「PROLOG」

2.2K 222 16
                                    

1949.


Guangxi pada September itu terlihat merah; menandakan perang saudara telah usai.


Dong Sicheng masih tidak percaya ia harus mengangkat senjata lagi setelah menyerahnya Jepang kepada Sekutu, padahal hatinya masih morat-marit sepeninggalan Yuta. Ia suka berandai-andai—berhalusinasi pada malam-malam tanpa bintang—bahwa Yuta ada di sana, menyuwirkan potongan ayam dan mencukur rambutnya sampai setengah botak.


Tapi di sinilah ia berada, menatap lurus ke pelabuhan Yangjiang yang kapal-kapalnya digantungi petasan dan lampion yang semuanya serba merah. Perayaan baru saja digelar atas merdekanya Republik Rakyat Tiongkok, semua orang enggan bersedih. Sicheng melarikan diri dari kerumunan yang memaksanya tinggal untuk minum arak, ia tidak mau mabuk di siang bolong begini. Lamat-lamat ia mulai menampilkan kembali keredap meriam dalam benaknya, bagaimana suara dan getarannya membuat Sicheng merinding; teriakan-teriakan putus asa warga desa, suara truk yang bergemuruh melewati jalan dekat rumahnya, dan bangkai manusia yang tercecer di jalanan.


Yuta.


Dalam ingatan samarnya, Yuta adalah sosok yang pintar bersandiwara. Ia berhasil mengelabui Sicheng dua kali, memutarbalikkan keadaan, membuat yang salah menjadi benar dan mengubur kebenaran dengan setumpuk dusta.


"...kalau aku tidak kembali, kau tidak perlu mencariku..."


Begitulah pinta Nakamoto Yuta dalam surat terakhirnya yang ditulis menggunakan huruf kanji. Sicheng menurut, ia tidak ingin semuanya jadi sia-sia. Negara ini tidak akan mengulang sejarah kelamnya dua kali. Perang antara Jepang dan Tiongkok, juga pertikaian antara Komunis dan Nasionalis sudah berakhir. Segalanya, kecuali dia dengan Yuta.


Urusan kita belum selesai sampai di sini.

Aku akan menunggu.

Meski itu berarti selamanya.


tbc.

Whisper Of The Wind || yuwin [COMPLETED ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang