14

2K 130 7
                                    


Dor.....

       Dor.......

Dor..........

"Habisi semua jangan sampai ada yang yang tersisah!!?," Perintah seorang laki laki paru baya dengan mengenakan pakaian serba hitam, "Dia harus tau, ini ganjaran yang harus dia dapat selama ini, sudah terlalu lama saya menungu saat saat ini?!, Ha..haha..hahaha...," Suara laki laki tersebut menggema di dalam pekarangan sebuah rumah bergaya eropa tersebut, dua pilar penyanggah rumah itu berdiri kokoh dengan halaman yang sangat luas, ditambah dengan kolam air mancur di tengah tengah halaman luas itu. Warna putih gading menjadi ciri khas dari rumah megah itu.

Dua orang satpam sudah tewas terkena tembakan anak buah laki laki itu, "Kepung rumah ini?!, bunuh setiap manusia yang kalian temui, apa lagi kedua anaknya, cari dan bunuh mereka semua?!," perintah laki laki itu.

Tukang kebun yang melihat kejadian itu berlari masuk kedalam rumah memerintahkan untuk menyelamatkan kedua anak majikannya.

Melihat kedua anak majikan sedang berada di lantai dua, sang sulung sedang asyik bermain dengan Playstation nya dan si bungsu dengan asyik mencoret coret pada kertas gambar.

Tukang kebun yang bernama mang Jaja itu, berlari naik menemui kedua anak majikannya.

"Bi Sri, mang maman!?," teriak mang Jaja, memanggil kedua rekannya nya yang sedang asyik menemani  bermain kedua anak majikannya yang biasa mereka panggil dengan, Rendi dan Elang.

"Ada apa mang Jaja?", kata Bik Sri,

"Cepat bawak kabur den Rendi dan den Elang, kita di kepung, nyawa mereka terancam, cepat!," perintah cepat mang Jaja.

"Ada apa mang?" kata Rendi kecil umurnya sekitar 9 tahunan, "Kita harus pergi dari sini Den!!, kita di kepung para penjahat datang mau membunuh den Rendi dan den Elang,"

"Aku akan telfon Ayah sama Bunda dulu" sela Rendi.

"Ngga ada waktu den, kita harus kabur sekarang."

Mang Jaja langsung menggendong Rendi dan berjalan kepintu darurat yang menghubungkannya dengan taman belakang rumah tersebut yang langsung tertuju pada jalanan besar.

"Ndak bisa mang?!" jerit Rendi merontah rontah, "Terus bagaimana dengan Elang aku tidak mungkin ninggalin dia mang, aku abangnya!!"

"Dia akan menyusul den bersama mang Maman dan bik Sri kita ndak punya waktu."

Ketika mereka akan menuju pintu darurat terdengar suara tembakan dari arah dalam.

Dor.....

Dor.......

DORRRRR!!?

"Ndak bisa mang, aku tidak bisa ninggalin Elang!!?," Rendi terus merontah namun tenaganya kalah kuat dari mang Jaja, mang Jaja terus membawa Rendi keluar dari rumah tersebut.

Tidak jauh mereka terus berlari tiba tiba terdengar suara letusan yang hebat dari arah rumah.

Blaarrrrrrrr....
     Boammmmmm.....

Kumpulan asab membumbung hitam ke arah langit sore bercampur dengan warna keemasan yang membatik di langit luas.

"Tidak....jangan....
Tidak.......jangan....jangan tinggalin aku. Elang..."

Sosok laki laki terus saja bergumang tidak jelas, kepalanya menoleh ke kanan dan kekiri, keringat sebesar biji jagung bercucuran dari kepalanya.

"Tidak.. Elang.....
Jangan tinggalin abang..."

Perempuan paru baya yang masih tampak cantik di umurnya yang tidak mudah lagi, berjalan masuk ke kamar sang putra, kebetulan ia ingin bertanya kepada sang putra, namun yang di temuinya sang putra yang sedang berguman tidak jelas.

"Rend... Rendi.... bangun sayang, Rendi!?," suara perempuan cantik itu meninggih dan berhasil menyadarkan anak yang di panggil Rendi itu.

"Elang...ha..hh......hh..."

Rendi lansung terbangun dengan nafasnya nya terengah engah baju yang di pakainya basah akan keringat bahkan Ac di dalam kamar tersebut tidak dapat mendingingkan tubuhnya.

"Kenapa sayang mimpi buruk lagi?," ujar sang Bunda, mengusap dahi putranya.

"Iya Bunda, akhir akhir ini Rendi selalu bermimpih buruk dengan kajadian itu.'

Tiba tiba saja sang Bunda menangis terseduh seduh, "Bunda juga kangen sama adik mu Ren, Bunda sangat menyesal tidak bisa menjaga kalian berdua, andaikan Bunda menuruti kemauan Elang untuk ikut berasama  Bunda, mungkin Elang masih ada bersama kita, Bunda menyesal, Ren, Bunda menyesal," dengan air mata yang terus membanjiri pipinya.

"Sshhh....., Sabar Bunda, Rendi yakin Kalau Elang masih hidup!, Rendi akan mencari sampai kapan pun, bahkan ke ujung dunia sekalipun."

"Bunda juga percaya kalau adikmu masih hidup Ren, Bunda yakin itu, walaupun polisi sudah mengatakan bahwa keseluruh bagian rumah hancur dan mengatakan tidak ada yang tersisa tapi, Bunda yakin.... sangat yakin, hati kecil Bunda mengatakan kalau anak bungsu Bunda masih hidup, cari adikmu Ren.. tolong Bunda cari dia," tutur sang bunda yang kembali menangis pilu.

Lain tempat

"Gimana Sat, sudah ketemu yang mana yang salah?," tanya Dion yang berjalan dari arah dapur dengan segelas jus jeruk ditangannya, Yup!!, Satria membawa berkas berkas itu pulang kerumah iya merasa tidak tenang sebelum mendapatkan apa yang ia cari, "Gue udah tau, apa yang salah, seperti dugaan awal Miko, terjadi penyelewengan dana."

"Oughhh, dasar manuasia bodoh!!," geram Dion marah karena merasa ada yang berani bermain main  dengan mereka. "Terus lo tau siapa orangnnya?," sambung Dion.

Satria lansung memperlihatkan daftar riyawat hidup para pegawainya, dan menyerahkannya kepada Dion.

"Hah!!, si Dani, maksud lo?,"  tunjuk Dion pada kertas yang di berikan oleh Satria. "Ko' bisa sih?, dia."

Yah, karena setau mereka, Dani orang yang baik, tidak ada tingkah laku yang aneh selama iya bekerja di star cafe, Orang sabar dan penurut , ramah terhadap para tamu.

"Ndak nyangka gue!,"  kata Dion, sambil geleng geleng kepala.

"Makanya itu gue mau cari tau, kenapa Dani sangat tega ngelakuin ini?, gue mau nyuruh anak buah papa buat nyelidikin Dani, Gue bingung aja, dia kemanakan uang uang yang ia ambil selama ini," pusing Satria salah, satu orang kepercayaan nya ternyata pengkhianat.

"Terus lo mau nyuruh siapa?" tanya Dion kembali, tiba tiba pembantu rumah tangga yang bernama bik Sumi itu mengatakan kalau diluar ada yang sedang mencari Satria, mengetahui siapa yang datang Satria menyuruh bik Sumi agar orang tersebut lansung masuk saja.

"Suruh dia masuk saja bik, dan menemui saya disini,"

"Baik den, bibik permisi" yang dibalas dengan anggukan oleh Sartria.

Berselang beberapa menit terdengar suara sepatu Pantofel beradu dengan mamer lantai, berjalan mendekat kearah mereka keduanya.

"Maaf tuan, saya terlambat."

"Tidak apa Lang, silahkan duduk," Galang pun duduk di kursi kosong di depan Satria.

"Jadi bagaimana, kamu mau membantu saya," kata Satria to the poin.

"Pasti tuan, saya akan membantu anda, bahkan saat ini beberapa anak buah saya sudah bergerak."

"Wow, pantas bokap segitu percayanya sama lo, ternyata lo sangat bisa di andalkan, jadi kapan saya bisa terimah hasilnya?,"

"Lusa, tuan sudah pasti mendapatkan apa yang tuan mau."

"Gue pegang kata kata lo, Galang!," Kali ini suara dari Dion.

"Pasti tuan, kalau begitu saya permisi dulu," jawab Galang undur diri.


Votment Ya😁😁

ApriliaAzura

My MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang