Zara masih terdiam.
Beberapa detik setelahnya, gadis itu mengangguk patah-patah dan mengulas senyum tipis di wajah.
"Ada lagi, Pa?"
Papa menggeleng. "Kamu boleh berangkat sekarang. Hati-hati di jalan ..."
Zara mengangguk lagi. Ia menoleh pada Tante Naya--ibu tirinya--dan melambaikan tangan. "Aku berangkat yaa."
"Belajar yang rajin, Sayang."
"Siap, Tante." Zara mengacungkan jempol. Langkahnya kembali berlalu ke luar rumah, kali ini tak seringan sebelumnya. Gadis itu menatap langit yang tersaput awan-awan putih nan tebal dan menghela napas.
Setidaknya dia tadi tidak bilang 'iya' pada ayahnya.
Zara menyusuri trotoar dengan pikiran berkecamuk. Sesekali ditendangnya kerikil yang terserak di hadapan. Ia memasang earphone di telinga. Diputarnya sebuah lagu milik boy band yang beberapa waktu ini terkenal: The Sparks. Suara Zachary--si vokalis satu--yang rendah dan teduh menyeruak mengawali lagunya, membuat mood Zara perlahan tak lagi memburuk. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar. Jalanan mulai ramai. Anak-anak berseragam sekolah berseliweran. Satu-dua dengan sepeda, beberapa yang lain dengan motor dan bahkan mobil.
Kali ini pandangan Zara terarah pada poster-poster yang terpasang berjajar di tepi jalan, di mana kebetulan wajah-wajah personel The Sparks terpasang besar-besar. Tiga orang pemuda berpakaian keren berpose dengan apiknya. Bagi Zara, Zachary tetap yang paling keren di antara personil band yang lain. Matanya yang gelap dan berbinar, wajah yang enak dipandang, juga rambutnya yang dicat merah gelap. Semua itu sudah cukup membuat Zara tersenyum lebar karena terpesona.
Sangat konyol. Dia menyeringai menyadari betapa menggelikan tingkahnya. Bagaimana bisa dia baper dengan hanya melihat senyum laki-laki itu?
Lalu ... mata gadis itu terarah pada poster selanjutnya. Kali ini gambar seorang penyanyi bersuara jernih dan bening terpampang besar-besar. Wajah penyanyi muda itu tak tersenyum selebar Zachary. Hanya segaris tipis senyuman, dan tatapan mata yang beraura gelap. Juga dingin. Itu Kagami Ryuu.
Entah kenapa Zara terpaku pada sepasang mata pada poster tersebut. Bahkan kakinya juga berhenti melangkah begitu saja. Sesuatu pada mata itu mengingatkannya pada seseorang yang sangat ia sayangi. Seseorang yang keberadaannya entah di mana sekarang. Pada mata itu, ia melihat kesedihan besar yang berusaha disembunyikan, juga kebencian yang diselimuti dengan amarah.
Tatapan itu seperti milik Mama.
Zara menghela napas. Ia rindu pada ibunya. Sangat. Namun tak peduli sebesar apapun kerinduan itu di hati Zara, tak akan ada jalan baginya untuk bertemu lagi dengan wanita yang telah melahirkannya tersebut. Papa telah mengusirnya jauh-jauh dari kehidupan mereka, dan Zara tak bisa melawan keputusan jahat itu sedikitpun. Karena ia terlalu takut. Ya. Katakan saja ia pengecut. Itu memang benar. Zara terlalu takut untuk melakukan hal-hal yang membuat orang yang ia sayangi memandangnya dengan tatapan marah atau tak suka. Itu berat bagi Zara, apalagi tidak ada yang berdiri di sampingnya untuk membela dan menjaga dirinya, selain Aldy.
Hanya Aldy.
Tapi bocah itu bisa apa? Dia juga tak mungkin melawan ayah Zara. Dia tidak bisa mengatasi kemarahan pria itu, meski nasehat-nasehatnya selalu membuat Zara merasa lebih baik dan kuat. Meski tingkah-tingkah dan perhatiannya bisa menghilangkan rasa sedihnya dalam sekejap. Meski ia berusaha menjadi kakak laki-laki yang baik untuk Zara--sesuatu yang tidak pernah ia punya di dunia ini.
Aldy tidak bisa sepenuhnya membantu Zara ...
Gadis itu meneruskan jalannya lagi setelah menghembuskan napas keras-keras. Gerbang sekolah telah tampak di kejauhan--jarak antara sekolah dengan rumahnya memang tak jauh, makanya Zara memilih berjalan kaki saja untuk pulang-pergi. Ia buru-buru mengusir ekspresi suram yang tadi menyelimuti wajahnya dan tersenyum lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Four Academy : And The Soul of Yesterday
Teen FictionIni tentang Zara dan mimpi-mimpinya. Tentang masa lalu yang memaksa hadir di masa sekarang. Tentang cinta seorang sahabat. Cinta seorang saudara. Dan cinta yang tak pernah Zara bayangkan akan ada di dunia ini. Ia hanya tahu bahwa ia harus berjalan a...