{11} Penjelasan.

144 22 0
                                    

Hari ini, N/k memakai seragam olahraga. Karena jam pertama adalah pelajaran Olahraga.

Kalau biasanya N/k berangkat sekolah dengan menaiki kendaraan umum. Hari ini N/k diantar menuju sekolah oleh Revan.

Revan menunggu N/k didalam mobilnya. Dan, tak lupa handphone yang selalu ada di tangan Revan.

Pintu mobil terbuka, N/k segera duduk disamping kursi pengemudi. Saat itu Revan tersenyum kepada N/k. Namun, tatapan datar yang ia terima.

"Udah bawa seragam kan?" Tanya Revan.

Masih dengan tatapan datarnya, N/k mengangguk.

"Jalan sekarang?" Tanya Revan, lagi.

"Ih gimana, Revaaaann?"

Dahi Revan mengeryit "Gimana apanya?"

"Nanti kalo Diat nggak mau maafin gue gimana?"

"Nanti kalo Diat nggak mau dengerin penjelasan gue gimana?"

"Terus nanti kal--"

Tangan Revan membekap mulut N/k.

"Bawel banget sih. Lo coba aja dulu. Udah diem," Suruhnya.

N/k diam tidak menjawab. Sungguh, ia orang yang penurut.

***

Kegiatan Olahraga hari ini sudah selesai, N/k berniat mengganti baju Olahraganya dengan seragam yang ia bawa tadi.

Toilet perempuan begitu sangat ramai, hingga N/k harus menunggu giliran.

Diva tidak sekelas dengan N/k.
Jika ada Diva, pasti ia sudah berteriak tidak jelas, dan membuat tatapan semua orang-orang yang ada disini tertuju pada Diva.

Maka itu, N/k selalu mengatakan kalau urat malu Diva sudah putus.

"Si Mungga putus sama Raisha?" Mutia--teman sekelas N/k menanyakan hal itu dengan teman di hadapannya yang bernama Icha teman sekelas N/k juga.

Dan Icha mengangguk. Kemudian menjawab.

"Gue aja nggak tau apa alesan si Mungga mutusin Raisha,"

"Raisha? Bahkan selama ini gue nggak tau kalo Mungga ada hubungan sama Raisha," Batin N/k berbicara.

"Emang Mungga pacaran sama Raisha?" N/k memberanikan diri untuk bertanya tentang Mungga kepada Mutia.

Mutia mengangguk cepat.

"Lo kemana aja? Sampe baru tau sekarang," Sahut Icha.

"Ngg-- Gue ganti baju dulu ya!" Pamit N/k.

***

N/k melangkahkan kakinya menuju kelas Diva. Tidak lain untuk mengajaknya ke kantin, karena sekarang sudah waktunya istirahat.

"Tuh lo udah dijemput sama pengawal lo yang siap nganterin lo kemana aja," Verina menyindir N/k dengan tatapan bercandanya.

Senyum terukir dibibir N/k.

"Sialan lo!" Sahutnya.

"Lo enak udah jajan, lah gue? Ayo anterin!" N/k dengan sengaja menarik tangan Diva.

"Nggak usah narik-narik, sakit tangan gue!" Diva melepaskan genggaman tangan N/k.

Mata N/k tertuju pada seorang laki-laki. Tinggi badannya tidak setara dengan murid-murid lain. Dan laki-laki itu sangat mudah ditemukan.

N/k berniat menghampiri Diat. Tetapi, ia sempat lupa kalau Diva ada didekatnya. Maka dari itu, N/k mengurungkan niatnya.

***

"Diat!" Panggil N/k yang melihat Diat seorang diri ditengah lapangan dengan bola yang ia pegang.

Diat menoleh sebentar, kemudian berjalan menuju tempat duduk yang tidak jauh dari lapangan tersebut.

N/k segera menghampiri Diat, lalu duduk disebelah Diat.

"Hm,"

"Gu--gue, minta maaf, waktu itu udah buat lo marah hehe," N/k memperlihatkan sederet gigi nya.

"Kenalin, itu Revan" Lanjutnya

"Mana?" Oh yaampun, Diat ini terlalu polos.

"Yang kemarin gue telpon," Jawab N/k, dan Diat hanya mengangguk.

Tidak seperti hari-hari biasanya sebelum Diat marah kepada N/k.

Sekarang, Diat terlihat sedikit menjauh dari N/k dan tentunya tidak banyak omong.

"Jadi, lo maafin gue?" Diat mengangguk lagi.

"Kita bisa kaya dulu?" Percayalah, saat ini N/k lebih banyak menanyakan hal kepada Diat.

Alis Diat terangkat keatas.

"Kaya dulu gimana?" Jadi, sejak tadi Diat tidak mengerti sedikitpun. Hingga N/k bingung harus menjawab apa.

"Ya kaya dulu, lo sering ada buat gue, lo sering nemenin gue kemana aja, lo sering ke rumah gue, lo sering beliin makanan kesukaan gue, lo sering ngehibur gue, buat gue ketawa setiap hari."

"Nggak. Sekarang sikap gue yang dulu pindah ke Bunga,"

"Bukan buat lo lagi,"

Benarkah itu Diat yang berbicara? Atau..

Diat beranjak dari duduknya, melempar bola yang daritadi ia pegang ke sembarang arah dan berjalan meninggalkan N/k.

Dan..

Diat berhenti tidak berjalan, lalu ia beteriak tanpa menoleh kearah N/k.

"Sorry!"

N/k hanya menatap kepergian Diat, melihat punggungnya dari kejauhan.

"Segitunya banget sih," N/k menggerutu, kemudian mengambil handphone di saku seragamnya dan berniat meminta Revan untuk menjemputnya.

"Jemput cepet!" Ucap N/k. Lalu, mematikan sambungan teleponnya.

***

"Ck. Percuma juga kan gue bilang kaya gitu ke Diat,"

"Nggak, itu lebih baik dari sebelumnya (Nam),"

"Sekarang, gue lagi mau lupain tentang Diat, Van" Ucapnya lemah.

"Terserah dia mau nganggep gue apa, terserah dia mau maafin gue atau nggak. Tapi seenggaknya gue udah coba buat jelasin ke dia,"

Kemudian, Revan mengangguk paham.

***

Aku kehilangan.
Jiwaku berantak dan aku tahu ada dimana.
Ragaku ada dan aku masih bisa bernafas.
Tapi, didalamnya sudah mati
Dimakan insekuritas

TBC!



STRUGGLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang