Di mana-mana pepohonan.
Dia tidak tahu dirinya ada di mana, namun merasa begitu senang saat menyadari bahwa pepohonan di sekelilingnya adalah jenis pohon yang ia suka. Sakura, dengan dahan-dahan dan cabang yang dipenuhi gerumbul bunga berkelopak merah muda pucat yang bermekaran.
Tangan dengan jemari mungil itu terulur. Menyentuh kelopak-kelopak ranum yang berguguran karena hembusan angin, sementara bibirnya mulai tersenyum lebar. Ia suka seperti ini. Berdiri di bawah hujan sakura, dengan sekelilingnya yang dipenuhi rona lembut-bunga yang indah. Diamatinya kelopak bunga yang mendarat di telapak tangannya dengan saksama. Ia mengerjap. Sesaat, ditiupnya kelopak kecil itu dengan lembut--membuatnya melayang perlahan ke tanah.
Ini sangat menyenangkan.
Ia mendongak lagi.
Dan melihat seseorang berdiri di sana, beberapa meter di depannya.
000
Seketika semua berubah.
Guguran sakura menghilang. Seseorang yang barusan ia lihat juga menghilang. Pemandangan di depannya berubah, di mana-mana terlihat suram. Ia menolehkan kepala ke sana-kemari, entah kenapa merasa sangat ketakutan. Dirinya berada di sebuah kurungan besi, di sebuah ruangan yang minim pencahayaan. Suara kipas angin besar menyerupai generator, berputar berisik dan tersendat-sendat di atas sana.
Ia mulai menggerakkan pintu kurungan yang bergerendel.
"Tolong!" Serunya. "Siapapun, tolong aku ..."
Di sini mengerikan. Gelap. Dingin. Berdebu.
Ia gemetar. Diguncangnya lagi gerendel di depannya, berteriak meminta pertolongan sekuat yang ia bisa. Hingga kemudian, terdengar deritan pintu yang terbuka. Cahaya menyeruak ke dalam ruangan, sejenak membuat suasana lebih terang. Ada sebuah tangga di sudut ruangan yang jauh. Di ujungnya, di atas sana, sebuah pintu terlihat. Pintu itulah yang barusan mengeluarkan suara deritan dan terbuka. Dari sana, seseorang melangkah masuk pelan-pelan.
Ia ternganga.
Sosok yang berjalan menghalangi cahaya itu terlihat buram. Gelap. Wajahnya tak terlihat. Satu yang ia tangkap jelas adalah, tangannya menyeret sebuah tongkat bisbol. Berderak di anak-anak tangga saat sosok itu melangkah turun.
Dan ia, entah kenapa semakin gemetar-ketakutan.
000
Zara's POV.
Mataku terbuka lebar tiba-tiba. Napas menderu kencang, seakan aku baru saja berlari kencang karena dikejar bahaya. Kukerjapkan mata, mencoba mengumpulkan kesadaran yang masih terasa mengawang. Langit-langit kamar kini terlihat jelas. Juga cahaya redup yang berasal dari taman, yang berhasil menyeruak masuk ke kamar melalui celah-celah ventilasi udara. Kusibak selimut yang membungkus badan dan beranjak duduk, melirik jam dinding yang berdetak pelan di atas jendela.
Pukul tiga pagi.
Kuusap pelipis yang--baru kusadari--berkeringat. Bayangan mimpi tadi kembali datang dan membuatku menggigil saat itu juga. Awalnya, kupikir aku baru mendapat mimpi yang indah. Taman sakura itu terasa begitu nyata, juga hembusan angin yang sejuk dan lembutnya kelopak yang jatuh di tanganku. Kupikir aku akan bangun dengan perasaan lega hingga kemudian mimpi sialan itu memutusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Four Academy : And The Soul of Yesterday
Teen FictionIni tentang Zara dan mimpi-mimpinya. Tentang masa lalu yang memaksa hadir di masa sekarang. Tentang cinta seorang sahabat. Cinta seorang saudara. Dan cinta yang tak pernah Zara bayangkan akan ada di dunia ini. Ia hanya tahu bahwa ia harus berjalan a...