"Oke, oke. Gue harus putusin apa gue masih bisa ikut ekskur setelah ada jadwal mentoring-tiga-kali-seminggu itu."
Zara menghembuskan napas dan membuka brosur ekskur--yang tadi ia ambil di rak kelas selepas pelajaran terakhir--Matanya menelusuri jadwal pelaksanaan ekskur setiap minggu dengan cepat sementara bibirnya bergumam pelan. "Berkuda ... berkuda ... ini dia. Dua kali seminggu, Jum'at dan Sabtu. Oke, sip. Gue ikut ini." Ditariknya formulir pendaftaran ekstrakurikuler yang sempat ia ambil--di kelas juga--dan ia selipkan di antara lembaran brosur, lalu meraih pena dan mulai mengisinya.
"Selesai." Beberapa menit kemudian, ia selesai mengisi tiap kolom di kertas itu dan membubuhkan tanda tangan cakar ayamnya di bagian 'tertanda'. "Sekarang gue mau serahin ini ke ..."
Diliriknya daftar contact person untuk ekskur berkuda--yang tertera di brosur--dan matanya membulat sesaat. Gadis itu tersenyum lebar kemudian. Jemarinya menjentik kertas brosur dengan mata yang kini berbinar. "Kak Zach! Diih, senengnya ketemu sama orang baik itu lagi."
Konyol.
Ia bangkit dari kursi dan segera pergi keluar kamar, berniat mencari Zachary di ruang makan karena kebetulan jam makan siang telah tiba. Sembari berjalan di koridor, kepalanya menoleh ke sana-kemari, berharap siapa tahu berpapasan dengan orang yang sedang dicarinya. Tapi hingga dia sampai di ruang makan, Zach tidak juga terlihat.
Ya sudahlah.
Zara melipat formulirnya dan menyimpannya di balik jaket jeans yang ia kenakan. Gadis itu bergabung ke dalam antrean dan memutuskan untuk mencari Zachary setelah selesai makan siang. Dijinjitkannya kaki dan melongok ke depan, melewati bahu anak yang antre di hadapannya. Menu makan siang kali ini sup sayur yang hangat, dengan irisan jamur dan daging giling. Sekilas dilihatnya setangkup salad dan semangkuk puding di sebelah mangkuk-mangkuk sup. Ia menelan ludah. Selera makannya terbit dengan segera, hanya karena melihat hidangan yang ada jauh di depan sana. Semua makanan itu terlihat begitu lezat walaupun sebenarnya sederhana.
Lupain aja dulu urusan mentoring nyebelin itu, atau Kak Zach yang nggak keliatan batang hidungnya. Makanan sudah menunggu!
000
"Waktu itu ... Aysel melahirkan sepasang bayi kembar--laki-laki dan perempuan. Nama mereka Alan dan Azara. Dan mereka ... udah kepisah sejak umur dua tahun ..."
"Lo ... serius? A-Azara? Alan punya kembaran yang namanya Azara?" Ryuu bertanya dengan suara rendah. Ia memandang padang rumput ranch akademi yang lengang dan mengusap rambut di dahinya. "Jangan main-main, Ren."
"Gue nggak main-main, tau." Suara Ren terdengar kesal. "Jujur aja, selama ini orang-orang bokap lo juga belum ada yang nyelidikin Moore sampe sejauh ini. Tapi lo bayangin, deh. Aysel Anggita, yang track-record-nya bersih, kenapa sampe tega misahin anak-anaknya kayak gitu?"
"Itu tugas lo buat nyari tau." Tukas Ryuu.
Ren mengerang. "Big-no! Pe-er gue yang lalu belum kelar, hoi!"
"Oya, gue mau periksa data kasus kecelakaan Gean Moore dulu. Nanti gue hubungin lo lagi." Pemuda bermata cokelat itu terdiam sebentar. "Dan ... tentang Azara yang tadi ... gue ..."
"Gue bakal kirim data tentang dia kalo gue udah temuin, Yuu. Gue paham, kok. Bisa lo tenang dulu?" Ren segera menyahut. "Yang penting lo jangan konfortasi Alan dulu samoe semuanya jelas. Menurut gue dia nggak tau apa-apa."
"Ya. Gue ngerti." Ucap Ryuu. "Buat yang itu, gue nggak minta lo buat cepet-cepet. Bakalan lebih susah buat nyari tau tentang gadis cilik yang hilang dari umur dua tahun. Apalagi nggak ada kejelasan, apa dia masih hidup atau udah meninggal. Tapi kalo gue bisa ketemu cewek dengan wajah yang sama kayak Alan bertahun-tahun setelah itu, gue pikir ... pasti ada jejak yang bisa kita telusuri buat nemuin dia lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Four Academy : And The Soul of Yesterday
Novela JuvenilIni tentang Zara dan mimpi-mimpinya. Tentang masa lalu yang memaksa hadir di masa sekarang. Tentang cinta seorang sahabat. Cinta seorang saudara. Dan cinta yang tak pernah Zara bayangkan akan ada di dunia ini. Ia hanya tahu bahwa ia harus berjalan a...