapa menit Satria keluar dengan wajah yang semakin memucat.

"Kamu ndak apa apa sayang", sambil mengusap wajah satria yang di banjiri keringat dingin.

Satria hanya dapat tersenyum pelan, kembali pandanganya kabur di tambah telinganya yang semakin berdenging, hingga semuanya gelap.

🚦🚦🚦

Perlahan lahan Satria mengejapkan mata, melirik kesekeliling, ini kamarnya, ia kembali mengingat apa yang terjadi, yang terlintas dikepalanya ketika rasa mual berasal dari perutnya yang semakin bergejolak tidak karuan di tambah dengan kepalanya yang semakin berat, penglihatannya yang berkunang kunang, hingga iya tidak ingat apa apa lagi, melirik ke atas nakas, pukul empat sore, jadi hampir dua jam iya pingsan.

"Sat, kamu sudah sadar sayang?".

Melirik kesamping di sana mamanya sedang menatapnya dengan wajah bercampur khawatir dan lega, air mata tidak berhenti mengalir dari pipinya.

"Satria baik baik saja ma, mama jangan khawatir ya," seulas senyum kembali terukir dari bibir pucatnya.

"Jangan buat mama khawatir Sat, mama takut terjadi sesuatu sama kamu."

"Makasih ya mah....tapi Satria baik baik saja", kembali senyum yang begitu tulus kembali terbit.

"Kamu makan ya sayang, mama sudah buatin kamu bubur, supaya perut kamu enakan."

Satria hanya mengangguk lemah, berusaha bangkit dan bersandar di kepala ranjang, dengan bantal di belakang punggungnya supaya ia nyaman untuk bersandar, sebenarnya ia tidak mood umtuk makan tapi melihat begitu khawatirnya Julia mau tidak mau iya pun memakan bubur yang di suapkan kepadanya.

"Makasih ya Ma, sudah khawatirin Satria", kemudian menunduk dalam, "Padahal kan saya cuma anak angkat." lirih Satria disela sela suapan Julia.

"Jangan pernah bilang begitu Satria", terdengar suara dari luar mengintrupsi, "Kamu bukan anak angkat, kamu itu anak kami sama seperti Dion, jangan pernah berpikir begitu lagi Satria, papa tidak suka," sebenarnya Herlambang sudah berada diambang pintu kamar Satria ketika mendengar lirihan anak angkatnya itu, sungguh ia dan Julia tidak pernah berpikir kalau Satria hanya anak angkat.

"Iya Sat.., kamu sama Dion sama sama penting buat mama dan papa jangan pernah mengatakan lagi kalau kamu hanya anak angkat," sambil menyuapi kembali satria.

"Permisi tuan, nyonya di luar ada teman temanya den Satria" sela bi Mina.

"Suruh langsung saja kemari bik,"

"Baik tuan.."

Vote and comment ya👌

Dirgahayu Indonesiaku 73th 😚😚, semoga semakin Jaya, MERDEKA!!!





My MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang