CHAPTER 3

650 139 48
                                    

Yuta benar-benar menghukumnya dengan tidak datang ke kamar sampai matahari tenggelam, tapi tahu-tahu ia sudah kembali dengan luka baru di sepanjang lengan atas dan tulang kering. Sicheng hampir terbentur langit-langit saking kagetnya, ia tidak siap baik dengan kehadiran Yuta maupun tetes-tetes darah yang mengotori ubin.

"Apa kau pikir dengan membiarkan luka sepanjang itu menganga akan menarik lebih banyak simpati para gadis?"

Yuta tidak mengindahkan kalimat Sicheng.

"Sini, biar kubersihkan," ujarnya sembari menuruni tangga tempat tidur.

"Tidak usah."

"Sini."

"Kau tidak akan bisa, Dong."

"Kau boleh sombong karena ditempatkan di dapur selama masa pelatihan prajurit, masakanmu terbukti enak. Sekarang giliranku."

"Kau di bagian kesehatan?" Yuta menatap tidak percaya. "Kau? Seekor anak ayam yang—AW! ASTAGA!"

"Sersan, kau akan mempermalukan dirimu kalau berteriak." Sicheng sibuk membersihkan luka-luka tersebut dengan antiseptik yang didapatnya dari lemari kayu, kemudian mulai membebat dengan kekuatan seorang kuli tempa. "Kemana saja kau seharian?"

"Mengurusi dokumen dan mengawasi para tawanan, mereka bangsat sekali sampai berani melukaiku. Sialan."

Entah mengapa Sicheng merasa ini tidak adil. Ia datang kemari sebagai Keita Nomura dan mendapatkan perlakuan selayaknya seorang Jepang. Bagaimana jika yang lain tahu dia adalah Dong Si Cheng? Akankah mereka menjejalkannya ke bangunan terisolasi tanpa makan dan minum?

"Aku ingin jalan-jalan malam ini, boleh?"

"Jangan gila."

"Lebih baik daripada menunggumu seharian di sini."

"Begini saja, aku akan keluar bersamamu dan kau berpura-puralah sedang jaga malam."

Seperti kesepakatan awal, setelah selesai mengobati Yuta, mereka keluar dari markas. Aroma petrichor menyerobok masuk tatkala keduanya menjejaki halaman depan, gerimis rupa-rupanya baru saja berkunjung. Sicheng melihat lagi deretan kepala anjing dan beberapa perut babi yang digantung di bambu-bambu panjang, bau anyir darah hewan sekonyong-konyong membuatnya teringat akan bagaimana rasanya pingsan di kubangan basah penuh cairan kental berwarna merah. "Untuk apa kepala anjing itu?"

"Tidak untuk apa-apa, kami memajangnya karena ada beberapa orang Tiongkok yang, saking laparnya, mau membeli kepala tersebut dengan harga lumayan."

"Kepala untuk orang Tiongkok dan tubuhnya untuk orang Jepang?"

"Benar. Jangan marah. Bukan aku yang menentukan."

Tentu saja Sicheng marah. Ia tahu bagaimana rasanya sangat lapar sampai rela memakan apa saja, namun diredamnya amarah itu sebab Sicheng yakin Yuta tidak pernah merasakan yang demikian. Terlebih, Yuta bisa menyulap bahan-bahan tak layak santap menjadi kudapan menggiurkan, jadi tidak ada gunanya berdebat soal makanan.

"Aku tahu kau penasaran soal penjara. Di sinilah tempatnya." Yuta berhenti di depan sebuah bangunan luas, mirip bekas pabrik, dan berbicara dengan salah seorang penjaga.

"Kau baru saja kembali dari sini, Socho," ujar yang tinggi dan kekar.

"Hanya ingin memastikan tawanan itu mendapatkan mimpi buruk." Yuta beranjak maju, Sicheng mengekor di belakang tanpa suara.

Whisper Of The Wind || yuwin [COMPLETED ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang